Mencari Cara agar Karang Pesisir Bisa Bertahan dari Perubahan Iklim

By Utomo Priyambodo, Senin, 18 September 2023 | 16:00 WIB
Terumbu karang di Samudra Pasifik. Para peneliti mencari cara agar terumbu karang di lautan dan pesisir bisa bertahan dari perubahan iklim. (Anna Roik/University of Konstanz)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah ekspedisi menelusuri laut dan pesisir di Samudra Pasifik telah rampung dijalankan. Hasilnya mulai dipublikasikan satu per satu.

Ekspedisi itu bertajuk Tara Pacific. Mirip dengan ekspedisi seratus atau dua ratus tahun lalu, ekspedisi Tara Pacific berlangsung selama dua tahun. Tujuannya adalah untuk meneliti kondisi kehidupan dan kelangsungan hidup karang.

Kapal ekspedisi tersebut melintasi seluruh Samudra Pasifik, mengumpulkan inventaris genetik terbesar yang dilakukan dalam sistem kelautan mana pun hingga saat ini. Tim yang terdiri dari 70 ilmuwan dari delapan negara mengambil sekitar 58.000 sampel dari seratus terumbu karang yang diteliti.

Hasil pertama analisis tersebut kini telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications. Kumpulan data ekosistem terumbu karang terbesar yang pernah ada ini tersedia secara gratis dan, di tahun-tahun mendatang, akan menjadi dasar untuk menjelaskan kondisi kehidupan karang dan menemukan cara agar karang bisa bertahan dari perubahan iklim.

Hasil penting pertama dari ekspedisi ini adalah pengetahuan bahwa keanekaragaman hayati mikroba global ternyata jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Dampak lingkungan terhadap adaptasi evolusi bersifat spesifik pada spesies. Dan, gen-gen penting pada karang terduplikasi.

Keanekaragaman hayati global sepuluh kali lebih tinggi dari perkiraan

Terumbu karang adalah ekosistem laut yang paling beragam secara biologis di Bumi. Meskipun wilayah ini hanya mencakup 0,16 persen lautan di dunia, wilayah ini merupakan rumah bagi sekitar 35 persen spesies laut yang diketahui.

Dengan menggunakan kumpulan data berbasis penanda genetik, para peneliti menemukan bahwa seluruh perkiraan keanekaragaman hayati bakteri secara global sudah terkandung dalam mikroorganisme terumbu karang.

“Kami selama ini meremehkan keanekaragaman hayati mikroba global,” kata Christian Voolstra, profesor genetika adaptasi sistem perairan di University of Konstanz dan koordinator ilmiah ekspedisi Tara Pacific, seperti dikutip dari keterangan tertulis University of Konstanz.

Voolstra mengatakan perkiraan keanekaragaman hayati saat ini, sekitar lima juta bakteri, diremehkan (underestimated) sekitar 10 kali lipat.

Dampak lingkungan terhadap adaptasi evolusi bersifat spesifik pada spesies

Ke-32 kepulauan yang diteliti dalam ekspedisi ini berfungsi sebagai laboratorium alam dan menyediakan berbagai macam kondisi lingkungan. Hal ini memungkinkan untuk menguraikan hubungan antara parameter lingkungan dan genetik dalam skala spasial yang besar.