Nationalgeographic.co.id—Ibnu Batutah telah dikenal sebagai salah satu penjelajah yang populer dalam sejarah dunia pada abad ke-14. Perjalanannya ke berbagai negara Islam di beberapa belahan dunia menjadi terkenal kala dibukukan dalam The Travels of Ibn Batutta (terj. Perjalanan-Perjalanan Ibnu Batutah).
Ibnu Batutah terkenal dengan ragam perjalanan untuk melihat berbagai aspek kebudayaan, sosial, hingga politik dari negara-negara Islam. Dia telah menjelajah hampir 120 ribu kilometer dan mengunjungi 40 negara di tiga benua sejak 1325 hingga 1352.
Meski perjalannya ke Aleksandria, Damaskus, dan India merupakan beberapa yang dianggap ikonik, Ibnu Batutah pernah menjelajah Afrika Barat. Kegiatan ini dilakukan menjelang masa-masa terakhirnya berpetualang, tepatnya pada 1349 atau setelah kepulangan pertamanya ke Maroko.
Setelah berkunjung ke makam ibunya yang meninggal beberapa bulan sebelum kepulangannya dan tinggal di Tangier selama beberapa hari, Ibnu Batutah memutuskan untuk melakukan perjalanan baru ke Afrika Utara, Spanyol, dan Afrika Barat.
Andalusia yang Indah dan Kaya
Pada abad ke-14, Spanyol yang sempat dikenal sebagai Andalusia. Nama ini diambil dari bahasa Arab yang berarti Tanah Para Vandal, di mana nama ini diambil dari grup etnis yang mengendalikan wilayah tersebut sejak dikuasai tentara Islam pada abad ke-8.
Kala itu, Andalusia mengalami ancaman dari penguasa-penguasa Kristen yang ingin mengambil tanah dari para penguasa Islam. Mendengar ancaman ini, Ibnu Batutah melakukan perjalanan setelah mengetahui tentara Alfonso XI dari Kastila yang mencoba menyerang Gibraltar.
Upaya ini sendiri dilakukan setelah Gibraltar diambil kembali oleh Kerajaan Granada pada 1333. Wilayah ini merupakan satu-satunya pelabuhan di pesisir utara yang masih dimiliki penguasa Islam, sehingga Andalusia berisiko terancam jika invasi ini sukses.
Perjalanannya ke Andalusia dilakukan bersama sekelompok tentara sukarelawan yang melindungi Gibraltar dengan kapal kecil. Saat sampai di Andalusia, bahaya dari Alfonso XI dari Kastila seketika hilang karena sang raja meninggal akibat wabah hitam.
Perjalanannya ke Andalusia sebagai turis kemudian berlanjut sebentar dengan kunjungan ke kota Ronda dan Marbella. Dalam buku The Travels of Ibn Batutta, dia sempat bercerita bahwa perjalanan antar dua kota tersebut sulit karena serangan dan perampokan yang dialami penjelajah lain.
Setelahnya, dia melanjutkan perjalanan dan sampai ke Malaga. Di sana, dia terkesima dengan kekayaan kota tersebut, baik makanan maupun kerajinan yang diekspor ke luar negeri.