Ketika Ibnu Batutah Kunjungi Sumatra dalam Sejarah Abad Pertengahan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 12 Januari 2024 | 07:00 WIB
Ibnu Batutah tidak pernah membuat catatan perjalanan selama petualangannya. Tapi ketika ia kembali ke Maroko untuk selamanya pada tahun 1354, sultan memerintahkannya untuk menyusun catatan perjalanan. Salah satu yang menarik adalah ketika ia membawa misi diplomatik India dan Tiongkok, sehingga harus singgah di Sumatra. (Osama Shukir Muhammed Amin/Wikimedia Comons)

"Tuan rumah resmi pertamanya adalah seorang perwira militer berpangkat tinggi, yang ternyata sudah dia kenal. Pria tersebut telah melakukan perjalanan ke Delhi beberapa tahun sebelumnya untuk misi diplomatik di Samudra," tulis Ross E. Dunn, dalam bukunya.

Dalam sejarah dunia, Ibnu Batutah merupakan salah satu penjelajah terkenal. Ia menghabiskan separuh hidupnya untuk berkelana ke banyak tempat. (Léon Benett/Wikimedia Commons)

"Kemudian, pendatang baru itu diperkenalkan kepada Al Malik Al Zahir, yang mengundangnya untuk duduk di sebelah kirinya saat jamuan makan kerajaan dan memberinya pertanyaan tentang perjalanannya dan urusan Delhi."

Dalam catatan Rihla, Ibnu Batuta menyebut adalah orang baik, pintar, taat beragama, fasih berbahasa Arab, dan suka berdiskusi tentang keagamaan dengan para ulama.

Digambarkan bahwa ibukota Samudra Pasai "berdinding kayu, yang berjarak beberapa mil di pemukiman pelabuhan hulu sungai."

Meski Samudra Pasai adalah kerajaan Islam, suasana keislaman masih sedikit kurang dan masih memiliki unsur Hindu-Buddha seperti India pesisir dan kepulauan Asia Tenggara lainnya. Akan tetapi, kalangan istana Samudra Pasai tidak mengikuti adat dan ritual seperti itu karena lebih pakem secara keislaman.

Ibnu Batutah menyebut bahwa Samudra Pasai adalah pos pelosok dari Darul Islam (negara-negara kawasan Islam), sebab tidak ada lagi negeri di timurnya yang dipimpin oleh muslim.

Lanjut berlayar ke Tiongkok

Ibnu Batutah hanya tinggal dua pekan di Samudra Pasai. Akan tetapi, Dunn memperkirakan keberadaan sang petualang dalam sejarah abad pertengahan itu mungkin singgah lebih lama lagi.

Alasannya, para pedagang internasional yang melalui Selat Malaka menuju Tiongkok setidaknya harus menunggu peralihan angin monsun. Bisa jadi, penyebutan waktu dalam cerita pelayaran ke Tiongkok tumpang tindih dalam penuturan Ibnu Batutah untuk penulisan Rihla.

Pelayaran Ibnu Batutah ke Tiongkok dibantu Sultan Al Malik Al Zahir dengan persediaan perbekalan yang melimpah. Sultan juga memberikan salah satu pejabatnya untuk ikut menemani dan memberikan pelayanan kepada Ibnu Batutah selama dalam pelayaran.

Sangat lama bagi Ibnu Batutah bisa tiba ke pesisir selatan Tiongkok. Pelayarannya memakan waktu empat bulan, menurut penuturannya di Rihla. Padahal, Dunn menyebut, waktu pelayaran hanya memakan 40 hari. Dunn memperkirakan, Ibnu Batutah sempat singgah ke pelabuhan di pesisir timur Semenanjung Melayu (Malaya), Champa, atau Tonkin.

Singgah lagi ke Samudra Pasai

Usai sudah penugasannya di Tiongkok, Ibnu Batutah berniat untuk pulang ke Maroko. Dia berlayar dari Quanzhou yang disebutnya sebagai kota zaitun. Pelayaran itu, oleh para ahli sejarah abad pertengahan, memungkinkan baginya kembali ke Samudra Pasai yang merupakan pos dagang internasional pada masanya.

Sebelumnya, Ibnu Batutah telah memiliki kapal pelayaran yang digunakan sampai ke Samudra Pasai. Bisa jadi, pelayaran pertamanya ke Tiongkok menggunakan jung dari sultan. Demi kepulangannya ke tanah asal dan niat untuk menunaikan ibadah haji di Makkah, dia menukar kapalnya di Sumatra.