Napoleon dan Jiwa Kepemimpinan yang Mengesankan Sejarah Dunia

By Galih Pranata, Selasa, 5 Desember 2023 | 07:00 WIB
Napoleon Bonaparte yang mengesankan sejarah dunia, terlibat dalam pertempuran Wagram. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah dunia pernah mencatat seorang pemimpin yang berani dan mengesankan. Meski secara fisik, tinggi badannya berada di bawah rata-rata pasukan perangnya, ia tetap pemimpin yang disegani.

Berdiri di depan seluruh pasukan perangnya, suara pekikan semangatnya didengar seluruh pasukan setianya. Hal itu bisa terjadi lantaran ia memiliki jiwa leadership yang mengesankan sejarah dunia. Ialah Napoleon Bonaparte.

Napoleon lahir pada 15 Agustus 1769 di pulau Corsica dalam keluarga keturunan bangsawan Italia. Sejak awal, ia membenci sistem monarki Prancis yang kerap absolutis. Hal itu mendorong jiwa revolusinya pada tahun 1789, saat ia bertugas sebagai tentara Prancis.

Masa emasnya ditorehkan pada tahun 1796, saat ia memulai kampanye militer melawan Austria bersama sekutu Italia mereka. Napoleon dan pasukannya mencetak kemenangan yang menentukan, dan mendorongnya menjadi pahlawan nasional.

Di balik semua itu, kemenangan berserjarah Prancis dikenang dalam sejarah dunia, berkat jiwa kepemimpinan Napoleon yang mengesankan. Emilio F. Iodice menerangkan dalam The Journal of Values-Based Leadership.

Iodice menggubah jurnal berjudul Lessons from History: The Astonishing Rise to Leadership and Power of Napoleon Bonaparte terbitan tahun 2022. Meski di awal ia diragukan banyak veteran, tapi Napoleon telah membuktikannya.

Dalam pengembaraannya memperjuangkan nasib Prancis, Jenderal Napoleon tunjukkan jiwa-jiwa kepemimpinan dalam dirinya. Pemimpin muda bertubuh mungil yang pemberani. Membuktikan bahwa kelihaiannya berperang telah mengaburkan kekerdilan dirinya.

Satu kisah mengesankan kala itu, sejumlah tentara Prancis mengejar pasukan Austria sampai ke jembatan di atas sungai Adda, di jalan menuju kota Milan. Sebuah gerbang yang menentukan, membawa mereka menuju kematian atau kemenangan.

Pada posisi terdesak, Austria melancarkan serangan sporadis. "Austria mempertahankannya dengan seluruh nyawa mereka," imbuh Iodice. Pasukan Austria menghujan Prancis dengan peluru dan bom. Jenderal termuda Prancis itu harus membuat pilihan penting.

Napoleon berpikir, "jika dia melintasi jalan lintas itu, dia dan pasukannya bisa dihancurkan oleh hujan bom, atau jika mereka bisa mencapai sisi lainnya, Prancis akan dapat mengalahkan musuhnya," terusnya.

Kondisi yang kritis mendorong Napoleon segera membuat perhitungan untuk mengambil keputusan tepat dalam meloloskan Prancis dari "lubang neraka." Mereka tidak ingin mati begitu saja.

Dalam sejarah dunia, Napoleon Bonaparte memiliki kehidupan dan prestasi yang luar biasa. Malangnya, ia harus menjalani tahun-tahun mengenaskan di akhir hidupnya. Diawali dengan pengasingan yang memalukan, Napoleon meninggal secara misterius di usianya yang ke-51. (Horace Vernet/Museum of the Legion d'Honneur)

Setelah menghitung-hitung peluangnya, Napoleon membutuhkan informasi untuk membuat keputusan akhir. Ia mengirimkan tim kavaleri untuk menyeberangi sungai pada titik tersempitnya agar dapat melihat celah dari serangan tentara Austria.

Setelah tim kavaleri memberi informasi, Napoleon pergi ke sisi lain. Pasukan Prancis kini terbagi dua, di mana tim Kavaleri dapat menyerang musuh dari belakang, sedang Napoleon menyerang dari depan.

"Hal ini akan memaksa Austria untuk melawan serangan terhadap barisan belakang mereka dan itu dapat menghancurkan konsentrasi sekaligus mengurangi pertahanan frontal mereka," tambah Iodice dalam jurnalnya.

Dengan cepat, pasukan Prancis mengepung dan menghancurkan tentara Austria. Seperti yang selalu dilakukannya, sebelum mengambil keputusan, Napoleon mendasarkan tindakannya pada fakta yang sudah diperiksa, diperiksa ulang, dan diperiksa lagi.

Dia tahu karena sudah memperhitungkan dengan matang berapa banyak tentara yang bisa dia kerahkan dalam perjuangan untuk mendapatkan supremasi, dari sebuah keputusan untuk mencapai celah dan mengalahkan musuhnya.

Dalam hal ini, Iodice menyebut bahwa Napoleon Bonaparte telah melakukan analisis cost benefit hingga berhasil membuat salah satu keputusan yang mengesankan, sekaligus paling penting dalam sejarah.

Setelah memakan hampir empat hari pertempuran, pasukan Prancis berhasil memasuki gerbang Milan. Di sana, pasukan Austria telah tamat. Dari situ, Napoleon Bonaparte dikenang sebagai seorang pahlawan.

Tiga tahun berselang, dunia mungkin tidak menyangka seorang Napoleon akan memerintah seluruh Prancis. Tahun 1800 menjadi saksi, tahun yang menyambut abad baru dari penguasa manusia yang baru.

Setelah peperangan panjang dengan sekutu Prusia, melalui Perjanjian Fontainebleau, Sekutu mengasingkan Napoleon ke Elba, sebuah pulau berpenduduk 12.000 jiwa di Mediterania.

Napoleon mencoba bunuh diri dengan pil yang dibawanya setelah hampir ditangkap oleh Rusia saat mundur dari Moskow. Namun, percobaan bunuh dirinya tidak berhasil.

Beberapa bulan setelah pengasingannya sejak Mei 1814, Napoleon mengetahui bahwa mantan istrinya Joséphine telah meninggal di Prancis. Dia sangat terpukul oleh berita itu, mengunci diri di kamar dan menolak pergi selama dua hari.

Pada pertengahan tahun 1817, kesehatan Napoleon memburuk. Dokternya, Barry O'Meara, mendiagnosis hepatitis kronis. Hal itu juga dipicu karena pengasingannya di St. Helena yang membuatnya depresi karena harus meninggalkan keluarganya.

Kesehatan Napoleon terus memburuk dan pada bulan Maret 1821, membuatnya terus terbaring lemah di tempat tidur. Sampai akhirnya ia  dikabarkan wafat pada tanggal 5 Mei 1821, pada usia 51 tahun.