Banjir Besar 100 Tahun Mengancam Pesisir dan Bisa Terjadi tiap Tahun

By Utomo Priyambodo, Minggu, 22 Oktober 2023 | 10:00 WIB
Daerah pesisir utara Demak yang tenggelam. (CIFOR/Flickr)

Desa Timbulsloko di pesisir utara Demak, Jawa Tengah, yang tenggelam akibat banjir rob. (CIFOR/Flickr)

Membangun masa depan yang lebih aman

Para insinyur yang merancang struktur seperti tanggul laut, tembok laut, dan pemecah gelombang untuk melindungi masyarakat pesisir dari banjir ekstrem ini mengandalkan konsep yang disebut stasioneritas untuk memprediksi ketinggian air di masa depan.

“Dalam stasioneritas, kita berasumsi bahwa pola yang kita amati di masa lalu tidak akan berubah di masa depan, tetapi ada banyak faktor dalam perubahan iklim yang memodulasi pola ini,” kata Moftakhari. “Kita tidak bisa lagi mengandalkan asumsi stasioneritas dalam banjir pesisir.”

Penelitian-penelitian sebelumnya mengandalkan perkiraan stasioner permukaan laut ekstrem untuk memprediksi banjir 100 tahun. Namun penelitian ini menggunakan metode non-stasioner dan menemukan bahwa pergeseran permukaan laut ekstrem tidak akan seragam di banyak lokasi pengukur pasang surut.

Seiring dengan perubahan iklim, suhu laut yang lebih hangat dan pencairan gletser menyebabkan permukaan air laut naik, sehingga meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan banjir di wilayah pesisir.

Oleh karena itu, para insinyur memerlukan perkiraan akurat mengenai risiko banjir di masa depan, dan tidak berasumsi bahwa perubahan masa depan akan mencerminkan pola pesisir di masa lalu.

“Yang membuatnya sangat menantang adalah sebagian besar alat, pedoman desain, manual praktik, dan lainnya semuanya didasarkan pada asumsi stasioneritas,” kata Moftakhari. “Hal-hal tersebut perlu diperbarui agar kita dapat mengimbangi laju perubahan.”

Lebih dari 600 juta orang tinggal di daerah pesisir dataran rendah, menurut penelitian lain. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat. Struktur pertahanan pesisir yang dirancang dengan baik berperan penting dalam kemampuan masyarakat pesisir dalam menahan banjir besar.

Meskipun rata-rata permukaan air laut meningkat, dampaknya tidak akan sama di semua tempat. Daerah lintang yang lebih tinggi mungkin mengalami penurunan permukaan laut karena lapisan es tebal mencair dan daratan di bawahnya naik.

Alternatifnya, kawasan seperti Teluk Meksiko mengalami tingkat kenaikan permukaan air laut yang lebih cepat dibandingkan rata-rata global karena daratannya perlahan-lahan tenggelam. Menurut Moftakhari, masyarakat pesisir memerlukan solusi unik berdasarkan informasi lokal agar sesuai dengan kebutuhan mereka.

“Kita tahu bahwa permukaan air laut meningkat, pertanyaannya adalah: bagaimana kita akan menghadapinya?” kata Moftakhari.

“Kita telah melihat bahwa banyak bagian pesisir yang terendam banjir secara permanen dan kehilangan daratan, dan banyak kota serta pulau-pulau pesisir mengalami banjir lebih sering dibandingkan masa lalu – inilah saatnya untuk belajar bagaimana menangani ketidakstasioneran.”

Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih BumiSisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.