Timur Lenk, Pendiri Kekaisaran Timuriyah dan Penakluk Asia Tengah

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 4 Februari 2024 | 15:00 WIB
Timur Lenk atau Timur si Pincang adalah pendiri Kekaisaran Timuriyah di Asia Tengah. Dia mempersatukan sisa-sisa Kekaisaran Chagatai dan Kekaisaran Ilkhanat Mongol. Kaisar muslim ini diperdebatkan antara sebagai pahlawan atau maniak. Patungnya diabadikan di Samarkand, Uzbekistan. (Adam Jones/Flickr)

Nationalgeographic.co.id - Timur si Pincang atau lebih kenal sebagai Timur Lenk atau Tamerlane, merupakan pendiri Kekaisaran Timuriyah di Asia Tengah. Kekaisaran yang didirkan berdiri pada 1370-an ini didirikan olehnya karena Kekaisaran Chagatai sedang tidak stabil.

Timur Lenk berasal dari suku Barlas, subkelompok bangsa Mongol yang menetap di Uzbekistan modern. Ayahnya, Taraghai Bahdur, adalah kepala suku. Penulis dan pengelana Ahmed bin Arabshah dalam catatannya Tamerlane or Timur: The Great Amir menyebutkan bahwa Timur Lenk masih punya hubungan secara genealogi dengan Genghis Khan, namun diragukan oleh sejarawan.

Ada banyak cerita mitos tentang Timur Lenk yang membuat ahli sejarah harus skeptis dalam menuliskan riwayat hidupnya. Kebanyakan informasi tentangnya berasal dari manuskrip yang ditulis abad ke-18 dan ke-19 yang tersebar di Asia Tengah, Rusia, dan Eropa.

Secara genealogi, Timur Lenk punya nenek moyang dari Mongolia yang masih berkaitan dengan Genghis Khan.

Riwayat Timur Lenk menguasai Asia TengahTimur Lenk lahir pada 1336 di Kesh, sebuah kota sekitar 80 kilometer dari Samarkand yang kini dikenal sebagai kota Shahrisabz. Keluarganya memiliki hubungan dengan Kekaisaran Chagatai yang merupakan pecahan dari Kekaisaran Mongol.

Ron Sela dalam The Legendary Biographies of Tamerlane menyebutkan bahwa Timur Lenk dibesarkan di Bukhara. Di sana dia bertemu dengan istri pertamanya, Aljai Turkanaga. Kelak, sebagai penakluk, dia akan memiliki berbagai istri dan selir untuk menguasai berbagai negeri.

Kondisi Kekaisaran Chagatai sedang runyam. Sebagian wilayahnya sudah berpisah sejak 1347 menjadi Moghulistan yang kini berada di sekitar Xinjiang, Tiongkok.

Kerunyaman ini disebabkan konflik antara klan nomaden lokal dan Kekaisaran Chagatai. Pemimpin Chagatai dinilai telah kehilangan tradisi yang diturunkan oleh Genghis Khan dan nenek moyang, termasuk kaisarnya yang kini telah memeluk agama Islam. Pajak yang sangat memberatkan pun menjadi penyebab konflik di dalam negeri.

Pada 1357, Timur Lenk menyatakan kesetiaannya kepada Tughluq Temur. Tughluq Temur kemudian berkuasa sebagai kaisar antara 1360 dan 1363. Pada 1361, Timur Lenk menjadi menteri untuk kegubernuran Transoxania di bawah pimpinan gubernur Ilyas Khoja, putra Tughluq Temur.

Timur Lenk membelot dengan melarikan diri dan bergabung dengan kelompok perlawanan yang dilakukan saudara iparnya bernama Amir Husain. Keduanya mengalahkan Ilyas Khoja pada 1364. Dengan cepat, Timur Lenk menundukkan Transoxania sekitar 1366.

Kekuatan Timur Lenk semakin kuat. Setelah istrinya wafat pada 1370, dia lebih leluasa untuk bergerak balik melawan Husain. Husain pun dibunuh dalam pengepungan di Balkh, Afganistan. Kemenangan ini mengantarkan Timur Lenk mendeklarasikan diri sebagai pewaris Kekaisaran Chagatai untuk memulihkan Kekaisaran Mongol.

Kebangkitan Timur LenkMeski mengeklaim dirinya sebagai pemimpin kawasan Kekaisaran Mongol di Asia Tengah, Timur Lenk tidak murni keturunan bangsa Mongol. Oleh karena itu, di dalam pemerintahannya tidak menyebut diri sebagai "khan" untuk kaisar, melainkan "amir" yang diambil dari bahasa Arab.