"Terus klonengnya dari Bali. Ceng-cengnya dari Bali. Bali juga banyak tuh alat musiknya. Jadi banyak sekali alat-alat yang kita manfaatkan sedemikian rupa."
Selain menggunakan alat-alat musik dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, Franki juga mengadopsi unsur musik dari Kalimantan. "Saya enggak pakai alat Kalimantan, tapi mantra yang saya gunakan itu mantra Kalimantan. Jadi ada unsur-unsur vokal juga yang saya manfaatkan," ucapnya.
Dia juga menambahkan, "Dari NTT misalkan, itu juga saya enggak pakai alat sasando, tapi mantranya saya ambil juga dari sana. Jadi sangat beragam ya. Enggak cuma alat saja."
Tak hanya menggunakan alat-alat dan unsur-unsur musik tradisional dari Nusantara, Franki juga memakai alat musik tradisional dari negeri tetangga yang dulunya berkaitan erat dengan Nusantara.
"Bahkan saya on the way sampai ke Aborigin di Australia. Saya pakai alat didgeridoo. Karena bagi saya penting, didgeridoo punya hubungan dengan kita karena [dulu wilayah Indonesia bagian timur dan wilayah Australia] jadi satu," ucapnya. Mia Johannes, sutradara Opera Majapahit ini, menceritakan ulang bagaimana dirinya berdiskusi dengan Franki untuk menyusun musik opera ini. "Kamu mau musik seperti apa?" tanya Franki. "Saya mau keluar suara Nusantara," jawab mhyajo, sapaan akrab Mia kala itu.
"Jadi ketika beliau berbicara tadi mengenai kolintang dan alat-alat musik lainnya yang unik dan diproduksikan, kita melepas alat-alat tersebut sebagai alat yang dimainkan fungsinya di kebiasaan pemusik-pemusik atau music director biasanya," ujar mhyajo.
"Jadi kolintang seorang Frenky Raden di Opera Majapahit ini tidak sebagai musik kolintang dari Sulawesi, tapi apa yang memang bisa dipersembahkan untuk karya ini. Jadi terlepas dari ethnicity, terlepas dari etnis," tegasnya.
Pendek kata, seluruh bunyi dari semua alat musik tradisional itu menyatu menjadi sebuah musik Nusantara yang utuh. Sebuah musik khusus untuk Opera Majapahit.
"Jadi fungsinya itu ditaruh di satu meja besar ya. Semua alat-alat musik Nusantara itu ditaruh di satu meja besar dan kita mengolahnya bersama. Itu yang terjadi saat lokakarya [untuk opera ini]," tutur mhyajo.
Dia dengan percaya diri mengatakan bahwa karya hasil kolaborasi antara dirinya dan Franki Raden ini bakal mengusik para penonton. "Bisa saya pastikan yang duduk di teater hari Kamis itu dia akan terganggu dengan apa yang kita tampilkan, baik secara visual maupun secara pendengaran dari Franki Raden," ujarnya.
Opera Majapahit: Gitarja, Sang Sri Tribhuwana ini bakal dipentaskan pada Kamis, 7 Desember 2023 di Gedung Kesenian Jakarta. Pementasan akan berlangsung selama 1,5 jam dan melibatkan 12 pelakon, 2 penyinden, dan 2 narator.