Meneror London, Jack the Ripper Jadi Legenda dalam Sejarah Dunia

By Sysilia Tanhati, Selasa, 22 Agustus 2023 | 12:00 WIB
Jack the Ripper meneror London pada tahun 1888 dan jadi legenda dalam sejarah dunia. Ia membunuh sedikitnya lima wanita dan memutilasi tubuh mereka dengan cara yang tidak biasa. (John Tenniel - Punch, or The London Charivari)

Nationalgeographic.co.id—Jack the Ripper meneror London pada tahun 1888 dan jadi legenda dalam sejarah dunia. Ia membunuh sedikitnya lima wanita dan memutilasi tubuh mereka dengan cara yang tidak biasa. Caranya memutilasi korbannya menunjukkan bahwa si pembunuh memiliki pengetahuan substansial tentang anatomi manusia.

Pelakunya tidak pernah ditangkap atau bahkan diidentifikasi. Jack the Ripper menjadi salah satu penjahat paling terkenal di Inggris dan bahkan dalam sejarah dunia.

Kelima pembunuhan yang dikaitkan dengan Jack the Ripper terjadi dalam 1,6 km antara yang satu dengan yang lainnya. Semua itu terjadi di distrik Whitechapel di East End London, sejak 7 Agustus hingga 10 September 1888.

Beberapa pembunuhan lain yang terjadi sekitar periode waktu itu juga telah diselidiki sebagai karya Leather Apron. Leather Apron adalah julukan lain yang diberikan kepada si pembunuh.

Sejumlah surat diduga dikirim oleh si pembunuh ke Scotland Yard. Dalam surat itu, si penulis mengejek petugas tentang aktivitasnya yang mengerikan. Ia juga berspekulasi tentang pembunuhan yang akan datang.

Julukan Jack the Ripper berasal dari sebuah surat yang dikirimkan pada saat penyerangan.

Penyelidikan yang tak terhitung jumlahnya mengeklaim bukti tentang identitas pembunuh brutal itu. Namun nama dan motifnya masih belum diketahui hingga kini.

Berbagai teori tentang identitas Jack the Ripper pun terus bermunculan selama beberapa dekade terakhir. Salah satunya adalah klaim yang menuduh pelukis terkenal Victoria Walter Sickert, seorang migran Polandia dan bahkan cucu Ratu Victoria.

Sejak 1888, lebih dari 100 tersangka ditetapkan. Hal ini pun berkontribusi pada penyebaran mitos dan berita mengerikan seputar misteri tersebut.

Tukang Jagal dari Whitechapel

Pada akhir 1800-an, warga London memandang daerah East End London dengan penuh belas kasih sekaligus merendahkan. East End London merupakan daerah di mana para imigran terampil datang untuk memulai hidup baru dan memulai bisnis. Mengutip dari laman History, distrik ini terkenal akan kemiskinan, kekerasan, dan kejahatan.

Di masa itu, pelacuran dianggap ilegal jika praktik itu menimbulkan masalah bagi publik. Karena itu, ribuan rumah bordil dan penginapan sewaan menyediakan layanan seks selama akhir abad ke-19 di Inggris.

Saat itu, kematian atau pembunuhan seorang gadis pekerja jarang diberitakan di media atau didiskusikan dalam di kalangan masyarakat. Kenyataannya adalah bahwa ladies of the night menjadi sasaran serangan fisik, yang terkadang mengakibatkan kematian.

Di antara kejahatan kekerasan yang umum ini adalah serangan terhadap pelacur Inggris Emma Smith. Gadis malang itu dipukuli dan diperkosa oleh empat pria. Smith dikenang sebagai salah satu dari banyak korban perempuan malang yang dibunuh oleh geng yang menuntut uang perlindungan.

Namun, rangkaian pembunuhan yang dimulai pada Agustus 1888 menonjol di tengah kejahatan kekerasan lainnya pada saat itu. Rangkaian pembunuhan itu ditandai dengan pembantaian sadis. Peristiwa itu menunjukkan bahwa si pelaku adalah sosiopat yang dipenuhi kebencian.

Jack the Ripper tidak hanya menghabisi nyawa dengan pisau. Ia bahkan memutilasi dan mengeluarkan isi perut wanita, menghilangkan organ seperti ginjal dan rahim. Kejahatannya tampaknya menggambarkan kebencian terhadap semua orang yang berjenis kelamin wanita.

Mengapa Jack the Ripper begitu melegenda dalam sejarah dunia?

Pembunuh yang tidak pernah teridentifikasi terus meneror di akhir zaman Victoria Inggris selama berbulan-bulan.

“Sejak saat itu, kisah Ripper menjadi kosa kata umum tentang kekerasan laki-laki terhadap perempuan,” tulis sejarawan Judith R. Walkowitz. Eksploitasi media massa terhadap ikonografi Ripper menekankan tentang bahaya kekerasan laki-laki. Selain itu juga meyakinkan perempuan bahwa mereka adalah korban yang tidak berdaya.

Walkowitz menyelidiki bagaimana kisah Jack the Ripper dibangun dari ketegangan sosial, gender, dan hubungan etnis pada tahun 1888.

Kerusuhan pada 1886 dan 1887 mengungkapkan perbedaan mencolok antara London Barat yang kaya dan "London Terbuang" di timur. Whitechapel sudah terkenal karena kejahatan dan kesengsaraannya. Namun, seperti banyak daerah kumuh, Whitechapel juga merupakan tempat komunitas yang kuat.

Di Whitechapel, kelas menengah dan atas datang ke sana sebagai pencari sensasi. Banyak yang menduga identitas asli Ripper adalah bangsawan. Sebagian lainnya menduga bahwa pembunuh berdarah dingin itu adalah seorang dokter, pelaut, tukang jagal, bahkan bidan.

Di saat yang sama, muncul skandal seks dan kampanye anti-prostitusi di London. Gerakan reformasi tersebut akhirnya membuat pelacur lebih rentan terhadap kekerasan. Mereka dipaksa turun ke jalan ketika rumah bordil ditutup.

Kepanikan imigrasi juga berperan. Pembunuh itu disebut "Jacob the Ripper" oleh mereka yang meneriakkan fitnah anti-Semit yang dilakukan orang Yahudi dalam pembunuhan berantai. Setelah pembunuhan Annie Chapman pada 8 September 1888, polisi mengirim ratusan petugas ke lingkungan itu untuk mencegah kemungkinan pogrom. Pogrom adalah pembunuhan besar-besaran terhadap orang Yahudi.

Warisan Jack the Ripper bagi sejarah dunia

Pembunuhan Jack the Ripper tiba-tiba berhenti pada musim gugur 1888. Meski begitu, warga London terus menuntut jawaban yang tidak akan datang. Pengusutan terhadap kasus itu menemui sejumlah kendala. Termasuk kurangnya bukti, serangkaian informasi yang salah dan kesaksian palsu, dan peraturan ketat dari Scotland Yard.

Jack the Ripper menjadi topik berita selama lebih dari 120 tahun dan jadi legenda dalam sejarah dunia. Bahkan, kemungkinan akan terus berlanjut selama beberapa dekade mendatang.