Nationalgeographic.co.id - Sejarah Perang Salib tentunya tidak lepas dari organisasi utama yang terlibat. Dari semua itu, Kekaisaran Bizantium adalah pihak yang paling menanggung akibatnya, sebelum kemudian runtuh sepenuhnya.
Seperti diketahui, sejarah Perang Salib dimulai atas permintaan Kekaisaran Binzantium kepada Kristen Barat yang dipimpin Paus Urbanus II. Ia kemudian mengeluarkan seruan pada seluruh para pemimpin Kristen Barat.
Seruan Paus ditanggapi responsif oleh para pemimpin Kristen Eropa, begitu pula ribuan kesatria Eropa. Paus Urbanus II kemudian mengirim pasukan untuk membantu Bizantium pada tahun 1091.
Pada abad ke-12 M, Kekaisaran Bizantium mengalami kemunduran dan pasukannya mencerminkan situasi ini dengan sebagian besar terdiri dari tentara bayaran.
Kekaisaran Bizantium mengirimkan permohonan ke kristen barat karena merasa terancam atas perluasan pengaruh Kekaisaran Rum. Kekaisaran Rum saat itu terus membesar dan berbatasan langsung dengan Kekaisaran Bizantium.
Pada saat Perang Salib Pertama, kaisar Bizantium Alexios I Komnenos (memerintah 1081-1118 M) dapat mengumpulkan pasukan sekitar 70.000 orang bila diperlukan.
Pada awal sejarah Perang Salib, Kekaisaran Bizantium memang berkontribusi pada Pasukan Salib. Namun, nantinya Kekaisaran Bizantium malah menjadi korban Perang Salib Keempat (1202-1204 M).
Kekaisaran Bizantium sebenarnya memang telah lama merasakan keganasan Pasukan Salib Kristen Barat. Sepanjang gerakan Perang Salib pertama hingga ketiga, setiap wilayah Kekaisaran Bizantium yang dilewati pasukan Salib Kristen Barat selalu timbul masalah.
Masalah yang ditimbulkan Pasukan Salib Kristen Barat mulai dari penjarahan bahkan hingga pemerkosaan. Hal itu telah menimbulkan sinisme berkepanjangan Kekaisaran Bizantium terhadap Kristen Barat.
Puncaknya adalah pada sejarah Perang Salib Keempat, Kekaisaran Bizantium dirampok, dijarah, dan dibantai pasukan Salib Kristen Barat.
Peristiwa itu dikenal dalam sejarah Perang Salib dengan sebutan Penjarahan Konstantinopel. Penghancuran Kristen Timur (Kekaisaran Bizantium) oleh Kristen Barat yang dianggap berseberangan.
Dengan banyaknya peristwa yang terjadi sepanjang sejarah Perang Salib, kekaisaran Bizantium memang menjadi sangat lemah. Bahkan Kekaisaran Bizantium disebut hanya sebagai negara kota, kekuasaannya hanya sebatas di kota Konstantinopel.
Kekaisaran Bizantium bergantung dengan pasukan bayaran yang dikenal dengan ordo militer. Organisasi yang menyediakan berbagai unit tentara bayaran termasuk kavaleri ringan Turki, Pengawal Varangian keturunan Anglo-Saxon dan Viking yang memiliki senjata besar.
Kemudian kapak perang, infanteri Serbia, Hongaria, dan Rusia. Semuanya sangat terorganisir dan terlatih dan yang paling berguna adalah, para insinyur Bizantium yang membawa keahlian yang sangat berharga dalam peperangan pengepungan.
Ordo Militer
Ordo militer awalnya dibentuk untuk melindungi dan menawarkan perawatan medis bagi para peziarah yang melakukan perjalanan melalui Tanah Suci.
Di antara ordo militer yang ada, yaitu Kesatria Templar, Kesatria Hospitaller, dan Kesatria Teutonik segera memantapkan diri mereka sebagai kehadiran militer yang sangat berharga di wilayah tersebut.
Kesatria Templar didirikan pada tahun 1119 dan diberi pengakuan kepausan pada tahun 1129. Ordo ini adalah ordo militer Katolik abad pertengahan.
Anggotanya menggabungkan kecakapan bela diri dengan kehidupan biara untuk mempertahankan tempat suci Kristen dan peziarah di Timur Tengah dan tempat lain.
Sementara, Kesatria Hospitaller adalah ordo militer Katolik abad pertengahan yang didirikan pada tahun 1113 M dengan nama lengkap 'Kesatria Ordo Hospitaller Santo Yohanes dari Yerusalem'.
Setelah markas mereka dipindahkan ke Rhodes pada awal abad ke-14 M, anggota ordo tersebut sering disebut Knights of Rhodes. Ketika mereka pindah lagi pada tahun 1530 M, kali ini ke Malta, mereka kemudian dikenal sebagai Knights of Malta.
Kesatria Teutonik abad pertengahan adalah anggota militer Katolik Deutscher Orden atau Ordo Teutonik, yang secara resmi didirikan pada Maret 1198 M. Misi pertama para kesatria Teutonik adalah membantu merebut kembali Yerusalem pada Perang Salib Ketiga (1187-1192 M).
Kesatria dari ordo militer direkrut dari seluruh Eropa dan hidup mirip seperti biarawan, sering kali diberikan tugas menjaga jalur-jalur yang paling berbahaya.
Kesatria ordo militer juga menjaga kastel-kastel yang memiliki nilai strategis tinggi, serta mereka menyediakan beberapa ratus kesatria untuk sebagian besar pasukan lapangan Perang Salib.
Dengan pelatihan dan peralatan terbaik, mereka adalah pasukan elite dari Pasukan Salib dan seringnya eksekusi mereka jika ditangkap merupakan bukti rasa hormat yang mereka dapatkan dari lawan.
Mereka terlalu terampil dan fanatik untuk diizinkan kembali ke medan perang di masa depan. Satu-satunya kelemahan ordo militer ini adalah independensi total mereka.
Masalah independensi total mereka terkadang mengakibatkan perselisihan. Terutama dengan para penguasa Negara Pasukan Salib dan para pemimpin Pasukan Salib mengenai strategi dan aliansi.
Para kesatria ordo militer kadang-kadang sedikit terlalu antusias di medan perang dan dapat melakukan serangan yang gegabah dan tidak terencana. Namun keberanian dan nilai mereka terhadap perjuangan dalam sejarah Perang Salib tidak dapat disangkal.
Perintah militer lainnya segera bermunculan di Eropa, khususnya di semenanjung Iberia selama Reconquista melawan Pasukan Muslim Moor dan Ketiga ordo militer. Pasukan ini telah disebutkan menyebarkan tentakel kekuasaan mereka ke seluruh daratan Eropa.
Sementara itu, kesatria Teutonik sangat efektif dan membentuk negara mereka sendiri di Prusia dan sekitarnya. Selama Perang Salib Utara mereka melawan kaum pagan Eropa.