Nasib Tragis Didius Julianus, Pria yang 'Membeli' Kekaisaran Romawi

By Sysilia Tanhati, Rabu, 30 Agustus 2023 | 15:00 WIB
Didius Julianus menjadi penguasa di Kekaisaran Romawi setelah ia memberikan sejumlah uang pada Garga Praetoria. (Musei Capitolini)

Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 193 Masehi, sebuah lelang berlangsung dan mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh dunia kuno. Saat itu, Kekaisaran Romawi ditawarkan kepada orang yang mampu membayar dengan harga tertinggi. Seorang pria bernama Didius Julianus yang berhasil ‘membeli’ kekaisaran terbesar di masanya itu.

Tapi alih-alih menikmati kekuasaannya sebagai kaisar Romawi, ia justru harus menghadapi nasib yang mengenaskan. Apa yang terjadi?

Kehidupan awal Didius Julianus yang hampir sempurna

Sebelum menjadi Kaisar Romawi, Didius Julianus adalah pria yang disukai di Kekaisaran Romawi. Ayahnya adalah Petronius Didius Severus, kepala keluarga Petronii termasyhur yang berasal dari Milan. Ibunya adalah Aemillia Clara.

Didius dibesarkan di rumah tangga terkemuka Antoninus oleh ibu Kaisar Marcus Aurelius, Domitia Lucillus. Keluarga Antoninus adalah keluarga yang sangat berkuasa di Romawi.

Dengan koneksi aristokratnya, Didius menikmati karier militer dan politik yang sukses di provinsi-provinsi Kekaisaran Romawi yang luas. Di puncak kariernya, ia menjadi gubernur Achaea dan Afrika pada tahun 168 dan 169.

Sebagai pemain penting dalam politik, ia menghadapi bahaya besar ketika terlibat dalam konspirasi penggulingan Kaisar Marcus Aurelius. “Konspirasi itu dipimpin oleh kerabat dan atasan sebelumnya, Salvius Julianus,” tulis Jake Leigh-Howart di laman Ancient Origins.

Julianus dieksekusi karena pengkhianatan. Didius diberi hukuman yang lebih ringan yaitu diasingkan ke kota asalnya Milan.

Didius kembali disukai Kaisar Commodus beberapa tahun kemudian. Ia diangkat menjadi pro-konsul Afrika pada tahun 190, menggantikan Pertinax yang sezaman dengannya.

Pada tahun 193, Didius Julianus menjadi anggota terkemuka Senat. Ia dihormati oleh senator lain karena asal-usulnya. Ketika Pertinax yang berasal dari kalangan rendahan naik takhta pada awal tahun 193, terdapat banyak ketidakpuasan dari para senator. Mereka mempermasalahkan asal usul keluarganya yang sederhana.

Alih-alih Pertinax, Senat lebih memilih pria bangsawan, seperti Didius Julianus, sebagai pemimpin.

Setelah pembunuhan Pertinax, Didius berusaha untuk mengeklaim takhta dengan cara yang tidak biasa. “Ironisnya, cara itulah yang membuatnya tersingkir dari kekuasaan,” tambah Howart.