Nationalgeographic.co.id—Limbah basalt dari hasil letusan gunung berapi ternyata bisa dimanfaatkan menjadi produk berharga jual tinggi. Hal itu ditunjukkan dan dipaparkan oleh Ni Putu Muliawati, perekayasa dari Kelompok Riset Keramik Fungsional Kreatif, Pusat Riset Material Maju, Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material (ORNM), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam Webinar Ornamat seri ke-40 pada 19 Desember 2023, Ni Putu Muliawati memaparkan presentasi risetnya yang berjudul "Karakteristik Limbah Basalt dan Pemanfaatannya untuk Ornamen Khas Bali dalam Upaya Mengurangi Pencemaran Lingkungan".
Dia menjelaskan bahwa kegiatan risetnya saat ini meliputi limbah basalt yang nantinya akan dimanfaatkan untuk sesuatu yang bernilai kreatif dan mempunyai nilai tambah yang tinggi. “Jadi limbah basalt itu berasal dari letusan Gunung Agung yang ada di daerah Karangasem, Bali, yang sudah meletus puluhan tahun yang lalu, sekitar tahun 1973," tuturnya.
"Gunung Agung meletus dan mengeluarkan lahar kemudian mengeluarkan batuan. Batuan dari letusan Gunung Agung tersebut yang kami sebut basalt dan dimanfaatkan oleh para UMKM yang ada di Karangasem sebagai bangunan pura,” jelasnya.
Dia mengungkapkan bahwa limbah-limbah tersebut masih berserakan di sekitar Karangasem sampai Denpasar. “Kami melihat beberapa UMKM yang memproduksi bangunan pura ini menyisakan limbah yang sangat banyak. Hal ini menimbulkan permasalahan karena limbahnya sudah menumpuk kemudian tidak ada yang memanfaatkan. UMKM juga bingung limbah ini sebaiknya digunakan untuk apa,” tutur Ni Putu.
Selama ini, limbah basalt itu hanya digunakan sebagai tanah uruk. Itu pun diambil secara gratis karena para pengrajin sudah senang karena sisa basalt itu ada yang mau mengambilnya.
"Berdasarkan hal ini, kami dari Kelompok Riset Fungsional Kreatif membuat sebuah inovasi, bagaimana caranya memanfaatkan limbah ini sebagai ornamen-ornamen bangunan yang ada di Bali,” paparnya.
Karangasem berasal dari erupsi Gunung Agung kemudian membentuk utama lava Gunung Agung. Basaltnya merupakan jenis batuan beku ekstrusif yang berwarna sangat gelap yang mengandung silika 45-52%. Pemanfaatan sebelumnya adalah sebagai konstruksi dan bangunan pura.
Pembuatan bangunan pura menggunakan mesin potong menjadi batu basalt untuk mendapatkan bola-bola tertentu guna bangunan pura. Hasil samping pembuatan bangunan pura tersebut menimbulkan limbah halus dan limbah kasar yang menumpuk tidak dimanfaatkan, kemudian mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya.
“Para pengrajin umumnya kurang peduli akan limbah yang dihasilkan, karena mereka lebih memfokuskan diri pada hasil yang dapat dijual. Sementara limbah hanya digunakan sebagai tanah uruk konstruksi,” terang Ni Putu.
Tujuan dari penelitian adalah memanfaatkan limbah serbuk basalt digunakan sebagai agregat pada mortar, untuk dapat mengganti pahatan batu basalt yang digunakan pengrajin pada bangunan ataupun bagian bangunan.