Bagaimana Cara Menjadi Kesatria dalam Sejarah Abad Pertengahan?

By Ricky Jenihansen, Kamis, 12 Oktober 2023 | 13:00 WIB
Kesatria adalah kelas sosial yang ditakuti dalam sejarah Abad Pertengahan. (The Collector)

Nationalgeographic.co.id—Kesatria adalah kelas sosial yang paling ditakuti dan paling dilindungi dalam sejarah Abad Pertengahan. Sementara dalam kehidupan sosial, kesatria adalah anggota masyarakat yang berpakaian modis dan berperilaku terbaik.

Namun, untuk mencapai posisi tinggi ini dalam sejarah Abad Pertengahan bisa dikatakan sangat sulit. Hal itu karena selama Abad Pertengahan, kaum elit selalu ingin mempertahankan status eksklusif mereka itu.

Syarat untuk menjadi seorang kesatria yaitu, kelahiran bangsawan, pelatihan sejak kecil, uang untuk membeli senjata, kuda dan pengawal, hingga pengetahuan tentang aturan kesatria.

Ada syarat opsional, seperti ketampanan, pakaian bagus, lambang yang mencolok, dan kemampuan membacakan puisi dan lagu. Syarat opsional dan syarat berat lainnya diberlakukan untuk seseorang yang ingin naik ke puncak tingkat elit masyarakat abad pertengahan.

Menjadi kesatriaProses menjadi seorang kesatria dimulai sejak usia dini. Titik awal yang khas untuk anak muda berusia 7 hingga 10 tahun adalah ketika dia belajar menangani kuda, berburu, dan menggunakan senjata tiruan sambil mengabdi pada seorang kesatria.

Sejak usia 14 tahun, langkah selanjutnya adalah menjadi seorang pengawal (atau esquire), yang memiliki tanggung jawab lebih dari satu tugas. Ia mulai belajar menggunakan senjata sungguhan, dan memulai pendidikan, khususnya studi tentang kesatria.

Pengawal membantu para kesatria dalam perdamaian dan perang, memegang tombak atau perisai ekstra. Mereka membersihkan baju besi mereka, dan merawat beberapa kuda yang dimiliki masing-masing kesatria.

Jika semuanya berjalan lancar, pemuda tersebut, yang saat itu berusia sekitar 18 tahun, diangkat menjadi kesatria dalam upacara yang dikenal sebagai pengukuhan dalam sejarah Abad Pertengahan.

Untuk pengukuhan, calon kesatria mandi dengan baik dan berjaga di gereja semalaman. Pada hari upacara, pengawal didandani oleh dua orang kesatria dengan tunik putih dan ikat pinggang putih untuk melambangkan kesucian.

Mereka juga menggunakan stoking hitam atau coklat untuk melambangkan bumi tempat dia akan kembali suatu hari nanti. Selanjutnya jubah merah untuk darah yang kini siap dia curahkan untuk baron, penguasa dan gereja.

Ia diberikan pedang baru yang kemudian diberkati oleh seorang pendeta dengan syarat ia selalu melindungi orang miskin dan lemah.

Bilah pedang itu memiliki dua ujung tajam. Satu untuk melambangkan keadilan, yang lain kesetiaan dan kesatriaan. Kesatria yang memberikan kehormatan, mungkin akan memasangkan atau menaruh pedang dan ikat pinggang pada pengawal tersebut, dan memberinya ciuman di pipi.