Sejarah Dunia Medis: Kisah Pemburu Lintah Rela Mengamputasi Kakinya

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 21 Oktober 2023 | 12:00 WIB
Pencari Lintah, dari koleksi cetak Costume of Yorkshire (1814), karya seniman George Walker dan pengukir Robert dan Daniel Havell. (New York Public Library .)

Nationalgeographic.co.id—Ketika berbicara tentang pekerjaan di masa lampau yang dapat membuat Anda merinding, mengumpulkan lintah boleh jadi berada di urutan teratas. Meski mengerikan, profesi ini pernah populer di abad ke-19.

Saat ini, menggunakan lintah sebagai pengobatan mungkin akan terlihat sebagai suatu keanehan dan mengerikan. Namun dulunya lintah sangat penting dalam berbagai pengobatan berbagai penyakit. 

Menelusuri akarnya kembali ke pengobatan Mesir kuno, penghisap darah kecil ini dipandang sebagai elemen penting dalam dunia medis.

Menggilanya Pengobatan Lintah dalam Sejarah Dunia Medis

Meskipun pengobatan menggunakan lintah telah ada sejak zaman kuno, ia menjadi sangat populer di berbagai wilayah Eropa dan Amerika Utara pada awal abad ke-19.

Setidaknya sebagian dari popularitas lintah selama periode ini dapat ditelusuri pada teori François Joseph Victor Broussais. Seorang dokter Prancis ini percaya bahwa kesehatan dan penyakit berada di ujung yang berlawanan dari sebuah kontinum.

“Broussais berpikir bahwa ketika proses fisiologis normal menjadi kacau, peradangan terjadi, yang pada gilirannya menghasilkan penyakit,” kata Jessica Martucci, doktor sejarah dan sosiologi sains di University of Pennsylvania.

“Iritasi pada saluran pencernaan, menurut Broussais, menyebabkan peradangan yang dapat menyebabkan penyakit di mana saja di dalam tubuh. Jika semua penyakit berasal dari sumber yang sama, ia beralasan, semua pengobatan dapat dimodelkan pada terapi yang sama: mengeluarkan darah, khususnya dengan lintah,” imbuhnya.

Potret (sekitar tahun 1817) dari dokter Prancis François-Joseph-Victor Broussais, oleh litografer Nicolas-Eustache Maurin. (Wellcome Collection)

Broussais adalah kepala dokter di rumah sakit militer Val-de-Grâce di Paris. Ia mengobati tifus, disentri, dan radang usus para prajurit dengan cara yang sama-dengan lintah.

Di bawah Broussais, standar perawatannya adalah dengan memberikan 30 lintah kepada setiap pasien baru, apapun diagnosisnya.

Perkembangan penggunaan lintah untuk mengobati pasien yang terluka dan sakit parah merupakan fenomena baru. Sudah lama ada keberatan terhadap kehilangan darah melalui lancet, sebuah proses yang sering kali traumatis dan menyakitkan.