Sejarah Abad Pertengahan: Ketika Kucing Sering Dikaitkan dengan Sihir

By Ricky Jenihansen, Selasa, 24 Oktober 2023 | 08:00 WIB
Kucing sering diasosiasikan dengan sihir dan hal-hal gaib dalam sejarah abad pertengahan. (Flickr)

Nationalgeographic.co.id–Dalam sejarah abad pertengahan, kucing mempunyai reputasi buruk karena sering dikaitkan dengan paganisme, ilmu sihir dan hal-hal gaib. Kucing sering kali dicurgai dengan reputasi tersebut dan diasosiasikan dengan setan.

Namun demikian, terlepas dari reputasi buruknya, manuskrip abad pertengahan secara mengejutkan menampilkan gambar-gambar lucu dari teman berbulu kita.

Madeleine S. Killacky, kandidat PhD Bangor University menulis untuk The Conversation. Menurutnya dari penggambaran (yang seringkali sangat lucu) itu, kita dapat belajar banyak tentang kehidupan kucing dalam sejarah abad pertengahan.

Salah satunya adalah bahwa mereka adalah bagian utama dari kehidupan sehari-hari abad pertengahan. Pada Abad Pertengahan, laki-laki dan perempuan sering diidentifikasi berdasarkan hewan yang mereka pelihara.

Monyet peliharaan, misalnya, dianggap eksotik dan pertanda pemiliknya kaya raya, karena didatangkan dari negeri yang jauh. Hewan peliharaan menjadi bagian dari identitas pribadi kaum bangsawan.

Memelihara hewan yang diberi perhatian, kasih sayang, dan makanan berkualitas tinggi tanpa tujuan fungsional—selain persahabatan—menandakan status yang tinggi.

Bukan hal yang aneh bagi pria dan wanita berstatus tinggi dalam sejarah abad pertengahan untuk membuat potret mereka bersama dengan hewan peliharaan. Hewan peliharaan yang paling sering adalah kucing dan anjing, untuk menandakan status tinggi mereka.

Melihat gambar kucing dalam ikonografi pesta dan ruang domestik lainnya merupakan hal yang lumrah, yang tampaknya mencerminkan status mereka sebagai hewan peliharaan dalam rumah tangga abad pertengahan.

Dalam Perjamuan Terakhir Pietro Lorenzetti, seekor kucing duduk di dekat api sementara seekor anjing kecil menjilati sepiring sisa makanan di lantai.

Kucing dan anjing tidak memainkan peran naratif dalam adegan tersebut, melainkan memberi isyarat kepada pemirsa bahwa ini adalah ruang domestik.

Demikian pula, dalam miniatur Buku Jam Belanda (sejenis buku doa umum di abad pertengahan yang menandai pembagian hari dengan doa-doa tertentu), seorang pria dan wanita tampil dalam suasana rumah tangga yang nyaman sambil dijaga dengan baik.

Kucing menatap dari sudut kiri bawah. Sekali lagi, kucing bukanlah pusat gambar atau fokus komposisi, namun diterima di ruang domestik abad pertengahan ini.

Sama seperti saat ini, keluarga abad pertengahan memberi nama pada kucing mereka. Seekor kucing abad ke-13 di Biara Beaulieu, misalnya, disebut “Mite” berdasarkan tulisan tinta hijau yang muncul di atas coretan kucing tersebut di pinggir manuskrip abad pertengahan.

Kucing dipelihara bangsawan abad pertengahan. (Web Gallery of Art)

Peliharaan kerajaan

Kucing dirawat dengan baik di rumah abad pertengahan. Pada awal abad ke-13, dalam catatan di rumah bangsawan di Cuxham (Oxfordshire) disebutkan bahwa keju dibeli untuk seekor kucing. Hal itu yang menunjukkan bahwa mereka tidak dibiarkan mengurus diri sendiri.

Faktanya, ratu Perancis abad ke-14, Isabeau dari Bavaria, menghabiskan banyak uang untuk membeli aksesoris hewan peliharaannya.

Pada tahun 1387, ia memesan kerah yang disulam dengan mutiara dan diikat dengan gesper emas untuk tupai peliharaannya. Pada tahun 1406, kain berwarna hijau cerah dibeli untuk membuat penutup khusus untuk kucingnya.

Kucing juga merupakan teman yang umum bagi para ilmuwan, dan pujian tentang kucing bukanlah hal yang aneh di abad ke-16.

Dalam salah satu syair, seekor kucing digambarkan sebagai sahabat yang ringan dan paling disayangi seorang ilmuwan.

Pujian seperti ini menunjukkan keterikatan emosional yang kuat terhadap kucing peliharaan, dan menunjukkan bagaimana kucing tidak hanya menghibur tuannya, tetapi juga memberikan gangguan yang menyenangkan dari pekerjaan mental yang sulit seperti membaca dan menulis.

Kucing banyak ditemukan sebagai simbol status di ruang keagamaan abad pertengahan. Ada banyak manuskrip abad pertengahan yang menampilkannya.

Misalnya, iluminasi biarawati dengan kucing, dan kucing sering kali muncul sebagai coretan di pinggir Books of Hours. Namun terdapat juga banyak kritik mengenai pemeliharaan kucing dalam literatur khotbah abad pertengahan.

Pembantaian kucing

Pengkhotbah Inggris pada abad ke-14, John Bromyard, menganggap kucing-kucing tersebut tidak berguna. Kucing dinilainya hanya aksesoris orang kaya yang diberi makan berlebihan, sementara orang miskin kelaparan.

Kucing juga tercatat diasosiasikan dengan setan. Kecerdikan dan kelicikan mereka saat berburu tikus sangat dikagumi. Namun hal itu tidak selalu menghentikan kucing adalah hewan peliharaan yang diinginkan untuk dijadikan teman.

Asosiasi ini berujung pada terbunuhnya beberapa kucing, yang berdampak buruk selama terjadinya Black Death dan wabah penyakit di abad pertengahan lainnya. Akibatnya, populasi tikus meningkat drastis dan membawa wabah penyakit.

Karena asosiasi tersebut, banyak yang mengira kucing tidak mendapat tempat di ruang suci ordo keagamaan.

Namun, tampaknya tidak ada aturan formal yang menyatakan bahwa anggota komunitas agama tidak diperbolehkan memelihara kucing, dan kritik yang terus-menerus terhadap praktik tersebut mungkin menunjukkan bahwa kucing peliharaan adalah hal yang umum.

Meskipun kucing tidak selalu dianggap dapat diterima secara sosial di komunitas agama, kucing tetap dirawat dengan baik. Hal ini terlihat jelas dalam gambaran-gambaran lucu yang kita lihat tentang mereka di biara-biara.

Sebagian besar, kucing cukup betah di rumah tangga dalam sejarah abad pertengahan. Seperti yang dijelaskan oleh penggambaran lucu mereka dalam banyak manuskrip dan karya seni abad pertengahan.