Apakah Masyarakat di Kekaisaran Romawi Merayakan Ulang Tahun?

By Sysilia Tanhati, Selasa, 26 September 2023 | 14:00 WIB
Tradisi perayaan ulang tahun sudah dilakukan sejak zaman Kekaisaran Romawi. Bagaimana asal-usulnya?
Tradisi perayaan ulang tahun sudah dilakukan sejak zaman Kekaisaran Romawi. Bagaimana asal-usulnya? (Antoine-François Callet)

Nationalgeographic.co.id—Salah satu prasasti paling terkenal dari zaman Kekaisaran Romawi berasal dari Vindolanda. Vindolanda adalah sebuah benteng di sepanjang Tembok Hadrian di Inggris utara. Prasasti itu disebut “kartu ulang tahun”. “Kartu” tersebut ditulis oleh Claudia Severa dan ditujukan pada temannya, Sulpicia Lepidina. “Prasasti itu diperkirakan dibuat pada tahun 100 Masehi,” tulis Sarah Bond di laman Forbes.

Pada sebuah tablet kayu kecil, Severa mendiktekan kepada seorang juru tulis. Isinya berupa undangan untuk merayakan ulang tahun pada tanggal 11 September. Ia juga menambahkan ucapan selamat dalam tulisan tangannya sendiri.

Surat Severa mengungkapkan pentingnya ulang tahun pribadi dalam budaya Romawi. Rupanya, tradisi perayaan ulang tahun sudah dilakukan sejak zaman Kekaisaran Romawi.

Kalender Romawi yang mengendalikan organisasi waktu

Kalender Romawi awal memiliki kekuatan dalam mengendalikan organisasi waktu masyarakat Romawi.

Kalender ini awalnya dimulai pada bulan Maret (Martius), menurut Ovid. Kalender kemudian berkembang menjadi April, Mei, Juni, Quinctilis, Sextilis, September, Oktober, November dan Desember.

“Reformasi kalender ini dilakukan oleh raja awal Roma, Numa Pompilius,” tambah Bond. Namun sebenarnya sekitar pertengahan era Republik Romawi, kalender ini kemudian beralih ke kalender pra-Julius (Julian).

Pada kalender pra-Julius, 2 bulan terakhir kemudian ditambahkan: Januari dan Februari. Januari menjadi awal tahun dan semua angka bulan tersebut (seperti Oktober, bulan kedelapan) menjadi terpisah dari makna aslinya.

Gary Forsythe penulisTime in Roman Religion mengungkapkan bahwa angka ganjil dianggap lebih menguntungkan daripada angka genap. Kenapa? Pasalnya, angka tersebut tidak dapat dibagi. Jadi setiap bulan kecuali bulan Februari diberi jumlah hari ganjil, baik 29 atau 31.

Pentingnya pengorganisasian waktu di era Republik hingga Kekaisaran Romawi

Pengorganisasian waktu adalah hal yang sakral dan merupakan urusan para pendeta. Karena itu, kalender Romawi tidak selalu ditampilkan di depan umum. Baru pada sekitar tahun 304 Sebelum Masehi, kalender publik ditetapkan di Forum Romawi atas desakan seorang hakim, Gnaeus Flavius.

Masyarakat di Kekaisaran Romawi tidak mempunyai apa yang kita sebut sebagai akhir pekan. Tapi mereka memisahkan 8 hari dalam seminggu menjadi nundinae yang ditandai A-H. Satu hari dikhususkan untuk pasar ketika para petani tidak bekerja.

Ada 48 festival, dengan bulan yang disusun berdasarkan Kalends (hari pertama setiap bulan), Ides (tanggal 13 atau 15), dan Nones (9 hari mundur dari Ides).

Kalender pra-Julius ini memiliki 355 hari dan karenanya harus disesuaikan secara berkala melalui metode yang disebut interkalasi. Interkalasi adalah penyisipan hari kabisat, minggu, atau bulan dalam beberapa tahun kalender untuk membuat kalender mengikuti fase musim atau bulan.

Asal-usul perayaan ulang tahun di Kekaisaran Romawi

Pada pertengahan hingga akhir Republik Romawi, tanggal 21 April 753 Sebelum Masehi diakui sebagai hari lahir Roma. Hari lahir Roma dirayakan bersamaan dengan Parilia, sebuah festival untuk menjamin kesehatan ternak dan ternak. Saat Kaisar Hadrian berkuasa, Parilia ini secara resmi berganti nama menjadi Natalis Urbis atau hari lahir kota.

Seperti banyak peradaban lainnya, bangsa Romawi senang merayakan permulaan sesuatu, yang disebut dies natalis (hari lahir). Kuil, kota, dan masyarakat sering kali dikenang karena hari lahirnya.

Di Kekaisaran Romawi, mencapai usia 1 tahun adalah sebuah prestasi bagi seorang anak. Seperti yang ditulis oleh Kathryn Argetsinger, ulang tahun dalam pola pikir orang Romawi lebih mirip dengan perayaan keagamaan.

Perayaan ulang tahun di Kekaisaran Romawi

Setiap hari lahirnya, orang Romawi mempersembahkan kurban bagi dewa. Dewa ini melindungi seseorang selama setahun. Maka, perlindungan tersebut perlu ditingkatkan setiap tahun melalui pemberian kurban.

Pesta ulang tahun merupakan perpaduan utama antara tradisi agama dan persahabatan. Di hari lahirnya, orang Romawi mempersembahkan kurban, membakar dupa, kue ritual dibuat dan dimakan, dan jubah putih dikenakan. Semua itu merupakan tradisi Romawi, bukan tradisi Yunani kuno.

Di era Kekaisaran Romawi, orang yang berulang tahun jauh lebih murah hati dibandingkan mereka yang menghadiri perayaan tersebut. Perayaan ulang tahun Romawi terjadi di lingkungan di mana hubungan sosial dan praktik keagamaan bersinggungan.

Di Kekaisaran Romawi, mencapai usia 1 tahun adalah sebuah prestasi bagi seorang anak. Seperti yang ditulis oleh Kathryn Argetsinger, ulang tahun dalam pola pikir orang Romawi lebih mirip dengan perayaan keagamaan. (Filippo Coarelli)

Romawi adalah masyarakat agraris yang menggunakan festival untuk merayakan kehidupan hewan, tanaman, dan manusia. Karena itu, anak-anak dan orang dewasa pun turut dirayakan kehidupannya.

Ulang tahun para kaisar tentu saja merupakan upacara publik di Kekaisaran Romawi. Seringkali hari kelahiran kaisar dikaitkan dengan dies natalis kuil dewa tertentu. Misalnya, 23 September adalah tanggal lahir Augustus, yang juga menjadi hari lahir Kuil Apollo di Lapangan Mars.

Kue madu populer di zaman Yunani dan Romawi kuno. Kue ini juga dikaitkan dengan festival tertentu, misalnya selama hari raya Romawi Liberalia, para pendeta membuat kue madu sebagai persembahan.

Masyarakat di Kekaisaran Romawi menyukai anggur dan banyak meminumnya. Anggur biasanya diencerkan dengan air. Dan tergantung pada jenis anggurnya, terkadang dicampur dengan madu dan rempah-rempah.

Seiring dengan berjalannya waktu, tradisi perayaan hari lahir di Kekaisaran Romawi pun mengalami perubahan.