Uniknya Peta Romawi Tabula Peutingeriana: Semua Jalan Mengarah ke Roma

By Sysilia Tanhati, Senin, 8 Januari 2024 | 09:00 WIB
Tabula Peutingeriana adalah salinan peta Romawi yang diperkirakan dibuat pada abad keempat. Peta Romawi ini berfungsi melacak jaringan jalan yang menghubungkan berbagai bagian kekaisaran. (Conradi Millieri)

Nationalgeographic.co.id—Seperti peradaban lainnya, Romawi juga membuat petanya sendiri. Salah satunya adalah Tabula Peutingeriana atau Peta Peutinger. Peta ciptaan bangsa Romawi memang tidak menyerupai garis besar peta modern.

Tabula Peutingeriana adalah gambaran bagaimana orang Romawi memandang dunia mereka, di mana mereka berada di pusatnya. Zona pengaruh mereka terbentang dari Inggris hingga India, dihubungkan oleh inovasi khas Kekaisaran Romawi, yaitu jalan raya.

Pada awalnya, masyarakat di zaman modern mungkin kesulitan memahami peta ini. Dengan panjang 6,7 meter dan tinggi hanya 35 cm, peta ini sangat unik.

“Lihatlah lebih dekat, dan nama-nama tempat Eropa yang familiar dapat dipilih, seperti Roma di tengahnya,” tulis Amanda Castello di laman National Geographic.

Sedikit demi sedikit, kita akan menyadari bahwa Eropa dan Asia telah terjepit ke dalam koridor sempit. Sementara saluran air yang berliku-liku dan terlihat seperti kanal, pada kenyataannya, merupakan bagian berbeda dari Mediterania. Lalu ada jaringan halus garis merah paralel yang ternyata adalah jaringan jalan yang sangat besar.

Mengukur dunia dari kacamata Kekaisaran Romawi

Tabula Peutingeriana adalah salinan peta Romawi yang diperkirakan dibuat pada abad keempat. Salah satu alasannya karena peta tersebut menampilkan Konstantinopel, yang didirikan pada tahun 330. Para ahli percaya bahwa versi ini dibuat pada pertengahan tahun 1200-an oleh seorang biarawan di kota Colmar.

Kini Colmar menjadi wilayah timur laut Prancis. Salinannya ditemukan pada abad ke-15 dan diwariskan kepada sarjana dan bibliofili Jerman Conrad Peutinger. Namanya kelak digunakan menjadi nama salinan peta Romawi tersebut.

Para sarjana tidak dapat memastikan seberapa akurat salinan abad ke-13 ini dengan aslinya. Meski demikian, artefak unik ini menawarkan banyak wawasan tentang pandangan dunia Romawi. Hal ini merupakan subjek penting dalam studi kartografi kuno.

Peta tersebut terdiri dari total 12 bagian, 11 di antaranya dipajang di Perpustakaan Nasional Austria di Wina. Bagian ke-12, yang berhubungan dengan Hispania (Spanyol) dan Kepulauan Inggris, adalah satu-satunya bagian yang hilang dari mahakarya tersebut.

Rute kekuasaan Kekaisaran Romawi

Semua peta mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Peta menekankan jenis informasi tertentu demi kepentingan orang lain, beberapa di antaranya bahkan mungkin dihilangkan. Misalnya, peta Yunani kuno cenderung berfokus pada elemen yang menunjukkan pengetahuan ilmiah. Sedangkan peta Romawi menyoroti aspek praktis. Peta Romawi berfungsi melacak jaringan jalan yang menghubungkan berbagai bagian kekaisaran.

Peta Romawi seperti ini disebut itineraria. Ada dua jenis: Itineraria adnotata menyerupai bagan yang mencantumkan jalan, stasiun di sepanjang jalan tersebut, dan jarak di antara keduanya.

Yang paling terkenal adalah Rencana Perjalanan Antonine abad ketiga, yang mencakup “peta jalan” Inggris Romawi. Kategori peta kedua, yang termasuk dalam Peta Peutinger, lebih bersifat visual—itineraria picta.

Dari Hispania hingga India

Peta Peutinger tidak hanya memetakan Kekaisaran Romawi. Dimulai di ujung barat, di tempat yang sekarang disebut Spanyol, dan berakhir di anak benua India dan pulau Taprobane (Sri Lanka). Dengan demikian, jalur ini mencakup seluruh ekumene (istilah Yunani untuk dunia yang dihuni) dan mencakup banyak detail di sepanjang setiap rute.

Sungai dan lautan, ciri-ciri geografis, dan, tentu saja, kota-kota, digambarkan dalam gambar yang tepat dan warna-warna cerah. Peta tersebut juga menunjukkan pusat-pusat dan rumah sakit. Serta tempat-tempat di sepanjang rute di mana para pengelana dapat beristirahat dan berganti kendaraan.

Informasi penting ini sangat penting bagi siapa pun yang melakukan perjalanan jauh. Pelabuhan komersial Mediterania juga ditampilkan (termasuk Ostia, pintu masuk utama Roma melalui laut) begitu pula pemandian air panas.

Banyaknya informasi menunjukkan bahwa peta tersebut tentu saja tidak dibuat semata-mata untuk tujuan militer. Meskipun peta tersebut juga dapat digunakan untuk tujuan militer. Serangkaian catatan menjelaskan relevansi tempat-tempat tertentu, hampir seperti gaya buku panduan.

Catatan untuk wilayah Sinai, misalnya, berbunyi: “Gurun yang dilalui umat Israel, dengan bimbingan Musa, mengembara selama 40 tahun.” Para sarjana tidak yakin apakah catatan ini muncul dalam aslinya atau apakah sentimen ini ditulis oleh kartografer abad pertengahan.

Sebuah catatan di timur jauh menandai tempat di mana Aleksander Agung mendengar suara ramalan mengenai seberapa jauh ia berniat memperluas kerajaannya. “Accepit usque quo Alexander?—Sampai di mana, Aleksander?”

Para ahli percaya bahwa catatan ini adalah tambahan abad pertengahan pada peta. “Sebuah komentar ironis tentang kesia-siaan imperialisme yang ditambahkan pada sebuah karya yang mengagungkan jangkauan kekaisaran,” tambah Castello.

Pusat kejayaan ini tentu saja adalah Roma. Roma diwakili oleh sosok bertakhta yang memegang bola dunia, tombak, dan perisai. Roma adalah caput mundi (ibu kota dunia) yang menjadi tujuan semua jalan.

Penekanan khusus juga diberikan pada dua kota di timur, Konstantinopel dan Antiokhia, meski digambarkan lebih kecil dari Roma. Menariknya, Pompeii, Herculaneum, dan Oplontis—kota-kota yang hancur akibat letusan Vesuvius pada abad pertama Masehi—ditampilkan.

Dimasukkannya kota-kota tersebut menunjukkan bahwa peta tersebut mungkin didasarkan pada peta-peta yang lebih awal.

Jalan raya besar

Fitur paling penting dari peta ini adalah 112.000 km jalan raya yang semuanya ditandai dengan warna merah. Namun, tidak mungkin menghitung jarak jalan sebenarnya atau skala geografis dari peta.

Peta Peutinger juga memiliki hubungan yang longgar dengan titik mata angin kompas. Sungai Nil, misalnya, mengalir dari barat ke timur, bukan dari selatan ke utara.

Semua ciri-ciri ini dapat dijelaskan dengan apa yang dikenal sebagai “konsep hodologis” (dari kata Yunani hodos, yang berarti “jalan”). Bagi orang-orang Romawi, jaringan jalan menentukan perluasan wilayah kekaisaran mereka.

Gagasan modern tentang garis lintang dan garis bujur tidak relevan di sini. Pasalnya, ruang-ruangnya direpresentasikan sebagai horizontal dan linier—hampir seperti jalan raya itu sendiri.