Nationalgeographic.co.id - Stereotipe tentang Abad Pertengahan kebanyakan adalah tentang era kegelapan dan kehidupan kumuh. Namun, seni dan literatur Abad Pertengahan justru menunjukan hal yang sebaliknya.
Doktor Sejarah Seni dan ahli Abad Pertengahan Magdalena Lanuszka mengatakan bahwa Abad Pertengahan adalah era yang penuh warna, bahkan cerah. Orang-orang yang hidup di zaman itu rajin mandi dan bahkan menyadari nilai kesehatannya.
Sejarah Abad Pertengahan: Mandi untuk Kesehatan
Bahwa mandi sangat penting untuk menjaga kesehatan telah diketahui sejak zaman dahulu. Sepanjang sejarah, baik risalah medis maupun puisi telah didedikasikan untuk masalah kebersihan.
“Regimen Sanitatis Salernitanum”, sebuah puisi Latin abad ke-11, memberikan nasihat yang masuk akal tentang cara menjaga kesehatan. Lebih dari 360 sajak, Lanuszka menjelaskan, karya ini membahas “hal-hal seperti mencuci tangan dan wajah dengan air dingin di pagi hari, dan menjaga tubuh tetap hangat setelah mandi.”
Selanjutnya, De Balneis Puteolanis ("Pemandian di Pozzuoli") oleh Peter dari Eboli. Karya ini adalah puisi Latin lain yang didedikasikan khusus untuk pemandian, yang ditulis pada awal abad ke-13.
Naskah abad pertengahan ini “menampilkan ilustrasi orang-orang yang sedang mandi di kolam renang dalam ruangan serta di gua, menikmati mandi uap, bersantai, minum air mineral, dan membawanya pergi dalam tong kecil.”
Selain dua yang telah disebutkan, masih terdapat beberapa literatur Abad Pertengahan yang menyinggung tentang mandi dan khasiatnya Tak hanya catatan saja, beberapa karya seni juga turut menjadi saksi atas hal tersebut.
“Motif Air ‘Mancur Awet Muda’ adalah hal yang umum dalam budaya istana abad pertengahan akhir,” jelas Lanuszka.
Mandi agar Terlihat Menarik
Pentingnya kebersihan dalam kaitannya dengan seni rayuan berakar pada teks-teks kuno. Dalam “Ars Amatoria” (Seni Cinta, dari awal abad pertama sebelum Masehi), Ovid menekankan pentingnya wanita merawat diri mereka sendiri:
"Toilet yang terawat akan membuat Anda menarik, tetapi tanpa perhatian seperti itu, wajah tercantik pun akan kehilangan pesonanya, bahkan jika mereka sebanding dengan dewi Idalia itu sendiri."
Para penulis pada abad pertengahan terinspirasi oleh Ovid. Pada abad ke-13, misalnya, Jean de Meung dari Prancis mengadaptasi kalimat-kalimat dari Ars Amatoria. Ia mengungkapkan bahwa wanita anggun diharapkan untuk tidak membiarkan rambut di area kemaluan mereka tumbuh.
Lanuszka menjelaskan, legenda Melusine dari abad ke-12, juga memuat informasi tentang kebiasaan mandi orang-orang Abad Pertengahan.
Setelah dikutuk oleh ibunya, Melusine ditakdirkan untuk menjadi makhluk setengah ular setiap hari Sabtu. Dia menikah dengan Raymondin dengan syarat bahwa dia berjanji untuk tidak menatapnya pada hari Sabtu, ketika dia mandi.
Beberapa tahun kemudian, Raymondin, yang mencurigai Melusine telah berzina, mengingkari janjinya dan menemukan rahasianya.
“Legenda ini menunjukkan betapa lazimnya bagi banyak wanita bangsawan untuk menghabiskan waktu seharian untuk menjaga kebersihan, yang mencerminkan pentingnya mandi sebagai sebuah praktik,” jelas Lanuszka.
Waktu Mandi para Raja Abad Pertengahan
Dalam Vita “Karoli Magni” (Kehidupan Charlemagne), cendekiawan Frank abad ke-9, Einhard, mengamati kehidupan di istana. Dia melihat Charlemagne mengundang putra-putranya dan teman-temannya untuk bergabung bersamanya di sebuah pemandian yang mirip kolam.
Anggota istananya serta para prajurit juga dipersilakan, dan terkadang, lebih dari seratus orang mandi bersama. Memang, pemandian dengan kolam yang luas merupakan fitur penting dari istana Charlemagne di Aachen.
Wenceslaus IV dari Luksemburg (1361-1419), raja Bohemia (dan, untuk sementara waktu, Jerman) adalah salah satu raja yang paling terkenal di Eropa yang gemar berendam.
Menurut legenda abad keenam belas, Wenceslaus melarikan diri dari penjara dengan bantuan Susanna, seorang pelayan pemandian, yang kemudian menjadi gundiknya. Dia kemudian memberinya sebuah rumah pemandian untuk dikelola di Praha.
Di Perpustakaan Nasional Austria, Lanuszka menjelaskan, terdapat sebuah manuskrip enam jilid yang megah dan belum selesai, dihiasi dengan lebih dari 1.200 folio perkamen.
“Sebagian besar di antaranya menampilkan penggambaran erotis para pelayan pemandian yang melayani Raja Wenceslaus,” jelasnya.
Raja Polandia pada tahun 1386, Wladislaus II Jagiello, dikatakan terobsesi dengan kebersihan. Dia memiliki pemandian pribadi yang dibangun di dalam rumah di dekat kastil Wawel di Cracow.
Sejarawan Jan Dlugosz, mencatat bahwa Raja Jagiello, mandi setidaknya setiap tiga hari sekali. Hal ini mungkin dianggap berlebihan, sebab kebanyakan orang mandi setiap minggu. Perlu dicatat, mandi bukanlah satu-satunya cara untuk menjaga kebersihan di Abad Pertengahan.
Mitos Abad Pertengahan yang Kumuh
Menurut Lanuszka, mitos kekumuhan di Abad Pertengahan muncul dan bertahan sebagian karena tulisan-tulisan serta legenda orang-orang kudus.
Bernard dari Clairvaux misalnya, jelas Lanuszka, “menegaskan bahwa para Ksatria Kristus harus jarang mencuci dan tidak pernah mengatur rambut mereka." Sebuah arahan yang diambil di luar konteks dan, pada kenyataannya, “menginstruksikan orang untuk meninggalkan kesombongan duniawi.”
Meskipun demikian, para orang kudus sadar bahwa kebersihan sangat penting untuk kesehatan yang baik. Santa Elizabeth dari Hongaria, yang mendedikasikan hidupnya untuk melayani orang miskin dan orang sakit. Ia sering digambarkan sedang memandikan orang sakit, atau memotong rambut mereka.
Kebiasaan kebersihan orang-orang di Abad Pertengahan sering disalahartikan. Hal ini karena pada periode Renaisans berikutnya memang terjadi pengabaian yang signifikan terhadap praktik kebersihan.
Kemungkinan besar, hal tersebut disebabkan oleh penutupan massal pemandian umum yang disebabkan oleh sifilis pada tahun 1500-an.
“Para dokter kuno dan abad pertengahan percaya bahwa mandi dan menjaga kebersihan dapat menyembuhkan banyak penyakit; sayangnya, penyakitlah yang membuat orang Eropa tidak mau membersihkan diri mereka secara teratur,” jelas Lanuszka.