Hidup "Gipsi" ala orang Romani
Orang Romani terbiasa dengan hidup nomaden. Mereka selalu identik dengan karavan yang memudahkan mobilitas mereka untuk berpindah ke tempat yang baru. Teknologi mereka juga berganti seiring perkembangan zaman, seperti penggunaan mobil, truk, atau kontainer.
Modernisasi ini didorong karena keberadaan orang Romani yang sering menyambangi kota-kota Eropa yang berkembang pesat sejak abad ke-15. Interaksi dengan masyarakat lokal pun memengaruhi pengetahuan mereka dan keterlibatan di ruang publik.
Dengan kebiasaan nomaden ini pula, kebudayaan dan bahasa tetap lestari di kalangan komunitas orang Romani. Secara struktural, kehidupan kolektif kelompok dan keluarga sangat dihargai, berbeda dengan masyarakat Eropa yang cenderung individualistis. Nuansa kebudayaan pun sangat identik dengan budaya India.
Selain itu, kelompok ini memiliki bahasa yang termasuk rumpun Indo-Arya (rumpun bahasa dominan di Iran dan India). Kondisinya yang menetap, membuat beberapa kelompok telah bercampur dengan bahasa lokal.
Meski berpindah tempat, pekerjaan yang umum dilakukan oleh orang Romani beragam. Umumnya mereka bekerja sebagai pedagang, cendekiawan pengembara, penyanyi dan penghibur keliling (termasuk sirkus), penggiling pisau, mekanik, dan bahkan tabib keliling yang pengobatannya mujarab.
Hal ini membuat daya tarik orang Eropa Barat atas kehadiran orang Romani yang terkesan eksotis.
Diskriminasi terhadap orang Romani
Meski dipandang eksotis, etnis Romani tidak jarang mendapatkan diskriminasi di Eropa dalam sejarah. Pada abad ke-15 dan ke-16, seperti di Inggris era Elizabeth I, kedatangan etnis Romani menambah jumlah gelandangan.
Pertumbuhan orang miskin dan gelandangan di Inggris pada kalangan etnis Romani disebabkan karena kombinasi pendapatan riil, pertumbuhan penduduk, dan masa panen yang buruk.
Ada pun kondisi orang Eropa harus berpindah ke kota demi menunjang kehidupan. Hal ini menyebabkan kondisi ekonomi-sosial perkotaan dan pedesaan jomplang. Sementara itu, perpindahan orang Eropa ke kota-kota besar menyebabkan gelandangan, tanpa tempat menetap.
Gelandangan begitu berbahaya bagi tatanan pemerintahan di Eropa. Contohnya dalam sejarah, gelandangan dan kemiskinan akan mendorong gerakan anarkisme dan revolusi. Gaya hidup gelandangan kerap dipandang sebagai kehidupan orang Gipsi, sehingga pemerintah menetapkan peraturan.
Tahun 1547, Raja Edward VI bahkan menyebabkan peraturan yang melarang pengemis dan gelandangan dengan hukuman dua tahun kerja paksa dan eksekusi mati. Sejarah aturan itu merupakan lanjutan dari perundang-undangan diskriminatif yang, bahkan, disebut sebagai Undang-undang Mesir tahun 1530.
Undang-undang Mesir memisahkan kelompok miskin, tidak layak, dan tidak punya tempat tinggal, dari masyarakat utama dalam sejarah Inggris. Kenyataannya di lapangan, peraturan ini mendiskriminasi etnis Romani yang hidup secara nomaden.