Mengapa Status Wanita Dianggap Rendah di Zaman Edo Kekaisaran Jepang?

By Hanny Nur Fadhilah, Senin, 25 September 2023 | 07:00 WIB
Status sosial perempuan di zaman Edo Kekaisaran Jepang dipandang rendah. ()

Nationalgeographic.co.id—Kehidupan perempuan di Kekaisaran Jepang memiliki peran dan status yang berubah-ubah.

Di masa awal sejarahnya Jepang sempat memiliki Kaisar wanita pada abad ke 8 Masehi (era Heian). Mereka dapat menerima warisan dan memiliki hak miliknya sendiri. Namun di masa sesudahnya, yakni di zaman Edo atau Tokugawa status dan hak mereka menurun. 

Periode Tokugawa adalah masa perang dan budaya pejuang, di mana kelas samurai sangatlah penting. Lalu, bagaimana kehidupan para perempuan saat di zaman Edo?

Pada masa Edo kelas militer yang disebut bushi adalah kelas yang dominan di Jepang. Dominasi kelas dengan peran maskulin ini menyiratkan turunnya status dan peran wanita dalam masyarakat.

Kepercayaan asli Jepang yaitu Shinto yang menjadikan figur wanita sebagai unsur sakral dan sejarah penyatuan Jepang yang dimulai oleh Ratu Himiko tergeser oleh konfusianisme yang secara praktis berguna bagi pemerintahan bakufu. 

Dalam konflik ini terdapat status hierarki yang meminta ketundukan terhadap kepala, baik kepada kepala negara maupun kepala keluarga. Ketundukan istri kepada kepala keluarga dengan ini menempatkan mereka pada peran domestik di dalam rumah.

Perempuan pada zaman Edo memiliki status lebih rendah dan memiliki hak yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Perempuan juga kehilangan hak ekonomi dan politik akibat undang-undang Tokugawa.

Dikutip Samurai History, perempuan tidak boleh memiliki harta benda. Suami perempuan juga berhak membunuh istrinya karena malas dalam keadaan melakukan pekerjaan rumah tangga.

Pada zaman Edo, pernikahan diatur oleh orang tua, dan wanita tersebut tidak mempunyai pilihan atau hak untuk menentukan siapa yang harus dinikahinya. Perempuan harus menanggung kesulitan dan pelecehan brutal serta melayani suami dan mertua mereka.

Istri para Samurai dan petani mempunyai status yang berbeda, namun hak-hak mereka sama-sama terbatas.

Bahkan, jika seorang wanita samurai bisa belajar membaca dan menulis, mereka tidak pernah diizinkan untuk menggunakan ajaran mereka dalam pekerjaan sebenarnya di pemerintahan.

Perempuan dalam segala hal berada di bawah laki-laki. Perempuan mulai diklasifikasikan di bawah laki-laki selama periode Tokugawa.