Agroforestri Bantu Lestarikan Gajah dan Jembatani Ekonomi Warga

By Lastboy Tahara Sinaga, Selasa, 19 September 2023 | 09:00 WIB
(Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Nationalgeigraphic.co.id—Manusia mulai berbenah untuk dapat hidup berdampingan dengan gajah. Di Riau, masyarakat yang tinggal di kawasan perlintasan gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) mulai menerapkan agroforestri. Sebuah upaya untuk mengurangi interaksi negatif dengan gajah melalui pertanian. 

Dalam buku Gajah, Habitat, dan Agroforestri (2021) dari Rimba Satwa Foundation, agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tumbuhan berkayu dengan tumbuhan tidak berkayu atau bisa pula dengan rerumputan, ternak, dan hewan lain sehingga tercipta interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen.

Di Riau, penerapan agroforestri dilakukan dengan menanam jenis tumbuhan yang rendah gangguan dari gajah, tetapi bernilai ekonomi tinggi.

Tujuannya adalah untuk meminimalisir interaksi negatif manusia dan gajah. Lokasi budidaya atau pengembangan jenis tumbuhan ini berada di zona atau ruang netral dari kesepakatan stakeholder mengenai pola ruang gajah-manusia partisipatif. 

Ada 35 jenis tumbuhan yang berpotensi memiliki kerentanan rendah terhadap gangguan gajah.

Dinukil dari buku Gajah, Habitat, dan Agroforestri, jenis tumbuhan tersebut terdiri dari 20 famili yang didominasi oleh Fabaceae, Sapindaceae, dan Rutaceae. Informasi ini diperoleh dari mahout dan rangkuman wawancara dengan anggota RSF dan masyarakat di Kelurahan Balai Raja, Buluh Apo, dan Desa Pinggir.

Daftar tumbuhan yang rendah gangguan dari gajah. (Buku Gajah, Habitat, dan Agroforestri, RSF.)

Daftar tumbuhan yang rendah gangguan dari gajah. (Buku Gajah, Habitat, dan Agroforestri, RSF.)

Daftar jenis tumbuhan pada tabel di atas, berpotensi tidak disukai gajah, sehingga berpotensi pula memiliki kerentanan yang rendah dari gangguan gajah.

Hal ini dapat menjadi keuntungan bagi masyarakat dengan menanam tumbuhan tersebut di lahannya. Namun, masyarakat juga harus tetap memperhatikan aspek keberlanjutan terhadap jalur dan pergerakan gajah.

Ada beberapa jenis tumbuhan yang memiliki potensi ekonomi cukup tinggi, sehingga dapat menjadi komoditas yang menunjang ekonomi masyarakat.

Beberapa di antaranya adalah ubi kayu (Manihot esculenta), jengkol (Archidendron pauciflorum), alpukat (Persea americana), cabai (Capsicum sp.), dan mangga (Mangifera indica). 

Berikut hasil yang diperoleh oleh masyarakat, setelah mencoba menanam jenis tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Dari hasil wawancara, masyarakat yang telah menanam ubi kayu (Manihot esculenta), memperoleh harga komoditas ubi kayu berkisar antara Rp400- 600/kg untuk ubi kayu mentah dan Rp2.000/kg untuk ubi kayu gaplek. Sementara, jengkol (Archidendron pauciflorum) dapat mencapai Rp10.000/kg.

Anggota Rimba Satwa Foundation sedang merawat bibit untuk agroforestri di (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Untuk mendukung agroforestri di Riau, Pertamina Hulu Rokan (PHR) bekerja sama dengan Rimba Satwa Foundation (RSF). Program tersebut dijalankan di "Base Camp Rehabilitasi Rumah Kompos dan Pembibitan" di Kecamatan Mandau, Duri.

Lokasi nursery atau persemaian ini agak jauh dari jalan utama dan tidak dapat dilalui kendaraan roda empat. Perlu melewati jalan setapak sekitar 100 meter untuk mencapai lokasi.

Setibanya di sana, kita akan disambut suasana asri nan meneduhkan. Di petak-petak persemaian yang dipayungi paranet, banyak tanaman hijau menyegarkan mata yang ditata rapi.

Di sinilah bibit-bibit agroforestri dirawat, sebelum akhirnya dibagikan kepada masyarakat secara cuma-cuma. 

Ridho Ilahi, anggota RSF, menerangkan bahwa ada ada bibit-bibit yang dibenihkan sendiri dan ada yang berasal dari Balai Pengelolaan Daerah Sungai (BPDAS), Pekanbaru.

Jenis tanaman yang digunakan adalah petai, durian, matoa, jengkol, dan kopi. Sementara untuk jenis tanaman hutan ada pulai dan mahoni.

Agroforestri yang diinisiasi PHR dan RSF telah diaplikasikan di lanskap koridor Balai Raja–Giam Siak Kecil, Provinsi Riau.

Hingga saat ini, sebagian masyarakat yang berada di perlintasan jalur gajah, sangat mendukung program agrofestri. Berdasarkan laporan dari laman Rimba Satwa Foundation, sekitar 40 KK warga pemilik lahan di lokasi-lokasi tersebut ikut mengambil bagian.