Marcus Aurelius, Kaisar Romawi Kuno yang Menganut Stoikisime

By Hanny Nur Fadhilah, Selasa, 16 Januari 2024 | 19:00 WIB
Marcus Aurelius adalah kaisar kaisar Romawi kuno yang juga dikenal sebagai filsuf. (Public domain)

Antoninus Pius melibatkannya dalam administrasi kekaisaran, memberinya wawasan tentang cara kerja kekaisaran Romawi kuno.

Periode ini sangat penting dalam membentuk pemahaman Marcus tentang pemerintahan dan filosofinya terhadap pemerintahan.

Prinsip-prinsip yang menekankan tugas, disiplin, dan kesejahteraan rakyat, diasah selama tahun-tahun ini, sehingga memengaruhi keputusannya di kemudian hari sebagai kaisar.

Pada tahun 161 M, kematian Antoninus Pius membuka jalan bagi kenaikan takhta Marcus. Dia bersikeras agar saudara angkatnya, Lucius Verus, diangkat menjadi rekan kaisar, sebuah keputusan yang menunjukkan komitmennya terhadap kekuasaan dan tanggung jawab bersama.

Hal ini adalah masa yang relatif damai bagi Kekaisaran Romawi, namun terganggu oleh konflik militer dan Wabah Antonine.

Wabah Antonine Hancurkan Kekaisaran Romawi

Wabah Antonine, sebuah epidemi yang menghancurkan, melanda Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Marcus Aurelius sekitar tahun 165 M, dan terus berlanjut hingga sekitar tahun 180 M.

Dikira penyakit cacar atau campak, wabah ini dibawa kembali ke Roma oleh tentara yang kembali dari kampanye di Timur Dekat.

Dampaknya sangat dahsyat dan perkiraan menunjukkan bahwa pada puncaknya, wabah ini merenggut nyawa hingga 2.000 orang per hari di Roma saja, dan menghancurkan tentara Romawi.

Wabah ini terjadi bersamaan dengan periode konflik militer, terutama Perang Marcomannic, yang mempersulit respons kekaisaran terhadap krisis militer dan kesehatan.

Wabah ini tidak hanya menyebabkan kematian yang luas tetapi juga menyebabkan kekurangan tenaga kerja yang parah di seluruh kekaisaran, sehingga berdampak pada pertanian, industri, dan militer.

Dampak ekonominya sangat besar, seiring berkurangnya angkatan kerja dan melonjaknya biaya tenaga kerja.