Mangrove kemudian tumbuh kembali secara alami, dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 70 persen–jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 15-20 persen mangrove yang ditanam.
Seiring berjalannya waktu, tanah menumpuk di akar mangrove, sehingga dapat mencegah naiknya permukaan air laut sehingga tidak dapat menggenangi masyarakat. Pekerjaan ini akan meningkatkan ketahanan 70.000 orang terhadap aspek perubahan iklim.
Para ahli juga telah membantu 277 petambak udang membangun tambak udang yang dapat hidup berdampingan dengan mangrove dan meningkatkan keberlanjutan operasi mereka.
Para petani ini telah melihat hasil panen udang mereka meningkat tiga kali lipat. Upaya ini dan inisiatif unggulan lainnya dipilih di bawah bendera Dekade Restorasi Ekosistem Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Itu adalah sebuah gerakan global yang dikoordinasikan oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Hal ini dirancang untuk mencegah dan membalikkan degradasi ruang alami di seluruh planet ini.
Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen mengatakan, bahwa inisiatif ‘Membangun untuk Alam’ di Indonesia adalah contoh luar biasa dari upaya adaptasi yang cerdas dan berwawasan ke depan.
Inisiatif tersebut merupakan bagian dari kelompok unggulan Restorasi Dunia yang pertama. "Itu adalah model yang patut ditiru dalam hal bagaimana negara-negara dapat memanfaatkan alam untuk menangkal dampak buruk perubahan iklim sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat," katanya.
Qu Dongyu, Direktur Jenderal FAO, mengatakan, bahwa FAO, bersama dengan UNEP, sebagai salah satu pemimpin Dekade Restorasi Ekosistem PBB, dengan bangga memberikan penghargaan kepada 10 inisiatif restorasi ekosistem yang paling ambisius, visioner, dan menjanjikan sebagai Unggulan Restorasi Dunia 2022.
"Terinspirasi oleh produk-produk unggulan ini, kita dapat belajar memulihkan ekosistem demi produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik bagi semua orang, tanpa meninggalkan siapa pun,” katanya.
Muhammad Yusuf, Direktur Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikana RI, mengatakan bahwa wilayah Demak sangat rentan terkena dampak perubahan iklim.
"Ratusan dan ribuan hektare lahan hilang. Metode ini meniru sistem perakaran pohon bakau. Jadi, sedimen masuk. Air laut berangsur-angsur surut ke laut. Ketika pohon bakau berakar secara kolektif di sana, hal ini akan menjadi penghalang alami untuk mengurangi efek erosi," katanya.