Kopis terbukti efektif untuk menebas, baik ketika sedang jalan kaki maupun saat menunggang kuda. Sekilas, pedang ini menyerupai Falcata Iberia, namun apabila dilihat dengan seksama, terdapat beberapa bagian yang membedakan.
Tidak seperti pedang “rapier” era Renaisans, menurut Mikov, pedang Aleksander tidak memiliki pelindung di bagian gagangnya atau “hilt”.
“Alasan utama di balik ini adalah karena senjata pilihannya adalah tombak atau sarissa yang besar, sementara pedang akan dibawa di pinggang dengan sarung atau baldric,” kata Mikov.
Dalam kasus pedang Aleksander, diyakini bahwa gagang pedang dapat memiliki bentuk singa, simbol penting di Makedonia kuno. Simbol hewan tersebut mewakili keberanian dan kekuatan.
Mikov menjelaskan, kemungkinan pedang Aleksander Agung memiliki panjang sekitar 65 sentimeter dan berat 1,3 kilogram. Ini adalah ukuran yang umum untuk kopis pada saat itu.
Prajurit Makedonia kuno diketahui menggunakan pedang yang panjangnya sama dengan pedang Sparta, tetapi lebih pendek daripada yang digunakan selama periode-periode berikutnya di negara-negara Yunani.
Selama masa hidupnya, Aleksander Agung mungkin menggunakan lebih dari satu pedang dalam pertempuran.
“Dia mungkin juga menggunakan pedang Xiphos, yang merupakan jenis pedang Hellenic lainnya,” kata Mikov.
Sang Raja, Pedang, dan Peperangan
Hal terpenting yang perlu diketahui tentang Aleksander Agung adalah bahwa ia adalah seorang penombak dan pengguna pedang. Meskipun ia berpengalaman dengan kedua senjata ini, beredar cerita tentang luka-lukanya dalam pertempuran.
Meski terluka, ia terus bertempur karena sudah menjadi tradisi Makedonia kuno bahwa seorang raja harus ikut bertempur dengan cara apa pun.
Tombak adalah pilihan utamanya ketika di medan tempur. Seperti yang dijelaskan oleh Arrian, seorang sejarawan kuno, apabila saat bertempur kehilangan tombaknya maka ia akan meminta rekannya untuk memberikan tombaknya.