Ashigaru, Petani yang Jadi Prajurit Sewaan Samurai Kekaisaran Jepang

By Sysilia Tanhati, Senin, 4 September 2023 | 10:00 WIB
Selama ratusan tahun, bahkan hingga kini, kisah perjuangan samurai terus memikat banyak orang. Namun ternyata, petarung di era feodal bukan hanya samurai dan ninja saja. Ada petarung atau prajurit yang disebut ashigaru. (Utagawa Kuniyoshi)

Nationalgeographic.co.id—Ketika diminta untuk menyebutkan petarung di era feodal Kekaisaran Jepang, samurai dan ninja mungkin yang pertama terlintas di benak.

Selama ratusan tahun, bahkan hingga kini, kisah perjuangan samurai terus memikat banyak orang. Namun ternyata, petarung di era feodal bukan hanya samurai dan ninja saja. Ada petarung atau prajurit yang disebut ashigaru.

Ashigaru, prajurit sewaan yang berasal dari kelas petani di Kekaisaran Jepang

Ashigaru adalah prajurit yang berasal dari kelas petani di Kekaisaran Jepang. Mereka ditarik atau disewa untuk menambah pasukan daimyo dari kelas samurai.

Seiring berjalannya waktu, ashigaru menjadi prajurit profesional yang termasuk dalam kelas samurai di Kekaisaran Jepang.

“Ashigaru adalah prajurit yang jadi bagian dari pasukan di Kekaisaran Jepang kuno,” tulis Nathaniel Edwards di laman Tofogu. Ashigaru dikenal juga sebagai pejuang pejalan kaki.

Mereka adalah kelompok yang tidak terlatih. Dan senjata yang digunakan adalah alat pertanian atau senjata rampasan dari samurai yang meninggal.

Kompensasi datang dalam bentuk jarahan, yang ternyata berjumlah besar. Menjadi seorang ashigaru terbukti jauh lebih menguntungkan dibandingkan menjadi petani biasa di masa itu. Hal ini menyebabkan sejumlah besar petani pun memilih untuk berjuang bersama dengan samurai.

Ketika menjadi ashigaru lebih menguntungkan daripada menggarap lahan di Kekaisaran Jepang

Para petani dengan cepat menyadari bahwa berperang dapat membuat mereka lebih kaya daripada menggarap lahan. Oleh karena itu, banyak dari mereka yang berhenti bertani dan menjadi pejuang penuh waktu.

Selain itu, ashigaru juga “berkeliaran” di medan perang dan bergabung dengan pihak mana pun yang tampaknya lebih berpeluang menang. Mereka adalah tentara bayaran, tidak dapat diandalkan dan sulit diatur. Banyak dari mereka bahkan tidak paham pada posisi mana mereka harus berada. Selama pihak yang menang dan ada uang yang bisa dihasilkan, hal tersebut tidak masalah.

Karena alasan tersebut, ashigaru sering dianggap sebagai pejuang yang tidak bermoral di Kekaisaran Jepang.

Selama Perang Onin, ashigaru bahkan membakar wilayah yang kini menjadi Kyoto. Ashigaru dipandang sebagai unsur yang berbahaya dan bersifat kriminal. “Samurai menoleransi kelompok ini hanya karena mereka diperlukan untuk perang,” tambah Edwards. Inilah sebabnya mengapa kita tidak jarang mendengar tentang ashigaru kecuali di latar belakang cerita tentang samurai.

Namun peperangan di Kekaisaran Jepang semakin memanas dan ashigaru menjadi tentara kelas bawah. Meski samurai adalah pasukan tempur yang terlatih, mereka membutuhkan sejumlah besar tentara bayaran ashigaru untuk terlibat dalam perang. Berkat kehadiran ashigaru, peperangan pun semakin intensif.

Setelah mereka makin sering dilibatkan dalam perang, ashigaru menjadi prajurit semi-profesional. Mereka pun cukup kompeten dalam menggunakan berbagai jenis senjata. Salah satunya adalah uchigatana.

Perkembangan ashigaru di Kekaisaran Jepang

Ketika pertempuran antar daimyo menjadi semakin marak, kemenangan tidak berpihak pada mereka yang berani. Justru penguasa kayalah yang memiliki peluang besar untuk berkuasa. Penguasa yang kaya memiliki sumber daya yang cukup untuk membuat rakyatnya tetap berperang.

Transformasi ashigaru dari kelas petani menjadi tentara profesional dimulai ketika penguasa lebih memilih prajurit penuh waktu alih-alih tentara musiman.

Karena daimyo semakin bergantung pada ashigaru, mereka mulai melengkapinya dengan senjata yang lebih baik. Ashigaru dilatih dalam penggunaan busur sehingga mereka dapat menghadapi serangan musuh dengan tembakan api.

Namun setelah busur berada di tangan rakyat jelata, citra samurai sebagai pemanah elite pun menghilang. Hal ini membuat banyak filsuf samurai kecewa. Mereka menyebut perubahan taktik sebagai "perang ashigaru".

Seiring berjalannya waktu, ashigaru menjadi prajurit profesional yang termasuk dalam kelas samurai di Kekaisaran Jepang. (Zobyo Monogatari)

Senjata lain yang dimiliki ashigaru adalah tombak. Unit tombak ashigaru sangat umum digunakan karena murahnya dan efektivitas senjatanya.

Karena menggunakan senjata yang sama dengan samurai, ashigaru pun mulai mendapatkan pelatihan ekstensif yang sama. Beberapa ashigaru memiliki kecakapan bertarung. Maka tidak heran jika ada ashigaru yang menjadi pengawal pribadi daimyo.  

Terkadang, keterampilan mereka bahkan melampaui samurai. Seorang jenderal terkenal membual bahwa dia bisa membuat 10 ashigaru bertarung seperti 100 samurai. Komandan ashigaru ini disebut ashigaru taicho. Meskipun mempunyai komando atas rakyat jelata, mereka terdaftar di antara para jenderal elite di Kekaisaran Jepang.

Ashigeru berjuang untuk diakui sebagai aset perang yang berharga. Hal itu menjadi langkah pertama bagi rakyat jelata yang ingin menjadi samurai sejati.

Toyotomi Hideyoshi, mantan ashigaru yang jadi penguasa di Kekaisaran Jepang

Ashigaru yang paling terkenal adalah Toyotomi Hideyoshi. Ia bangkit dari kaum tani sederhana menjadi penguasa Kekaisaran Jepang yang tak terbantahkan.

Hideyoshi adalah anak angkat seorang ashigaru di bawah Oda Nobunaga, pemersatu Kekaisaran Jepang. Meskipun sering diperdebatkan, Hideyoshi merupakan pembawa sandal Nobunaga. Terlepas dari posisinya yang sebenarnya, ia menjadi salah satu jenderal Nobunaga setelah serangkaian kesuksesan.

Setelah kematian majikannya, Hideyoshi mendukung suksesi cucu tuannya. Tapi di balik dukungan itu, ia berencana untuk merebut kekuasaan bagi dirinya sendiri. Setelah serangkaian konflik, ia akhirnya berhasil mengalahkan saingannya, dan menggantikan Nobunaga sebagai penguasa di Kekaisaran Jepang.

Ashigaru tidak dirancang untuk memungkinkan kaum tani mencapai puncak kekuasaan politik dan militer, namun hal tersebut bisa terjadi. Menjadi seorang ashigaru adalah satu-satunya jalan agar putra seorang petani bisa menjadi orang paling berkuasa di Kekaisaran Jepang. Yang dibutuhkan hanyalah bakat, ambisi yang besar, dan sedikit rencana politik.

Setelah Hideyoshi berkuasa, segalanya berubah bagi ashigaru. Hideyoshi takut rakyat jelata lain akan bangkit untuk menggantikannya suatu hari nanti. Maka ia menyingkirkan calon perampas kekuasaan dengan membekukan sistem kelas di Kekaisaran Jepang. Namun, hasilnya adalah setiap pejuang kini dianggap sebagai samurai.

Di bawah kepemimpinan Hideyoshi, ashigaru resmi bergabung dengan kelas prajurit. Namun ada tingkatan berbeda yang menentukan keuntungan seperti gaji dan kepemilikan tanah.

Seiring berjalannya waktu, tidak ada perbedaan antara ashigaru dan samurai tingkat tinggi. Garis yang memisahkan mereka menjadi terlalu tipis.