Pentingnya Masyarakat Wilayah Pesisir Menguasai Bahasa Inggris

By Ricky Jenihansen, Selasa, 29 Agustus 2023 | 12:00 WIB
Biota laut dan pesisir Kofiau diamati oleh murid-murid, seperti kegiatan observasi ilmiah. Namun, Nixon Watem mengemasnya dengan cara menyenangkan berupa menggambar dan menuliskan namanya dengan bahasa lokal. (Garry Lotulung)

Nationalgeographic.co.id—Gagasan pemerintah Indonesia untuk mengubah Indonesia menjadi “poros maritim global” merupakan langkah maju yang signifikan karena Indonesia.

Upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk mewujudkan poros maritim global adalah penguatan seluruh sektor di wilayah pesisir.

Seperti diketahui, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki ribuan pulau dan luasnya hampir 6 juta kilometer persegi. Sehingga upaya penguatan seluruh sektor di wilayah pesisir adalah sebuah keniscayaan.

Dengan demikian, maka realisasi gagasan tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak di pulau-pulau terluar Indonesia.

Hal itu berdasarkan laporan studi yang telah dipresentasikan di IOP Conference Series: Earth and Environmental Science.

Makalah itu telah diterbitkan dengan judul "Promoting English Education along Indonesian Coastal Zone" yang merupakan akses terbuka.

Studi tersebut merupakan kolaborasi peneliti dari Universitas Islam Nahdlatul Utama Jepara dan Universitas Negeri Semarang.

Hasil studi yang dipimpin Nina Sofiana dari Universitas Islam Nahdlatul Utama Jepara itu menjelaskan, bahwa Kawasan pesisir memiliki sejumlah potensi untuk dikembangkan.

Salah satu potensi adalah industri pariwisata bahari di wilayah pesisir, dan untuk mendukung pengembangan potensi tersebut adalah penguasaan bahasa Inggris, menurut para peneliti.

Industri pariwisata bahari perlu dikembangkan untuk mencapai tujuan Indonesia sebagai poros maritim global.

Bahasa Inggris sebagai bahasa yang diterima secara universal memainkan peran penting dalam mempromosikan pariwisata. Namun tidak semua masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat di wilayah pesisir, menguasai bahasa Inggris.

"Oleh karena itu, penting untuk mempromosikan pendidikan bahasa Inggris di daerah tersebut," tulis para peneliti.

Hal ini sebenarnya telah diupayakan dengan memasukkan bahasa Inggris sebagai bagian dari kurikulum nasional sekolah menengah.

Sehingga muncul pertanyaan apakah pendidikan bahasa Inggris di wilayah pesisir Indonesia, khususnya di sepanjang perbatasan, telah mencapai tujuannya dengan memuaskan.

"Melalui kuesioner dan observasi, penelitian ini menyurvei permasalahan pendidikan bahasa Inggris di wilayah pesisir Indonesia untuk memberikan gambaran kondisi pengajaran bahasa Inggris," para peneliti menjelaskan.

"(Sehingga) memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi pendidikan bahasa Inggris di sepanjang wilayah pesisir Indonesia."

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam penyelidikan, beberapa saran diberikan untuk mempromosikan pendidikan bahasa Inggris di sepanjang wilayah pesisir Indonesia.

Penguasaan Bahasa InggrisPara peneliti menjelaskan, salah satu sektor penting yang perlu dimanfaatkan dan diprioritaskan di wilayah pesisir adalah sektor pendidikan.

Hal itu karena merupakan salah satu sarana untuk mengangkat derajat dan kualitas bangsa. Pendidikan adalah hak asasi manusia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 31 mengatur bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pemerintah berkewajiban mendanainya.

Sayangnya, perkembangan pendidikan di sebagian besar wilayah pesisir relatif lambat. Statistik Kabupaten Kepulauan Seribu, menunjukkan bahwa 78,72% penduduk usia 10 tahun ke atas tidak tamat sekolah dasar.

Pendidikan bahasa Inggris memegang peranan penting di wilayah pesisir karena merupakan obyek wisata bahari yang menarik wisatawan asing untuk berkunjung.

Kawasan pesisir sebagai pusat industri pariwisata mempunyai potensi untuk dikembangkan. Sementara penguasaan bahasa Inggris sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan pariwisata di daerah tersebut.

Namun sebagian besar masyarakat pesisir, khususnya yang berada di perbatasan Indonesia, belum bisa menggunakan bahasa Inggris sebagai media komunikasi karena rendahnya kemampuan bahasa Inggris mereka.

Bagaimana penelitian dilakukan?

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan wawancara semi-terstruktur dengan guru bahasa Inggris di 4 wilayah pesisir di Indonesia.

Mereka mewawancarai 1 guru dari Pulau Sumba, 2 guru dari Pulau Morotai, 1 guru dari Pulau Kalimantan, 3 guru dari Pulau Flores, dan 4 guru dari Pulau Karimunjawa.

Yang diwawancarai dari empat pulau pertama adalah guru bahasa Inggris program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T).

Ini adalah program pendidikan Indonesia yang di dalamnya terdapat guru dikirim ke “daerah 3T” (daerah terdepan, terluar dan terpencil) untuk mendorong pemerataan pendidikan di seluruh nusantara.

Selain itu, mata pelajaran juga melibatkan guru bahasa Inggris di berbagai sekolah menengah di Pulau Karimunjawa, 2 sekolah swasta (satu SMP Islam dan satu SMA Islam) dan 2 sekolah negeri (satu SMP dan satu SMK).

Fokus wawancara adalah pada kurikulum yang digunakan, proses belajar mengajar bahasa Inggris, dan permasalahan yang dihadapi guru dalam proses belajar mengajar bahasa Inggris.

Para pengajarnya adalah lulusan jurusan Bahasa Inggris. Selain itu, observasi juga dilakukan di Pulau Karimunjawa untuk mengetahui proses belajar mengajar bahasa Inggris di kelas.

Hambatan wilayah pesisir

Para peneliti menemukan, bahwa masyarakat di wilayah pesisir Indonesia masih memiliki banyak hambatan untuk mewujudkan potensi wisata bahari. Khususnya yang berada di perbatasan, belum dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang baik.

Selain itu, secara umum terdapat kekurangan guru bahasa Inggris secara kuantitatif dan kualitatif. Hal ini telah menghambat pendidikan bahasa Inggris di daerah tersebut.

"Saran yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan pendidikan bahasa Inggris di sepanjang wilayah pesisir untuk mencapai tujuan Indonesia sebagai poros maritim global," jelas para peneliti.

"Fasilitas yang memadai harus merata, terutama di daerah terpencil yang memiliki potensi wisata bahari."

Kemudian, sekolah harus mempunyai peralatan yang lebih baik dan laboratorium bahasa Inggris juga harus disediakan.

Karena jumlah guru yang berkompeten masih rendah, maka lebih banyak guru “garis depan” yang dapat dikirim ke sekolah-sekolah yang membutuhkan guru yang berkualitas.

"Sekolah harus bekerja sama dengan kantor pariwisata pemerintah dan/atau industri wisata bahari untuk mengembangkan bahasa Inggris siswa yang memiliki kecakapan," menurut peneliti.

Selain itu, guru dalam menerapkan kurikulum nasional harus mempertimbangkan kearifan lokal dan bahan ajar. Sehingga dapat diintegrasikan dengan pendidikan kelautan untuk memberikan proses pembelajaran yang otentik.

"Guru juga perlu meningkatkan metode pengajarannya untuk membangkitkan minat siswa dalam belajar bahasa," para peneliti menjelaskan. "Oleh karena itu, akses terhadap pelatihan pengembangan profesional guru sangat diperlukan."

Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.