Nationalgeographic.co.id—Pada tanggal 29 Mei 1453, tentara Ottoman, yang dipimpin oleh Mehmed sang Penakluk, merebut Konstantinopel. Dalam sejarah dunia, peristiwa itu dikenang sebagai “Kejatuhan Konstantinopel”. Jatuhnya ibu kota kuno itu mengakhiri kejayaan Kekaisaran Bizantium sekaligus hidup kaisar terakhirnya, Constantine Palaiologos.
Legenda “Kaisar Marmer” dari Kekaisaran Bizantium
Setelah Konstantinopel direbut, muncullah legenda “Kaisar Marmer”, Constantine Palaiologos.
Jenazah kaisar terakhir dari Kekaisaran Bizantium tidak pernah ditemukan setelah jatuhnya kota tersebut. Bahkan makamnya juga tidak pernah ditemukan.
Legenda mengatakan bahwa Constantine XI Paleologos tidak mati di tangan Ottoman. “Alih-alih tewas di tangan musuh, ia dipercaya telah berubah menjadi marmer,” tulis Philip Chrysopoulos di laman Greek Reporter.
Menurut legenda, Constantine sebenarnya belum mati, namun telah diselamatkan oleh malaikat. Ia berubah menjadi marmer. Kaisar terakhir itu tersembunyi di bawah Gerbang Emas Konstantinopel menunggu panggilan dari Tuhan untuk dihidupkan kembali. Bila saatnya tiba, ia akan merebut kota dan membangun kembali Kekaisaran Bizantium.
Mungkin legenda Kaisar Marmer adalah kisah yang disebarkan di kalangan orang-orang yang kalah. Tujuannya adalah untuk menjaga harapan mereka tetap hidup agar para penakluk tidak berlama-lama di Konstantinopel.
Kehidupan Constantine XI Palaiologos
Constantine XI Palaiologos lahir pada tanggal 8 Februari 1405. Ia adalah putra Kaisar Manuel II Palaiologos dan istrinya Elena Dragases.
Sedikit yang diketahui tentang kehidupan Constantine sebelum ia naik takhta Kekaisaran Bizantium. Ia adalah seorang jenderal yang terampil. Bersama saudara-saudaranya, ia memimpin Despotate of Mystras, di Moreas.
Pada tahun 1427–1428, Constantine dan saudaranya Ioannis menangkis serangan terhadap Moreas oleh Carlo II Tocco, penguasa Epirus. Pada tahun 1428, Constantine diangkat sebagai Despot of the Moreas. Ia memerintah provinsi tersebut bersama kakak laki-lakinya Theodore dan adiknya Thomas.
Bersama-sama, Palaiologos bersaudara memperluas kekuasaan Kekaisaran Bizantium hingga mencakup hampir seluruh semenanjung Peloponnesia. Hal itu terjadi untuk pertama kalinya sejak Perang Salib Keempat.
Mereka membangun kembali tembok Hexamilion kuno. Tembok tersebut melindungi semenanjung dari serangan luar. Kemudian pada tahun 1444-1446, Constantine secara pribadi memimpin serangan militer ke Yunani Tengah dan Thessaly. Serangan militer itu dilakukan sebagai upaya memperluas kekuasaan Kekaisaran Bizantium lebih jauh ke Yunani.
Kekaisaran Bizantium sedang mengalami kemunduran ketika Constantine diangkat menjadi kaisar pada tanggal 6 Januari 1449. Di saat yang sama, Kekaisaran Ottoman sedang bangkit dan mengambil alih wilayah yang pernah berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Bizantium.
Constantine melakukan upaya untuk menyatukan Gereja Ortodoks dengan Gereja Katolik. Ia berharap umat Katolik dapat memberikan bantuan militer untuk menghentikan kemajuan Kekaisaran Ottoman. Namun sayangnya, siasat tersebut tidak membuahkan hasil.
4 tahun setelah mengambil alih kekuasaan di Bizantium, Constantine Palaiologos dipanggil untuk melawan pengepungan ketiga Konstantinopel oleh Kekaisaran Ottoman. Pengepungan dimulai pada tanggal 15 April 1453. Serangan Ottoman berakhir dengan jatuhnya kota tersebut pada tanggal 29 Mei di tahun yang sama.
Pertempuran terakhir dan kematian Constantine XI Palaiologos
Constantine menyadari bahwa ia tidak memiliki kekuatan militer yang cukup untuk mencegah penaklukan Konstantinopel oleh pasukan Mehmed sang Penakluk.
Sesaat sebelum musim gugur, Palaiologos mengunjungi Hagia Sophia, di mana dia menerima Komuni Kudus. Dia kemudian mengucapkan selamat tinggal terakhirnya kepada keluarganya sebelum berangkat berperang.
Ketika pasukan Ottoman menyerbu kota, beberapa orang menyarankan Palaiologos melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya.
Namun, kesaksian mengatakan dia bersikeras untuk tetap tinggal dan berjuang sampai akhir yang pahit. Dia terbunuh dalam pertempuran, kemungkinan dipenggal oleh tentara Ottoman.
Dikatakan bahwa Mehmed II memerintahkan pencarian jenazahnya. “Ketika ditemukan, dia berduka dan menguburkan jenazah musuhnya itu,” tambah Chrysopoulos. Namun makam Palaiologos tidak ditemukan di Konstantinopel.
Makam Constantine XI Palaiologos yang “hilang”
Pada tahun-tahun berikutnya, ada banyak laporan tentang tempat di mana Constantine dikuburkan. Namun, laporan bahwa jenazahnya dimakamkan di dalam Hagia Sophia tidak dapat dibuktikan.
Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa selama 2 tahun pertama setelah Kejatuhan Konstantinopel, Kaisar Bizantium itu berlindung di Gereja Rasul Suci. Gereja itu digunakan sebagai tempat kedudukan Contantine. Konon, kaisar terakhir dari Bizantium itu juga dimakamkan di sana.
Namun gereja tersebut kemudian ditinggalkan oleh umat Kristen. Mehmed II memerintahkan agar gereja tersebut dibongkar untuk dijadikan Masjid Fatih.
Jika tulang belulang Palaiologos memang ada di Gereja Rasul Suci, kemungkinan besar tulang tersebut hilang setelah dibongkar. Atau, sisa-sisa sang kaisar mungkin dipindahkan ke lokasi lain.
Laporan menunjukkan bahwa jenazah para rasul dan keluarga kekaisaran ditempatkan di Gereja Saint Theodosia. Gereja itu kemudian diubah menjadi Masjid Gul.
Namun, saat ini tidak dapat dipastikan apakah tulang belulang Kaisar Constantine Palaiologos memang berada di bekas Gereja Saint Theodosia.