Naik Turun Wilayah Kekaisaran Bizantium, dari Mesir hingga Palestina

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 14 Oktober 2023 | 16:00 WIB
Peta wilayah Kekaisaran Bizantium, mulai dari kenaikan Justinian I pada tahun 527, hingga penjarahan Konstantinopel pada Perang Salib Keempat pada tahun 1204. (World History Encyclopedia/Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike)

Nationalgeographic.co.id—Wilayah Kekaisaran Bizantium terus naik turun selama berabad-abad. Wilayah Kekaisaran Bizantium mulai dari Mesir hingga Palestina pada awalnya, dan hanya tinggal negara kota saat kedatangan Muhammad Al Fatih.

Perubahan wilayah Kekaisaran Bizantium terjadi seiring fluktuasi keberhasilan dan kegagalan militer masing-masing kaisar. Tapi selama itu, sepertinya Yunani dianggap kurang penting dibandingkan simbol bahwa Kekaisaran Bizantium pewaris sejati budaya Yunani-Romawi.

Setelah keruntuhan Kekasairan Romawi Barat, Kekaisaran Bizantium ingin mempertahankan Italia dan Sisilia. Namun tidak berhasil karena melawan ambisi Paus dan Normandia.

Sementara itu, wilayah Balkan hingga Sungai Danube menjadi wilayah yang penting bagi Kekaisaran Bizantium. Sedangkan wilayah Asia Kecil hingga pantai Laut Hitam di utara serta Armenia di timur merupakan sumber kekayaan utama.

Namun demikian, kedua wilayah itu memerlukan pertahanan yang teratur dan kuat terhadap berbagai musuh abadi. Wilayah tersebut harus dapat dipertahankan dari perluasan Peradaban Islam.

Kemudian karena peta politik terus-menerus berubah-ubah seiring naik turunnya kerajaan-kerajaan tetangga, termasuk peristiwa-peristiwa penting seperti Anastasius I (491-518) yang berhasil mempertahankan kekaisaran dari serangan Persia dan Bulgar.

Kaisar lainnya yang terkenal, Justinian I, memerintah dibantu oleh jendralnya yang berbakat yaitu Belisarius (memerintah sekitar 500-565). Pada era pemerintahannya Kekaisaran Bizantium dapat memenangkan kembali wilayah-wilayah di Afrika Utara, Spanyol, dan Italia yang telah direbut oleh kaisar-kaisar barat.

Kaisar Justinian I adalah kaisar Kekaisaran Bizantium yang terkenal dengan reformasi hukumnya. Reformasi hukum Kekaisaran Bizantium kemudian dituangkan dalam Corpus Juris Civilis antara tahun 529 dan 534 M.

Pada masa kekuasaannya, ia berusaha mengembalikan kejayaan kekaisaran dan menaklukkan kembali bagian barat Kekaisaran Romawi.

Justinian I dianggap sebagai salah satu kaisar Bizantium yang paling penting. Dia memulai gerakan militer yang signifikan untuk merebut kembali Afrika dari Vandal (pada tahun 533 hingga 534 M) dan Italia dari Goth (535 hingga 554 M).

Pada paruh abad ke-6, bangsa Lombard di Italia dan bangsa Slavia di Balkan mulai memasuki wilayah Kekaisaran Bizantium.

Situasi ini akhirnya dibalikkan oleh Heraclius (memerintah 610-641), yang secara efektif mengakhiri Kekaisaran Sasania Persia dengan kemenangannya di Niniwe pada tahun 627.

Pembebasan oleh Peradaban Islam pada abad ke-7 dan ke-8 membuat Kekaisaran Bizantium kehilangan kekuasaannya di Levant. Termasuk kekuasaan di Yerusalem pada tahun 637, Afrika Utara, dan Asia Kecil bagian timur.

Konstantinopel bertahan melawan pengepungan dan serangan selama berabad-abad. (Palma Le Jeune)

Setidaknya, Kekaisaran ini berdiri kokoh sebagai benteng melawan perluasan peradaban Islam ke Eropa, dengan Konstantinopel dua kali bertahan dari pengepungan pasukan Muslim (674-8 dan 717-18).

Meski dapat bertahan, Kekaisaran Bizantium sebenarnya terguncang hingga ke akar-akarnya. Kekaisaran Bizantium mengalami banyak kerugian dan kehilangan banyak sumber daya.

Kemudian, pada abad ke-9, Bangsa Bulgaria melakukan serangan besar ke wilayah utara Kekaisaran Bizantium. Kebangkitan keberuntungan Kekaisaran Bizantium terjadi dengan dinasti Makedonia (867-1057) yang disebut dengan tidak tepat.

Pendiri dinasti, Basil I (memerintah 867-886), menaklukkan kembali Italia selatan, menghadapi bajak laut Kreta yang merepotkan, dan memperoleh kemenangan melawan pasukan Muslim di Siprus, daratan Yunani, dan Dalmatia.

Kaisar berikutnya, Leo VI (memerintah 886-912) kehilangan sebagian besar wilayah kekuasaannya, tetapi pada pertengahan abad ke-10 mendapat kemenangan di Mesopotamia yang dikuasai Peradaban Islam.

Kaisar berikutnya adalah Basil II (memerintah 976-1025) yang menyaksikan kemajuan mengejutkan lainnya dalam peruntungan Kekaisaran Bizantium. Basil II nantinya dikenal sebagai 'Pembunuh Bulgaria' karena kemenangannya di Balkan.

Kaisar Basil, dibantu oleh pasukan pejuang ganas keturunan Viking dari Kiev, juga meraih kemenangan di Yunani, Armenia, Georgia, dan Suriah, sehingga menggandakan ukuran Kekaisaran Bizantium. Namun, hal ini merupakan kehebohan terakhir seiring dengan terjadinya kemunduran bertahap Kekaisaran Bizantium. 

Ada persitiwa kekalahan mengejutkan dari Kekaisaran Turki Seljuk Raya pada Pertempuran Manzikert di Armenia pada tahun 1071. Selanjutnya kebangkitan singkat terjadi di bawah Kaisar Alexios I Komnenos (memerintah 1081-1118) dengan kemenangan melawan Normandia di Dalmatia dan Pecheneg di Thrace.

Kaisar Alexios I juga mendapatkan kemenangan melawan Kekaisaran Turki Seljuk Raya di Palestina dan Suriah (dengan bantuan Tentara Salib Pertama).

Akan tetapi tampaknya ada terlalu banyak musuh di terlalu banyak wilayah, sehingga sulit bagi Kekaisaran Bizantium mendapatkan kedamaian. Pada abad ke-12 dan ke-13 Kesultanan Rum juga mulai menguasai separuh Asia Kecil.

Sementara itu, Kekaisaran Bizantium menghadapi tragedi ketika Pasukan Perang Salib Keempat menjarah Kota Konstantinopel pada tahun 1204. Banyak warga sipil terbunuh, diperkosa, dan Kekaisaran Bizantium kehilangan banyak harta.

Semenjak saat itu, Kekaisaran Bizantium hanya tinggal negara kota di abad ke-14. Kekaisaran Bizantium terdiri dari wilayah kecil di ujung selatan Yunani dan sebagian wilayah di sekitar ibu kota.

Pukulan terakhir datang, sebagaimana yang mahsyur diketahui. Sultan Muhammad Al Fatih dari Kekaisaran Utsmaniyah membebaskan Konstantinopel pada tahun 1453.