Bertahan dari Perubahan Iklim, Bisakah Manusia Hidup di Bawah Tanah?

By Ricky Jenihansen, Selasa, 22 Agustus 2023 | 15:00 WIB
Manusia mungkin dapat mempertimbangkan dapat hidup di bawah tanah untuk bertahan dari perubahan iklim. (John W Banagan/Getty Images)

Nationalgeographic.co.idGelombang panas dan peristiwa cuaca di tahun 2023 telah memberikan pemahaman mengerikannya dampak perubahan iklim. Kita sepertinya harus siap untuk hidup di dunia yang panas dengan peristiwa cuaca yang semakin ekstrem.

Mungkin inilah saatnya untuk mempertimbangkan adaptasi seperti kehidupan di bawah tanah untuk menghindari dampak perubahan iklim. Dikelilingi oleh massa batuan dan tanah yang menyerap dan menahan gelombang panas, ide itu mungkin masuk akal.

Suhu bawah tanah dapat tetap jauh lebih stabil tanpa perlu bergantung pada AC atau pemanas yang boros energi.

Tidak hanya mungkin untuk hidup di bawah tanah, manusia (dan hewan) sebenarnya telah hidup dengan nyaman di bawah tanah sepanjang sejarah.

Tapi apakah itu solusi yang layak untuk menghadapi krisis dampak perubahan iklim yang muncul?

Orang kulit putih di dalam lubangDi kota pertambangan opal Coober Pedy di Australia Selatan, 60 persen populasi memanfaatkan efek ini dengan hidup di bawah tanah.

Nama Coober Pedy berasal dari frase Aborigin, kupa piti, yang berarti 'orang kulit putih di dalam lubang'.

Melalui musim panas 52 derajat Celcius yang menjerat, dan musim dingin yang membekukan 2 derajat Celcius, 'ruang galian' mereka mempertahankan suhu yang konsisten 23 derajat Celcius.

Tanpa perlindungan batu alami ini, AC musim panas akan sangat mahal bagi banyak orang. Di atas tanah, panasnya musim panas dapat menyebabkan burung berjatuhan dari langit dan peralatan elektronik rusak.

Namun, di bawah tanah, banyak penghuni memiliki pengaturan yang cukup mewah, dengan ruang lounge yang nyaman, kolam renang, dan ruang seluas yang mereka ingin ukir.

Gua Derinkuyu. (Maroznc/Getty Images)

Rumah harus setidaknya 2,5 meter di bawah permukaan untuk mencegah atap runtuh. Terlepas dari pengaturan ini, keruntuhan mungkin kadang-kadang terjadi.

Pada 1960-an dan 70-an, penduduk setempat membuat lubang di tanah menggunakan beliung dan bahan peledak. Saat ini, mereka menggunakan alat-alat galian industri, meski pengerjaannya terkadang masih dilakukan dengan tangan.

Memotong bongkahan batu yang besar tidak memakan waktu lama karena batu pasir dan batu lanau sangat lunak sehingga dapat digores dengan pisau lipat.

Terkadang renovasi rumah bahkan menghasilkan keuntungan. Seperti misalnya seorang pria menemukan opal senilai 1,5 juta dollar Australia atau sekitar 980.000 dollar Amerika saat memasang pancuran.

Seringkali, orang secara tidak sengaja menggali ke dalam rumah tetangga mereka. Namun, secara umum, bersembunyi memaksimalkan privasi.

Kota Derinkuyu yang hilang

Pada tahun 1963, seorang pria Türkiyen yang tidak disebutkan namanya membawa palu godam ke dinding ruang bawah tanahnya selama renovasi rumahnya di Kapadokia.

Menemukan ayamnya terus menghilang melalui lubang, dia menyelidiki lebih jauh dan menemukan labirin terowongan bawah tanah yang luas. Dia telah menemukan kota Derinkuyu yang hilang.

Kota itu dibangun pada awal 2000 SM, jaringan terowongan 18 lantai mencapai 76 meter di bawah permukaan. Jaringan lubang itu memiliki 15.000 lubang untuk membawa cahaya dan ventilasi ke labirin gereja, istal, gudang, dan rumah yang dibangun untuk menampung sebanyak 20.000 orang .

Derinkuyu diperkirakan digunakan hampir terus menerus selama ribuan tahun sebagai tempat berlindung selama masa perang.

Kota itu tiba-tiba ditinggalkan pada 1920-an menyusul genosida dan pengusiran paksa orang-orang Kristen Ortodoks Yunani dari negara itu.

Sementara suhu luar Kapadokia berkisar antara 0 derajat Celcius di musim dingin dan 30 derajat Celcius di musim panas, suhu kota bawah tanah tetap dingin 13 derajat Celcius.

Ini membuatnya sempurna untuk mengawetkan buah dan sayuran dan menghindari dampak perubahan iklim. Saat ini, beberapa terowongan digunakan untuk menyimpan peti pir, kentang, lemon, jeruk, apel, kol, dan kembang kol.

Seperti Coober Pedy, batuannya mudah dibentuk dan ada sedikit kelembapan di tanah, yang membuat konstruksi terowongan lurus ke depan.

Hampir separuh Bumi diproyeksikan akan memasuki zona iklim baru karena perubahan iklim. (iStockphoto)

Tempat perlindungan atau neraka?

Sementara kebanyakan orang bersedia pergi ke bawah tanah untuk waktu yang singkat, gagasan untuk hidup di bawah tanah secara permanen jauh lebih sulit untuk ditoleransi banyak orang.

Dunia bawah identik dengan kematian di banyak kebudayaan. Berada di bawah tanah di ruang terbatas dapat memicu claustrophobia, dan ketakutan akan ventilasi yang buruk dan gua.

"Kita tidak cocok di sana... Secara biologis, fisiologis, tubuh kita tidak dirancang untuk hidup di bawah tanah," kata Will Hunt, penulis Underground: A Human History of the Worlds Beneath Our Feet, kepada Live Science.

Manusia yang terlalu lama tinggal di bawah tanah tanpa terpapar sinar matahari dapat tidur hingga 30 jam dalam sekali waktu. Gangguan pada ritme sirkadian mereka dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Risiko lain dalam kehidupan bawah tanah adalah banjir bandang, yang menjadi perhatian khusus karena perubahan iklim menjanjikan peristiwa cuaca yang lebih ekstrem seperti angin topan.

Tunawisma telah beberapa kali tenggelam di terowongan di bawah Las Vegas. Terowongan ini dihuni oleh sekitar 1.500 orang dan dirancang untuk mengalirkan air hujan.

Mereka dapat terisi air dalam beberapa menit, membuat orang tidak punya waktu untuk mengungsi.

Konstruksi bawah tanah biasanya membutuhkan material yang lebih berat dan mahal yang dapat menahan tekanan di bawah tanah. Gaya-gaya ini juga harus diukur melalui survei geologi yang ekstensif sebelum penggalian dapat dimulai.

Suhu di bawah tanah juga dipengaruhi oleh apa yang terjadi di atas tanah.

Sebuah studi mengenai kawasan bisnis Chicago Loop menemukan bahwa suhu telah meningkat secara dramatis sejak tahun 1950-an.

Hal itu karena semakin banyak infrastruktur penghasil panas yang dibangun di area yang sama, seperti stasiun parkir, kereta api, dan ruang bawah tanah.

Kenaikan suhu dapat menyebabkan bumi mengembang hingga 12 mm, yang secara perlahan dapat menyebabkan kerusakan struktur bangunan.

Agar lingkungan bawah tanah dapat diterima oleh manusia, lingkungan tersebut harus aman dan terlindungi, memiliki cahaya alami, ventilasi yang baik, dan memberikan rasa keterhubungan dengan dunia di atas.

Kota bawah tanah Montreal sepanjang 20 mil yang disebut RÉSO mewujudkan cita-cita ini. Kompleks ini menghubungkan bangunan sehingga orang dapat menghindari suhu di bawah nol derajat di luar.

Ruangan ini memiliki perpaduan antara perkantoran, ritel, hotel, dan sekolah yang berpadu sempurna dengan lingkungan di atas tanah.

Perubahan iklim telah membuat beberapa wilayah di Iran, Pakistan, dan India menjadi sangat panas. Jika planet ini terus mendidih, mungkinkah kita akan mempertimbangkan untuk membangun gedung pencakar tanah dibandingkan gedung pencakar langit?