Nationalgeographic.co.id—"Prasejarah Indonesia itu tidak berdiri sendiri," kata arkeolog Center for Prehistoric and Austronesian Studies (CPAS) Harry Truman Simajuntak. Di Indonesia, berbagai jenis manusia purba dan prasejarah manusia modern dapat ditemukan oleh para arkeolog. Hal ini menambah khazanah pengetahuan sejarah perkembangan peradaban manusia, khususnya di Indonesia.
"Apa yang menyebabkan Indonesia begitu kaya akan tinggalan masa lampau, setidaknya ada dua faktor," lanjutnya di Commemoration of the 20th Anniversary of Homo floresiensis Discovery yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Senin, 2 Oktober 2023.
Acara ini merupakan perayaaan 20 tahun penemuan Homo floresiensis di Liang Bua, Nusa Tenggara Timur.
Faktor pertama, kepulauan Indonesia secara iklim sangat strategis. Bentang alamnya berada di bawah khatulistiwa, membuat iklimnya tropis dengan iklim yang stabil sepanjang tahun. Kondisi ini berbeda dengan di belahan bumi lain yang musimnya bisa berubah, seperti di dekat kutub.
"Ini sangat kondusif bagi manusia, terutama pada masa-masa purba, ketika manusia memiliki kemampuan terbatas mengatasi problem-problem lingkungan," lanjut Truman.
Selanjutnya, Indonesia secara geografis Indonesia berada di antara dua benua (Asia dan Australia) dan berada di antara berbagai kawasan kepulauan. Kawasan kepulauan yang berada di sekitarnya seperti kepulauan Jepang, kepulauan Filipina, kepulauan Mikronesia dan Polinesia, dan masih banyak lagi.
"Boleh dikata, Indonesia berada di antara persimpangan-persimpangan dalam interkoneksi dengan kawasan lain," ungkap Truman.
"Kalau pada era purba, barang kali kawasan tropis yang paling memengaruhi dengan sejak dini didatangi dengan manusia-manusia purba erectus, tetapi masa-masa kemudian—ketika manusia sudah memiliki teknologi yang semakin maju—keletakkan geografisnya sangat memengaruhi kehidupan di kepulauan kita."
Salah satu jenis manusia purba yang membangun peradaban di Indonesia adalah Homo floresiensis (manusia dari Flores). Manusia purba ini adalah salah satu spesies manusia yang menggemparkan dunia arkeologi pada awal abad 21 karena ukurannya yang kecil, dan disebut sebagai Hobbit—bangsa manusia kerdil dalam sastra fiksi karya J.R.R Tolkien.
Kerangka Homo floresiensis diekskavasi di Liang Bua, Pulau Flores pada September 2003. Awalnya sempat menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan untuk menentukan apakah kerangka tersebut adalah manusia purba atau primata non-manusia. Namun, pada saat penelitian lebih lanjut, para ahli kemudian menetapkannya sebagai spesies manusia purba yang baru ditemukan.
"Homo floresiensis ini luar biasa, karena merupakan suatu temuan yang sangat spektakuler, tentu dalam kaitannya dengan temuan baru spesies dalam kancah paleontologi manusia dan paleoantropologi," tutur Yahdi Zaim, Professor of Paleontology and Sedimentology Institut Teknologi Bandung, dan pernah terlibat langsung dalam penelitian manusia flores.
Sebelum abad 21, para arkeolog menyatakan terdapat dua jenis manusia purba yang menghidupi kepulauan Indonesia, Homo erectus dan Homo sapiens. Temuan kerangka Homo erectus dan Homo sapiens ditemukan di Pulau Sumatra dan Jawa. Kemajuan peradaban manusia tertua pun ditemukan dalam lukisan cadas yang tersebar dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua.