Ibnu Firnas dan Mimpi Manusia Terbang yang Mengubah Sejarah Dunia

By Galih Pranata, Jumat, 5 Januari 2024 | 12:00 WIB
Patung Abbas Ibnu Firnas di Bandara di Baghdad, Irak. Seorang yang mewujudkan mimpinya menjadi manusia terbang dan mengubah alur sejarah dunia penerbangan. (Zaltmatchbtw/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Setiap anak kecil di dunia, pastinya miliki mimpi-mimpi besar untuk masa depannya. Dan di setiap mimpi itu, tak sedikit yang membayangkan hal mustahil. Kemustahilan yang sebenarnya tak pernah terbayangkan oleh manusia se-zamannya.

Abu al-Qasim ‘Abbas bin Firnas bin Wardus atau yang dikenal dengan Ibnu Firnas barangkali salah satunya. Seorang anak yang lahir pada abad ke-9 M atau sekitar tahun 810 M, di Ronda, Malaga, Spanyol, bermimpi untuk bisa terbang.

Seorang anak muslim yang cita-citanya banyak ditertawakan oleh manusia se-zamannya. Maklum, Islam jadi kaum awal yang baru berkembang di Andalusia, Spanyol, bekas dari peradaban tua Romawi dengan pengaruh Nasrani-nya.

Ufuk Necat Tasci menulis kepada The New Arab dalam artikelnya berjudul Meet 9th century polymath Abbas ibn Firnas, the first human flying machine (2022), bahwa sejak kecil, Ibnu Firnas adalah seorang prodnose sejati yang biasa membedah benda, seperti mainan, dan merakitnya berulang kali.

Ibnu Firnas remaja adalah seorang pembelajar yang giat, di mana ia menghabiskan waktunya di Emirat Cordova (Kordoba) yang merupakan salah satu pusat pembelajaran utama dan tempat dunia Islam berkembang pesat di Spanyol kala itu.

Tumbuh menjadi seorang yang pandai, tak pelak mendorong Abbas ibn Firnas mempunyai hak istimewa untuk menerima pendidikan komprehensif dalam berbagai disiplin ilmu mulai dari kedokteran dan astrologi. 

Menariknya, ia tak begitu terpikat dengan dua disiplin ilmu yang ditawarkan. Baginya, mendalami dunia teknik adalah hal yang menantang. Barangkali, jiwa prodnose sejati telah melekat sejak ia kanak-kanak.

"Dengan perpaduan pendidikan yang intelektual dan futuristik ini, ia mulai bersinar sebagai seorang polimatik, intelektual, insinyur dan penyair," imbuhnya. Lantas, sejak kapan Ibnu Firnas menjadi penyair?

Masa mudanya penuh dengan keindahan. Ia sejak remaja menggilai musik klasik dan menulis puisi-puisi. Bahasanya puitis khas darah muda yang membara dalam jiwanya. Itulah yang mendorongnya menjadi penyair kemudian hari.

Setelah mempelajari dunia keilmuan yang rumit dan kompleks, Ibnu Firnas kembali pada dunia kecilnya. Inner child mengalir deras dalam tubuhnya, bermimpi untuk menjadi manusia terbang yang mungkin jadi hal konyol dan gila di zamannya.

Pesawat pertama yang lepas landas dari kapal laut tahun 1910. Pesawat generasi pertama itu dipiloti oleh Eugene Ely dari kapal USS Birmingham di Virginia, AS. AL AS telah menyadari potensi pesawat tempur sebagai armada perang dari udara sejak diciptakan oleh Wright bersaudara. (US-Navy)

Ezrad Azraai Jamsari yang bersama timnya mengungkap kisah Ibnu Firnas dalam jurnal yang dimuat pada Advances in Natural and Applied Sciences berjudul Ibn Firnas and his contribution to the aviation technology of the world, terbitan tahun 2013.

Menurutnya, "Sejauh kontribusi Ibnu Firnas dalam dunia penerbangan, hampir jelas bahwa ia mulai menciptakan perangkat terbang yang memungkinkannya terbang dari satu tempat ke tempat lain pada tahun 875 M."

Gagasannya dimulai dari upaya Ibnu Firnas yang dengan perhitungannya merancang desain sayap simetris. Lalu, ia membalut tangannya menggunakan sutra dan bulu elang untuk dapat terbang.

emudian, Ia berdiri di tempat yang tinggi untuk lepas landas, dan meluncur ke bawah dengan mengepakkan tangannya seperti burung. Nahas, tak sempat bertahan lama di udara, ia tersungkur ke tanah.

Kegagalannya tak pernah membuatnya menyerah, Ibnu Firnas kembali mendesain perangkat terbangnya di usia 65 tahun. Saat itu, ia akan menguji perangkat terbangnya di depan ribuan penonton, di Gunung Al-'Arus, Rusafa, Suriah.

ali ini upayanya hampir berhasil. Dataran tinggi memungkinkannya untuk meluncur di udara, terbang selama lebih dari sepuluh menit sebelum akhirnya pendaratan buruk mencelakainya.

Kecelakaan tersebut melukai punggungnya. Ibnu Firnas mengalami patah tulang punggung dan membuatnya berhenti untuk mengembangkan perangkat penerbangan lebih lanjut. Meski demikian, sejarah dunia telah mencatat, sejarah baru terukir dari kisahnya.

Sebuah mimpi yang tak pernah terbayangkan oleh manusia sebelumnya. Terbang selama lebih dari sepuluh menit adalah kesuksesan yang membanggakan Ibnu Firnas dan membuka wawasan sejarah dunia tentang manusia agar dapat terbang.

Dua belas tahun kemudian, Ibnu Firnas meninggal di tahun 887 M, tepatnya saat berusia 77 tahun. Namun, sebelum kematiannya, Ibnu Firnas menyadari pentingnya ekor pada bagian glider (pesawat luncurnya).

Mattias Paul Scholz dalam bukunya berjudul Advanced NXT : the Da Vinci inventions book yang terbit pada 2007, menjelaskan tentang teori Ibnu Firnas yang direkam oleh Leonardo Da Vinci.

"Setelah kecelakaan uji terbang, Ibnu Firnas menyadari bahwa struktur ujung ekor adalah bagian penting untuk mendarat, dan ini mirip dengan bagaimana seekor burung menggunakan ekornya untuk mengurangi kecepatannya. Struktur ini kemudian dinamai ornithopter oleh da Vinci," tulis Scholz dalam bukunya.

Pada 1260 M, Roger Bacon menulis tentang ornithopter theory yang didasari pada eksperimen dan gagasan Firnas. sayangnya, manuskrip yang ditulis Bacon menghilang begitu saja dalam perpustakaan Spanyol. 

Hal tersebut kemudian berpengaruh pada berkurangnya pengakuan terhadap penemuan prototipe pesawat Ibnu Firnas.

Pada tahun 1908 M, Wright bersaudara mendemonstrasikan menerbangkan pesawat di Prancis, penemuan ini kemudian menenggelamkan peran Firnas sebagai pencipta prototipe.

Hari ini, dunia penerbangan telah menjadi kompleks dengan segala kecanggihannya. Studi tentang ornithopter menjadi pembicaraan para ilmuwan, selain bagian sayap, ekor pesawat akan menjadi penting, untuk membuat pesawat mendarat dengan halus dan sempurna.