Ragam Praktik Kanibalisme di Berbagai Budaya Sepanjang Sejarah Manusia

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 6 Januari 2024 | 14:00 WIB
Sepanjang sejarah manusia, ada budaya-budaya yang mempraktikkan kanibalisme. Praktik ini berakar pada keyakinan spiritual, kelangsungan hidup, peperangan, atau bahkan ekspresi kebencian yang paling ekstrem. (Charles E. Gordon Fraze)

Dengan mempersembahkan jantung yang masih berdetak kepada dewa, mereka dapat memastikan kelanjutan pergerakan matahari melintasi langit dan mencegah bencana. Bagian dari ritual ini kadang-kadang melibatkan konsumsi daging korban sebagai sarana berbagi kekuatan ilahi dan lebih menghormati para dewa.

Kurban dari ritual ini sering kali adalah tawanan perang, budak, atau individu yang dipilih secara khusus karena kesuciannya.

Aghori di India

Aghori adalah sekte mistik dan asketik dari India yang dikaitkan dengan beberapa praktik spiritual yang tidak konvensional. Beberapa diantaranya termasuk unsur kanibalisme. Praktik-praktik ini berakar kuat dalam sistem kepercayaan mereka tentang kemurnian dan ketidakmurnian.

Suku Aghori percaya pencerahan spiritual dicapai dengan menghadapi dan melampaui aspek kehidupan yang paling tabu dan menjijikkan. Tidak banyak hal yang tabu, atau lebih menjijikkan, selain kanibalisme.

Namun bagi suku Aghori, ini adalah cara untuk menyerap energi spiritual orang yang meninggal. “Dengan kanibalisme, mereka dapat memutus siklus hidup dan mati,” ujar Mitchell lagi.

Perlu diingat bahwa tidak semua orang Aghori mempraktikkan kanibalisme. Mereka yang melakukan hal ini dianggap ekstrim bahkan di dalam sekte mereka sendiri. Mereka biasanya memakan daging orang yang meninggal dari tempat kremasi atau melakukan tindakan simbolis, seperti makan dari tengkorak.

Xixime dan kanibalisme selama festival panen

Xixime adalah kelompok masyarakat adat yang pernah mendiami wilayah yang sekarang disebut Meksiko Utara. Mereka sudah lama dikabarkan melakukan kanibalisme.

Sejarawan percaya kanibalisme sangat terkait dengan keyakinan agama dan budaya Xixime yang kompleks. Secara khusus, tampaknya kanibalisme terkait dengan semacam festival panen yang mereka adakan setiap tahun.

Setiap selesai panen jagung, para tetua desa akan mengirimkan prajuritnya untuk memburu orang-orang dari desa saingan. Mereka sering kali menargetkan petani yang bekerja sendirian di ladang. Namun terkadang juga melibatkan pejuang dari desa lain dalam pertempuran sengit di hutan.

Setelah membunuh musuh, mereka akan membawa mayatnya kembali ke desa. Jika korbannya terlalu besar untuk dibawa, mereka hanya akan membawa kepala dan tangannya saja.