Nationalgeographic.co.id - Hutan di Bumi Lancang Kuning adalah rumah bagi sebagian gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) yang terancam punah. Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah gajah sumatra di habitat aslinya di Provinsi Riau tersisa 200 hingga 300 ekor.
Di tengah kabar getir tersebut, masyarakat dari berbagai latar belakang mulai bergerak melindungi sang gergasi rimba. Salah satunya adalah Solfarina yang tergabung dalam Rimba Satwa Foundation (RSF), sebuah lembaga yang bergerak di bidang konservasi dan pelestarian gajah sumatra.
Di RSF, tugas Solfarina tidak hanya turun ke hutan dan mengawasi sang gajah. Ia juga bertanggung jawab untuk manajemen program edukasi kepada anak usia dini tentang alam, lingkungan, dan satwa liar, khususnya gajah sumatra.
Dalam kesehariannya, ia mengelola tugas-tugas apa saja yang akan dikerjakan oleh tim. Termasuk, mengidentifikasi sekolah-sekolah mana saja yang kira-kira dapat dikunjungi untuk diberikan program edukasi.
Salah satu yang masih berjalan adalah Conservation Goes to School. Program ini diinisiasi oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang berkolaborasi dengan RSF. Tujuannya untuk menanamkan kepedulian terhadap alam dan gajah sumatra kepada anak usia dini.
Sekolah yang menjadi prioritas untuk dikunjungi adalah sekolah yang berada di sekitar jalur jelajah gajah, biasanya masih berada di desa-desa. Warga setempat sering kali mengibaratkan gajah sebagai hama, sehingga pendidikan tentang gajah bagi anak usia dini sangat diperlukan.
“Jadi kita coba berikan edukasi awareness kepada anak-anak, bahwasanya gajah itu bukan hama, tetapi satwa yang perlu kita lindungi dan merupakan satwa yang hampir punah,” jelasnya.
Edukasi tentang konservasi dan gajah ini juga diberikan ke sekolah yang tidak berada di jalur jelajah gajah. Ini karena status gajah sumatra yang terancam punah. Ia ingin semua anak harus mengetahui kondisi gajah-gajah saat ini. “Khawatirnya, nanti anak-anak hanya mengetahui gajah dari poster, foto, atau video,” ungkapnya.
Dalam memberikan materi pembelajaran, Solfarina juga telah memahami tentang bagaimana menyampaikannya. Sebab, sebelum bergabung dengan RSF, ia pernah berprofesi sebagai guru BK (Bimbingan dan Konseling).
Di kelas Conservation Goes to School, Solfarina menerapkan teknik deep empathy. Yaitu dengan menampilkan video-video yang menyentuh hati anak-anak, yang harapannya dapat menambah kecintaannya kepada gajah.
Teknik tersebut dinilai berhasil. Terlebih, saat anak-anak tahu bahwa gajah di tempat tinggal mereka hampir punah. Sambil berbicara sedikit terbata, Solfarina mengungkapkan bahwa kebanyakan anak-anak menangis saat menonton video edukasi tentang gajah.
“Jadi, ini saya merinding. Ketika kita putarkan video, terus kita kasih informasi bahwa keadaan gajah seperti ini. Kebanyakan anak-anak yang kita berikan edukasi itu menangis. Harapan saya memang seperti itu, menimbulkan kecintaan, merasa terpanggil hatinya untuk melindungi gajah,” pungkasnya.
Status konservasi gajah sumatra berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 termasuk satwa dilindungi. Sedangkan berdasarkan IUCN statusnya termasuk ke dalam kategori Critically Endangered (CR), yang artinya berisiko punah dalam waktu dekat.