Sisir Pesisir: Arus Laut & Lelehan Es Bawa Mikroplastik Sampai Arktika

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 26 Oktober 2023 | 11:00 WIB
Sampel air Atlantik yang mengandung plankton dan mikroplastik. Mikroplastik dapat mengacaukan rantai makanan ekosistem laut. Keberadaan mikroplastik bisa sampai ke tempat terpencil di Arktik akibat arus laut dan es yang meleleh. (Morgan Trimble/Alamy)

Nationalgeographic.co.id—Mikroplastik, atau serpihan plastik berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop, ada di berbagai tempat. Materi kecil ini merupakan pecahan terkecil dari limbah plastik besar yang terpecah-pecah.

Keberadaan mikroplastik bisa ada di tempat terpencil sekalipun seperti Arktika. Padahal, dampaknya bisa sangat buruk bagi kelangsungan hidup, bahkan yang belum terjamah oleh kehidupan manusia.

Temuan ini diungkapkan oleh para ahli setelah menganalisis konsentrasi mikroplastik di Laut Barents yang berada di antara pesisir utara Norwegia dan Samudra Arktika. Penelitian itu juga menunjukkan jumlah mikroplastik global di lingkungan laut meningkat, bahkan di lokasi terpencil sekalipun.

Studi tersebut dipublikasikan di jurnal Frontiers in Marine Science pada 14 Agustus 2023. Makalah bertajuk "Microplastics in the Arctic: a transect through the Barents Sea" itu dilakukan oleh para ilmuwan dari Plymouth Marine Laboratory dan University of Exeter dalam eksplorasi sampel air bawah permukaan dalam di Laut Barents.

Laut Barents merupakan jalur utama arus dari Samudra Atlantik ke Samudra Arktika. Di bawahnya, laut ini begitu kaya dengan keanekaragaman hayati. Sudah sejak lama para ilmuwan menetapkan Laut Barents sebagai titik penelitian terkait mikroplastik yang potensial.

“Wilayah Arktika terpencil dan sebagian besar dari kita mungkin membayangkan bahwa ini adalah keajaiban alam yang masih asli," kata Rachel Coppock, rekan penulis makalah yang merupakan peneliti ekologi kelautan di Plymouth Marine Laboratory.

“Tetapi begitu mikroplastik memasuki lingkungan laut, mereka terbawa arus, seringkali dari daerah berpenduduk ribuan mil jauhnya, berakhir jauh dari sumbernya dan dalam kasus di dataran tinggi Arktika, mungkin terperangkap di es laut dan dilepaskan selama musim semi. meleleh," lanjutnya, dilansir dari Eurekalert.

Penelitian ini mencari tahu penyebaran dan karakter dari mikroplastik yang ada di Laut Barents. Diungkapkan bahwa rata-rata kuantitas di bagian timur Laut Barents adalah 0,011 mikroplastik per meter kubik. Angkanya semakin besar di ujung selatan garis pantauan ke arah utara menuju tepi es Kutub Utara.

Para peneliti juga mengidentifikasi berbagai jenis polimer mikroplastik seperti poliester, campuran kopolimer, elastomer, dan yang paling banyak adalah akrilik.

Selain itu, para peneliti mencari tahu dampaknya terhadap zooplankton. Sebab, sangat mungkin zooplankton memangsa mikroplastik yang hidup di sekitarnya. Pada akhirnya, keberadaan mikroplastik berdampak pada rantai makanan di sekitar Kutub Utara.

Konsumsi mikroplastik oleh zooplankton bisa berdampak negatif teradap kesuburan, pertumbuhan, dan feses mereka. Pemahaman ini sangat penting, karena perkembangan hidup zooplankton sangat membantu pengangkutan karbon dan nutrisi ke perairan yang lebih dalam.

Dengan temuan mikroplastik di Arktika, para ilmuwan yakin bahwa materi ini terbawa oleh sistem alami. Plastik dari sistem pengelolaan limbah yang tidak memadai atau aktivitas pariwisata di pesisir yang menyebabkan penyebaran sampah plastik, dan kapal pengangkut sampah lintas pulau yang membuatnya tercecer ke laut.

Para peneliti juga menyorot dugaan kepada aktivitas pariwisata lokal, khususnya di Svalbard, Norwegia. Aktivitas pariwisata di sana sedang meningkat, tetapi kurang memiliki infrastruktur limbah yang memadai. Hal ini menyebabkan peningkatan kebocoran limbah ke perairan sekitarnya.

Sumber mikroplastik sangat mungkin dari aktivitas pelayaran dan penangkapan ikan di laut. Pada akhirnya, serpihan amat kecil ini terbawa oleh sirkulasi laut dan pencairan es, hingga akhirnya mencapai Arktika.

Faktor mikroplastik bisa ada di Laut Barents bisa disebabkan sumber-sumber lokal, termasuk masuknya air berisi limbah dari Norwegia atau negara-negara sekitar Atlantik. Singkatnya, Kelimpahan mikroplastik yang lebih tinggi di wilayah pesisir pada akhirnya terbawa ke laut lepas.

“Pemanasan laut menyebabkan lebih banyak pencairan es di laut, berpotensi melepaskan lebih banyak mikroplastik dan menambah kompleksitas kehidupan laut dalam beradaptasi dengan perubahan dunia,” terang Coppock.

Mikroplastik Indonesia yang menyebar di lautan

Sementara Indonesia merupakan salah satu penyumbang sampah di lautan terbesar di dunia. Sebagai negara kepulauan, sampah plastik Indonesia mengalir ke Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Sampah tersebut tidak hanya dari aktivitas pariwisata di kawasan pesisir, tetapi juga aliran sungai yang bermuara ke lautan.

Lembaga kajian Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) melaporkan bahwa kandungan mikroplastik di sungai di Indonesia kontaminasi yang sangat tinggi. Di antaranya yuang terbesar adalah di Pulau Jawa yang terdiri dari Sungai Brantas, Bengawan Solo, Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, dan Sungai Ciujung.

Dwi Amanda Utami, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa ada 12 juta ton limbah plastik mengalir ke lautan setiap tahunnya. Diprediksikan akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di laut pada 2050.

Mikroplastik di Indonesia berasal dari berbagai produk perawatan pribadi, cat, dan bahan pembersih. Dwi menegaskan, mikroplastik ini berbahaya bagi biota laut dari perairan tropishingga Arktika.

Dalam kajian Ecoton sendiri, penanganan mikroplastik perlu diatasi dengan penyediaan infrastruktur tempat sampah yang optimal.

Rekomendasi yang ditawatkan antara lain membuat regulasi pengurangan plastik sekali pakai di tiap daerah, sistem pengelolaan sampah terpadu di setiap desa, membuat regulasi baku mutu kontaminasi pada limbah industri, dan penetapan kawasan eksklusif di laut untuk meminimalisasi mikroplastik pada ikan.

Ada pula pembuatan peraturan yang tegas untuk mencegah sampah rumah tangga dibuang ke sungai. Saran yang tidak kalah penting lagi adalah pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal yang dilengkapi dengan pemindaian mikroplastik.

Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih BumiSisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.