Mereka menemukan bahwa karbon biru telah diremehkan hingga 50 persen di pantai dengan batu kapur, seperti yang ditemukan di ujung selatan Florida dan di Karibia. Para ilmuwan juga menemukan bahwa karbon biru telah ditaksir terlalu tinggi hingga 86 persen di delta pesisir dalam penelitian sebelumnya. Selain itu, penelitian ini memberikan estimasi baru untuk sekitar 57 negara yang kekurangan data karbon biru.
“Kami mengembangkan perkiraan karbon biru global pertama untuk hutan mangrove pada tahun 1992, tetapi penelitian ini menggunakan sejumlah besar informasi baru tentang karbon biru bersama dengan pendekatan pemodelan baru untuk memasukkan karakteristik pesisir yang unik, seperti pasang surut dan aliran sungai, untuk meningkatkan keakuratan prediksi global, terutama mengenai bagaimana penyimpanan karbon dapat bervariasi dari satu negara ke negara lain," kata Twilley.
Pasang surut membantu pertukaran nutrisi, yang juga dapat menghilangkan karbon. Jadi, mangrove yang terletak di daerah dengan sedikit atau tanpa pasang surut cenderung memiliki tingkat karbon biru yang lebih tinggi.
Tingkat karbon biru juga merespons aliran sungai, yang mengontrol jenis dan kecepatan sedimen dan muatan nutrien ke lautan pesisir. Proses ini belum diperhitungkan dalam penilaian karbon biru global sebelumnya.
“Kami berharap kerangka kerja kami akan memberi negara-negara alat yang lebih kuat untuk menilai bagaimana hutan mangrove mereka mengurangi karbon di atmosfer, yang akan membantu negara-negara ini mengembangkan atau merevisi inventarisasi emisi karbon dioksida mereka,” kata Rovai.
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.