Dampak Jejak Karbon yang Berpotensi Merusak Situs Candi Borobudur

By Galih Pranata, Kamis, 14 September 2023 | 09:00 WIB
Borobudur tampak dari kejauhan, kabut pagi menciptakan lapisan-lapisan siluet dan dampak jejak karbon menjadi kekhawatiran akan keberlangsungan masa depan situs ini. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.idAbad ke-21 dipenuhi distorsi akibat pencemaran bumi yang dihasilkan gas-gas alam, berkat letusan gunung berapi dan partikel-partikel lainnya menyebabkan pencemaran berkelanjutan.

Candi porous atau yang bangunan candi berfondasi batuan andesit, memiliki kerentanan terkena berbagai masalah yang berkaitan dengan persoalan kerusakan dan pelapukan. Seperti halnya Candi Borobudur.

Sejak lama, tingkat keterawatan Candi Borobudur semakin mengkhawatirkan. Hal itu disebabkan karena Candi Borobudur kerap dinaiki sejumlah pengunjung dalam skala besar yang memberi kontribusi terhadap keamblesan struktur bangunan candi.

Namun, tidak hanya itu, "Jejak karbon juga berpotensi besar dalam proses kerusakan bangunan candi," tulis Agnes Sri Mulyani dalam artikel ilmiahnya kepada Universitas Kristen Indonesia yang berjudul "Pemanasan Global, Penyebab, Dampak dan Antisipasinya" terbitan 2021.

Jejak karbon meliputi banyak hal yang berkaitan dengan gas yang dihasilkan dari alam, hingga emisi gas yang dihasilkan oleh sejumlah aktivitas manusia. Seperti halnya aktivitas asap limbah pabrik yang dapat mengundang adanya hujan asam.

"Hujan asam adalah hasil dari adanya percampuran limbah kimia yang bercampur dengan air laut, hingga menghasilkan hujan asam yang bersifat korosif terhadap batuan (candi)," tutur Jonanda Anugerah Fattah, akademisi sekaligus peneliti di bidang Biologi dan lingkungan.

Hujan yang membawa asam dapat membuat korosi pada batuan, utamanya batuan andesit. Hujan asam juga dapat disebabkan dari proses erupsi dan abu vulkanik.

"Ketika gas vulkanik hasil dari erupsi gunung berapi dan bercampur dengan air, maka akan menghasilkan asam yang dapat bersifat korosif," sambung Wahyuni.

Asam-asam tersebut dapat berupa asam karbonat, asam sulfat, dan asam nitrat, yang dapat berasal dari proses pelarutan dari gas CO2, SO2, dan NO2 sebagai gas vulkanik, ke dalam air yang bersifat korosif.

Asam-asam tersebut bersifat korosif dan akan bereaksi dengan berbagai mineral, seperti feldspar atau plagioklas. Mineral ini merupakan komponen utama batu andesit atau batuan yang digunakan sebagai fondasi utama bangunan Candi Borobudur.

Keanggunan 'Borobudur' karya Daoed Joesoef pada 1 Januari 1983, sekitar tujuh minggu sebelum diresmikan Presiden Soeharto. (Daoed Joesof )

Wahyuni menjelaskan dalam tulisannya bahwa reaksi kimia yang dapat terjadi pada mineral feldspar atau plagioklas antara lain hidratasi, hidrolisis, dan karbonatasi.