Nationalgeographic.co.id—Ikon keagamaan Kristus, Bunda Maria dan Orang-Orang Kudus merupakan bagian integral praktik keagamaan umat Kristen Ortodoks di Kekaisaran Bizantium. Tradisi ini nantinya diturunkan kepada umat Kristen modern oleh para ikonografer Kekaisaran Bizantium.
Praktik tersebut diyakini mungkin telah berevolusi dari ritual keagamaan pagan atau penyembah berhala sebelumnya. Sudah diketahui secara luas bahwa orang-orang di dunia kuno menyembah patung dan sosok dewa-dewa mereka.
Namun bukti-bukti baru menunjukkan, mereka juga menggunakan gambar dewa-dewa untuk disembah di rumah mereka sendiri, tidak seperti ikon-ikon Kristen Ortodoks.
Selain itu, selama periode peralihan antara zaman kuno akhir dan periode awal Abad Pertengahan, para penyembah berhala atau pagan mungkin menyembunyikan praktik keagamaan mereka.
Mereka menyembunyikan praktik penyembahan berhala mereka dengan membuat gambar-gambar. Sehingga gambar tersebut dapat disalahartikan sebagai ikon Kristen.
Teori yang paling populer tentang evolusi praktik pagan menjadi ikon kristen berasal dari Thomas Mathews. Ia adalah seorang Profesor Sejarah Seni di Institut Seni Rupa New York University.
Karyanya sebagian besar berfokus pada Kekaisaran Bizantium. Sudut pandang Mathews adalah bahwa “Korpus ikon-ikon Kristen mula-mula merupakan semacam gema atau cermin dari korpus lukisan panel pagan Mesir Romawi, yang memiliki banyak konvensi yang sama”.
Lukisan panel biasanya ditempelkan pada mumi kelas atas dari Mesir Romawi. Gaya lukisannya naturalistis, seringkali dengan mata ekspresif yang besar, tidak sepenuhnya berbeda dengan contoh-contoh Ikon Kristen di kemudian hari.
Lukisan panel telah ditemukan di seluruh Mesir, khususnya di kota kuno Faiyum. Namun, sejarawan Judith Herrin berpendapat bahwa praktik pembuatan gambar mungkin tersebar lebih luas di seluruh Kekaisaran Romawi.
Namun demikian, lukisan-lukisan tersebut bertahan lebih baik di Mesir karena kondisi kering yang melestarikannya.
Telah menjadi hal yang umum di dunia kuno bagi orang Yunani, Romawi, dan bangsa lain untuk memelihara tempat suci bagi dewa-dewa di rumah mereka.
Dewa-dewa ini biasanya dipuja dengan patung atau arca, namun pada periode zaman kuno berikutnya, keluarga-keluarga mungkin mulai menghormati dewa-dewa mereka dengan ikon yang dilukis pada panel kayu.
Menurut Herrin, "Di dalam rumah-rumah pribadi, lares keluarga (dewa-dewa rumah tangga) juga dihormati. Khususnya wanita, mereka merawatnya di tempat ibadah rumah tangga dan memberikan persembahan kepada para dewa.
Tradisi yang kuat itu merupakan bentuk bagaimana orang Yunani mencari perlindungan di dalam rumah. Tradisi ikon-ikon kuno itu kemudian digantikan dengan ikon-ikon Kristen secara bertahap di Kekaisaran Bizantium.
Inspirasi kuno? Mathews berpendapat, bahwa penggambaran tokoh-tokoh Kristen pada ikon sebagian besar berasal dari penggambaran dewa-dewa pagan sebelumnya. Sebagian besar berasal dari dewa-dewa Yunani, Mesir, dan Romawi.
Menurut Mathews, penggambaran ikonografi Kristus mungkin didasarkan pada penggambaran dewa Yunani Zeus dan dewa Yunani-Mesir Sarapis. Ikon yang menampilkan Kristus yang dicukur bersih mungkin berasal dari penggambaran dewa Yunani Apollo.
Mathews juga berpendapat bahwa ikon Perawan Maria dan bayi Yesus diilhami oleh ikonografi pagan Mesir Isis dengan Harpocrates.
Demikian pula, dewa-dewa dengan lingkaran cahaya dalam agama politeistis kuno, khususnya gambar Sobek, mungkin telah memengaruhi skema ikonografi Kristen di kemudian hari.
Sementara itu, orang kudus dan malaikat biasanya digambarkan dengan kepala dikelilingi lingkaran cahaya.
Penyembah berhala Meskipun kaisar Romawi tertentu telah secara brutal menindas umat Kristen, agama tersebut menyebar ke seluruh kekaisaran dan secara bertahap diterima.
Pada tahun 313 M, Kaisar Konstantinus mengeluarkan Dekret Milan yang mendekriminalisasi agama Kristen.
Kemudian, pada tahun 380 M, Kaisar Theodosius mengeluarkan Dekrit Tesalonika yang menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi.
Hanya dua tahun kemudian, dia melarang paganisme dan membuat praktik pagan atau penyembah berhala tertentu bisa dihukum mati.
Setelah dekret Theodosian, semakin berbahaya bagi para penyembah berhala untuk menjalankan agama politeistis mereka. Namun demikian, masih ada perselisihan dan beberapa penyembah berhala terus menyembah dewa-dewa mereka secara rahasia.
Salah satu cara bagi para penyembah berhala untuk menyembunyikan iman mereka, namun tetap mempertahankan tempat suci pribadi di rumah mereka, adalah dengan memasang ikon-ikon.
Ikon tersebut seolah-olah bergaya Kristen untuk mengelabui pihak berwenang. Jika sebuah ikon pagan ditemukan, mereka dapat dengan mudah mengklaim bahwa ikon tersebut adalah ikon Kristus atau salah satu orang suci.
Herrin menunjukkan bahwa “Bahkan pada akhir tahun 580-an, ditemukan penyembah berhala yang membuat ikon agar mereka tampak menghormati Kristus. Padahal sebenarnya, mereka adalah pemuja Apollo.”
Apollo adalah Dewa cahaya, musik, pemanah, pengobatan, Matahari, dan penyair dalam mitologi Yunani dan mitologi Romawi. Dewa Apollo juga adalah saudara kembar Artemis dan merupakan putra Titan Leto.
Pada akhirnya, penipuan ini tidak berhasil. Hal ini memicu serangkaian persidangan yang mengakibatkan kecaman terhadap para penyembah Apollo, yang kemudian dihukum mati.