Kisah Mayat di Atas Pelana yang Memenangkan Kejuaraan Pacuan Kuda

By Galih Pranata, Senin, 29 Januari 2024 | 15:00 WIB
Dokumentasi terakhir tentang Frank Hayes yang melakukan lompatan di atas pelana Sweet Kiss, kudanya pada kejuaraan pacuan kuda di Belmont Park 4 Juni 1923. (Keeneland Library Cook Collection)

Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah, sudah sejak lama sekali olahraga pacuan kuda diminati. Kebanyakan orang menyebutnya sebagai olahraga para raja, karena mereka gemar sekali menikmati pertunjukan balapnya.

Namun, sejarah mencatat hal unikatau bahkan menyedihkan—tentang kisah seorang mayat yang mampu menyelesaikan balapan hingga garis finish. Menariknya, ia keluar sebagai juara dalam race tersebut!

Dalam pacuan kuda, penunggangnya adalah faktor kunci dalam menentukan seekor kuda dapat mencapai potensi terbaiknya. Akan tetapi, bagaimana jadinya jika penunggangnya sudah menjadi mayat?

Ini adalah kisah pilu yang menggemparkan dari Frank Hayes, joki pacuan kuda yang berhasil menjadi juara, tapi hidupnya berakhir di tengah balapan.

"Frank Hayes adalah seorang pelatih kuda dan penjaga kandang kuda," tulis Bianca Britton kepada CNN. Ia menulisnya dalam artikel berjudul Frank Hayes: The jockey who won a race despite being dead, terbitan 10 Desember 2018.

Kala itu, di tahun 1923, Hayes mencoba peruntungannya untuk menjajal ia dan kudanya—bernama Sweet Kiss—dalam kejuaraan pacuan kuda di arena pacuan kuda Belmont Park di New York.

Hayes yang saat itu berusia 22 tahun—laporan dari sumber lain menyebut usianya 35 tahun—bukanlah joki yang biasa ikut kejuaraan pacuan kuda sana-sini. Bisa dibilang, ia newbie dalam kejuaraan di ajang pacuan kuda Belmont Park itu.

Tak ada yang mengharapkan Hayes dan kudanya keluar sebagai pemenang, di mana kebanyakan penikmat pacuan kuda sudah memiliki "jagoan" mereka masing-masing. Hayes dan kudanya, Sweet Kiss hanya pemula di ajang itu.

Bagaimana pun, tubuhnya kurang ideal untuk menjadi seorang joki profesional. Berat tubuhnya kala itu masih sekitar 64 kg, sedangkan umumnya para joki pacuan kuda memiliki berat di bawah 58 kg.

Dalam sumber yang dikutip dari tulisan Desirée O, konributor Ripley's Belive it or Not dalam artikelnya Frank Hayes: The Dead Man Who Won A Horse Race, terbitan 4 Januari 2024, disebutkan bahwa Hayes melakukan diet ekstrem.

Demi mendapatkan timbangan badan yang ideal, ia mati-matian untuk benar-benar ikut dalam kejuaraan sebagai joki dari kuda Sweet Kiss. "Dia menghabiskan beberapa jam di jalan, jogging untuk menghilangkan kelebihan berat badan," sambung Bianca.

Bianca meneruskan, "Hayes berusaha keras untuk mendapatkan banyak keringat yang keluar dari tubuhnya." Lebih mengerikannya, agar tak gagal, ia bahkan tidak minum air selama diet ekstremnya berlangsung.

Alhasil, dari diet ekstrem dalam waktu singkat itu, Hayes berhasil terdaftar dalam kejuaraan karena bobotnya telah ideal. Namun, itu menjadi dugaan kuat para pengamat tentang kondisi Hayes.

Ketika 4 Juni 1935 akhirnya tiba, Frank Hayes sangat gembira karena akhirnya bisa mengenakan pakaian sutra balap nyonya Frayling, sang pemilik acara pacuan kuda balap di arena  Belmont Park. Dan akhirnya Hayes melakukan debut jokinya.

Ketika dia naik ke pelana kudanya, dia semakin lemah dan lelah. Benar-benar kelelahan hebat terlihat dari wajahnya yang semakin pucat pasi. Itu menjadi awal yang buruk bagi kejuaraan pacuan kuda.

Awal yang buruk bagi seorang joki, apalagi bagi seorang newbie yang belum pernah balapan sebelumnya. Olahraga ini memang menuntut joki yang profesional dan handal yang mampu mengatur dengan baik kondisi dan situasinya selama balapan.

Sebagai joki pacuan kuda, mereka harus berkendara dengan cara yang sangat menguras energi. Diperlukan kecermatan dan banyak energi yang dikeluarkan, utamanya saat kudanya memantulkan pengendaranya ke atas dan ke bawah, maju dan mundur.

Di satu sisi, cara itu dilakukan untuk membuat kuda tidak terbebani sehingga bisa memberikan kecepatan maksimumnya. Tidak heran, banyak di antara joki akan terkuras energinya selama berpacu dengan kuda mereka. 

Begitu kerasnya kerja otak dan fisik yang terkuras hingga para joki bisa menderita serangan jantung, bahkan sampai menyebabkan kematian, akibat pengerahan tenaga yang luar biasa tersebut. Dan petaka terjadi kepada Hayes.

Ilustrasi kematian Frank Hayes, satu-satunya mayat yang memenangkan kejuaan pacuan kuda. (Ripley's)

Terlihat dalam beberapa putaran, dari lompatan berkudanya, Hayes masih mengendalikan kecepatan Sweet Kiss, kuda pacunya. Momen itu juga sempat diabadikan oleh fotografer yang memotret Hayes.

Seperti yang telah diketahui, selama balapan berlangsung, lengan dan kaki para joki kuda bekerja seperti piston, terus-menerus tanpa henti. Itu yang membuat jantung mereka dapat berdetak 180 kali dalam satu menit—normalnya 60-100 kali per menit.

Hayes kesulitan untuk mengatur energinya dan ia mengalami kolaps selama pacuan berlangsung. Itu menjadi balapan pertama dan terakhir Hayes, dia mengalami serangan jantung dan meninggal seketika di atas pelana Sweet Kiss.

Namun, ia tidak terjatuh dari kudanya, meskipun sudah menjadi mayat. Ia tetap berada di atas pelana dan melintasi garis finish di posisi pertama. Tak ada yang mengetahui tragedi itu sampai semuanya menyelamati sang jawara di garis finish.

Baru ketika para pejabat, termasuk nyonya Frayling datang untuk memberi selamat, mereka mengetahui bahwa Hayes telah meninggal. Ia kemudian jatuh dari pelananya. Hayes menjadi satu-satunya mayat yang diketahui memenangkan perlombaan.

Setelahnya kuda hitam Sweet Kiss tidak pernah ikut dalam balapan lagi. Antara Hayes dan kudanya dikenang selamanya sebagai “The Sweet Kiss of Death.” Kisahnya melegenda sebagai joki pacuan kuda yang tak pernah gagal sepanjang karirnya.