Bakkara, Tempat Asal Dinasti Sisingamangaraja di Tanah Batak Toba

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 14 Desember 2023 | 17:00 WIB
Tiga bangunan utama di Istana Sisingamangaraja: Ruma Bolon, Ruma Parsaktian, dan Sopo Bolon. Masing-masing punya fungsi penting dalam tatanan kerajaan di tanah Batak semasa Sisingamangaraja. Istana ini sempat dibakar hangus oleh Belanda dalam ekspedisi tahun 1878. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Istana Sisingamangaraja tidak jauh, hanya berjarak sekitar satu jam perjalanan mobil dari Bandar Udara Silangit. Kami mengunjunginya dalam perjalanan bertajuk Trail of the Kings yang diadakan National Geographic Indonesia dan didampingi oleh Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT).

Setibanya di Istana Sisingamangaraja, kami disambut oleh Markoni. Pria berusia 54 tahun itu yang menjaga situs warisan penting bagi masyarakat Batak. Tempat terebut tidak begitu ramai pada Sabtu, karena hari libur dalam sepekan hanya di hari Minggu. Kami diajaknya melihat beberapa bangunan tradisional Batak yang telah direstorasi dan tengah dipercantik oleh warga setempat.

Ada tiga bangunan tradisional utama di dalam Istana Sisingamangaraja, yakni Ruma Bolon, Ruma Parsaktian, dan Sopo Bolon. Markoni menjelaskan, masing-masing bangunan punya fungsi antara lain sebagai tempat kediaman raja, tempat menerima tamu, dan mengumpulkan hasil bumi.

Sebuah simbol yang tertera di salah satu bangunan rumah adat bolon di Istana Sisingamangaraja Bakkara ini merupakan tiruan cap dari Raja Sisingamangaraja XII. 'Ahu sahap tuwan Sisingamangaraja tian Bakara' yang menggunakan aksara Batak tengah simbol berarti 'Aku cap Sisingamangaraja dari Bakara'. Sedangkan aksara Arab-Melayu yang mengelilinginya bertuliskan 'Inilah cap Maharaja di Negeri Toba Kampung Bakara nama kotanya 1304 H.' (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Saya melihat beberapa pekerja yang merupakan warga asli tengah sibuk mempercantik rumah bolon dan pernak-pernik lainnya, termasuk menorehkan aksara Batak pada ornamen. Salah satu yang menarik dari saya adalah tulisan beraksara Batak di dalam simbol menyerupai matahari.

"12 sudut itu menandakan bahwa simbol itu adalah cap Sisingamangaraja XII. Kalau 11, berarti Sisingamangaraja XI," kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Kabpuaten Humbang Hasundutan Nelson Lumban Toruan yang juga mendampingi kami. Dia membacakan aksara Batak yang ada di dalamnya.

Tulisan dalam aksara Batak itu bertuliskan: "Ahu sahap tuwan Sisingamangaraja tian Bakara (Aku cap Sisingamangaraja dari Bakara)".

Sementara di sekitarnya terdapat coretan tidak jelas. "Itu kan tiruan [dari cap Sisingamangaraja XII]. Aslinya yang di sekitarnya ini huruf Arab-Melayu," jelas Nelson. Saya mencoba membacanya, tetapi tidak mirip sama sekali dengan huruf Arab-Melayu. Nelson menjelaskan bahwa seharusnya bertuliskan "Inilah cap Maharaja di Negeri Toba Kampung Bakara nama kotanya 1304 H".

"Yah, namanya tiruan. Ini juga yang aksara Batak juga kurang bagus karena yang buat orang sekarang. Masih bagus mereka buat tulisan-tulisan ini, tandanya punya usaha mempelajari aksara Batak," lanjutnya.

Kesakralan Asal Sang Raja

Istana Sisingamangaraja diyakini dibangun sejak abad ke-16 oleh Sisingamangaraja I. Markoni sendiri adalah cicit dari Sisingamangaraja XI. Dia menjelaskan bahwa asal-usul raja yang menyatukan negeri Batak ini berasal dari marga Sinambela yang berkampung halaman di Bakkara.

Menurut legenda, Sisingamangaraja I hadir sebagai pemersatu masyarakat Batak yang terpecah dan penuh kekacauan yang jauh dari ajaran Mulajadi Nabolon (Tuhan dalam mitologi Batak).