Nationalgeographic.co.id - Selama berabad-abad, manusia memimpikan keabadian. Upaya mencari ramuan yang dapat membuat seseorang abadi pun dilakukan sejak ribuan tahun lalu. Dari Tiongkok kuno sampai India, ramuan ini terus diburu. Dalam mitologi Hindu, ramuan keabadian itu disebut amrita.
Menurut legenda dan mitologi Hindu, amrita ('tidak mati) adalah minuman keabadian dengan rasa manis, diekstraksi dari dasar laut.
Referensi terhadap nektar ajaib ini dapat ditemukan dalam Rig Veda, kitab suci agama Hindu tertua. Kitab suci ini dibuat selama beberapa abad pada milenium kedua Sebelum Masehi. Selain itu, informasi tentang amrita juga bisa ditemukan literatur Buddha atau Sikh.
Amrita memberikan keabadian dan kekuatan. “Ramuan ini juga bisa memunculkan dewa-dewa baru dan memastikan kemenangan dalam perang melawan setan,” tulis A. Sutherland di laman Ancient Pages. Konon, banyak yang mencoba mencuri minuman Ilahi itu. Karena itu, amrita juga dipercaya sebagai minuman yang membuat para dewa mitologi Hindu menjadi semakin kuat.
Dalam himne, minuman favorit Indra mungkin identik dengan jus ajaib lainnya–soma (minuman para dewa) pada zaman Weda. Soma mungkin merupakan cikal bakal Amrita, tetapi tidak diketahui bagaimana orang-orang Weda mengekstrak jus soma.
Namun, diyakini bahwa soma adalah zat memabukkan yang digunakan dalam ritual oleh para pendeta Weda. Pendeta perlu memasuki keadaan kesurupan guna berkomunikasi dengan para dewa dan leluhur.
Menurut salah satu teori, amrita adalah dasar bagi konsep Yunani selanjutnya tentang ambrosia (ambrotos), makanan para dewa dalam mitologi Yunani dan Romawi. Sama seperti dalam mitologi Hindu, ambrosia juga digunakan untuk mencapai keabadian.
Amrita dibuat dari sari tanaman dengan nama yang sama. Mengonsumsi ramuan ini dengan tambahan susu memberi kekuatan (selama ritual tertentu). “Minuman ini juga memungkinkan tercapainya penglihatan transenden dan rasa persatuan dengan para dewa,” tambah Sutherland.
Asal-usul amrita dalam mitologi Hindu
Dalam mitologi Hindu, ada masa ketika para dewa dan makhluk supranatural harus menggabungkan kekuatan mereka untuk mengaduk lautan susu. Hal ini dilakukan karena harta dewa yang paling berharga hilang di bawah lautan purba akibat banjir besar.
Harta karun iIahi ini termasuk amrita, nektar keabadian. Dalam proses pengadukan lautan, sebuah gunung besar digunakan sebagai tongkat pengaduk dan ular dewa Adishesha digunakan sebagai tali.
Banyak hal yang muncul dari lautan susu itu, termasuk amrita. Amrita dipegang dalam cangkir oleh tabib dewa Dhanvantari para dewa dan avatar Dewa Wisnu. Amrita berada dalam bahaya karena akan dicuri oleh para makhluk supranatural (asura).
Agar tidak dicuri, para dewa memerlukan pertolongan Wisnu, Yang Maha Tinggi. Wisnu berubah wujud dan menjadi gadis menawan, Mohini. Ia pun berhasil mengalihkan perhatian para asura. Wisnu mengganti ramuan itu dengan alkohol dan mengembalikan cairan berharga itu kepada para dewa.
Jadi, Amrita diamankan hanya untuk para dewa. Namun, salah satu iblis licik, Rahu, yang menyamar sebagai dewa, akhirnya berhasil mencicipi Amrita. Matahari dan bulan kemudian memperingatkan Wisnu. Ia pun segera memenggal kepala Rahu, tetapi hal itu terjadi terlambat. Rahu telah mengonsumsi sebagian nektar untuk membuatnya abadi.
Sejak saat itu, kepalanya disebut Rahu dan mayat dikenal sebagai Ketu dalam mitologi Hindu. Rahu dan Ketu menjadi musuh matahari dan bulan. Gerhana matahari dan bulan terjadi karena Rahu dan Ketu menelan matahari dan bulan saat keduanya mendekat.
Garuda mencuri amrita
Selain Rahu dan para asura, ada makhluk lain yang berusaha mencuri amrita. Untuk menghilangkan penderitaan ibunya, garuda harus mempersembahkan amrita bagi para naga yang menawan ibunya.
Garuda tahu bahwa ini akan menjadi tugas yang sangat sulit untuk diselesaikan. Dewa mitologi Hindu menjaga ramuan itu dengan api yang menutupi seluruh langit dan bilah tajam yang berputar. Terdapat dua ular berbisa besar yang ditempatkan secara protektif di sebelah ramuan itu.
“Namun, raja burung yang perkasa tidak takut,” ungkap Sutherland. Dia mengalahkan mereka semua dan memasuki area tempat amrita disimpan dan dilindungi. Dengan pot amrita di mulutnya, dia segera kembali ke para naga yang telah mengendalikan ibunya.
Dalam perjalanan, Garuda bertemu dengan Wisnu. Mereka bertukar janji dan Wisnu menjanjikan keabadian kepada Garuda bahkan tanpa minum dari periuk amrita. Garuda pun setuju untuk tunggangan Wisnu.
Saat melanjutkan perjalanan, Garuda bertemu Indra. Ia berjanji bahwa setelah memberikan ramuan keabadian kepada naga, ia akan mengembalikan amrita. Indra kemudian berjanji akan memberikan naga tersebut kepada Garuda sebagai makanannya.
Sesampainya di negeri para naga, Garuda meletakkan pot berisi ramuan di atas rumput. Ia meminta mereka untuk segera membebaskan ibunya. Para naga juga harus melakukan beberapa ritual keagamaan yang diperlukan sebelum mengonsumsi amrita.
Saat para naga sedang sibuk dengan ritualnya, Indra bergegas ke tempat itu dan mengambil periuk berisi amrita. Ketika naga kembali, mereka terkejut melihat ramuan itu lenyap dan hanya tetesan kecil yang tersisa di tanah. Mereka mencoba menjilat tetesan yang tersisa. Legenda menyebutkan bahwa hal ini membuat lidah mereka terbelah dua.
Ketika misi Garuda terpenuhi dan amrita kembali ke dewa, dia harus memenuhi janjinya kepada Wisnu. Sejak saat itu, Garuda menjadi dekat dengan Wisnu.
Sejak itu, amrita terus dijaga dengan ketat oleh para dewa mitologi Hindu.