Charles Joughin: Penyintas Titanic dalam Ingatan Sejarah Dunia

By Galih Pranata, Jumat, 9 Februari 2024 | 22:58 WIB
Pada saat Titanic meluncur ke dasar laut, Charles Joughin berlari ke arah bokong kapal di mana ia berhasil berada paling atas saat kapal menuju dasar, memungkinnya untuk melompat ke sekoci sebelum tubuhnya basah terendam air. (Charles Dixon/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Karamnya kapal Titanic, kisah berusia seabad ini masih sangat familiar di telinga. Kisahnya tetap menarik, lahir dari sebuah tragedi dan kini menjadi legenda.

Titanic dianggap 'tidak dapat tenggelam', karena tragedi itu melibatkan penumpang dari semua lapisan masyarakat, mewakili dua puluh tujuh negara. Di mana meninggalkan cerita yang tak pernah ada habisnya. 

Penumpangnya adalah berbagai kalangan masyarakat. Ada imigran, pebisnis, tokoh-tokoh militer, orang miskin, keluarga masyarakat kaya yang tak terduga, orang tua dan bayi baru lahir, pramugari, dan petugas kru kapal lainnya.

Dalam sejarah dunia, Titanic dikabarkan berlayar pada pelayaran perdananya ke New York pada tanggal 10 April 1912. "Sebagian besar penumpangnya tidak pernah sampai di New York," tulis Aimee.

Aimee Heidelberg menulisnya kepada HIstory Collection dalam artikelnya berjudul Titanic Survivor’s Stories Are As Dramatic As The Sinking, yang diterbitkan pada 14 Desember 2023.

Musibah itu menemui mereka pada tanggal 14 April, di mana kapal super megah bernama Titanic, mengukir ironi sejarah dunia dengan menabrak gunung es, menyebabkan kerusakan struktural yang fatal dan karam meninggalkan legenda.

Dalam waktu dua setengah jam, kapal tersebut tenggelam ke kedalaman Samudera Atlantik, lebih dari 12.000 kaki di bawah permukaan. Saat dia terjun ke bawah ombak, dia merenggut 1.517 jiwa.

Namun, ada 706 orang yang selamat, yang kisahnya tidak berakhir pada malam fatal itu. 900 awak kapal Titanic sebagian besar adalah laki-laki, dan hanya dua puluh tiga perempuan.

Para kru sebagian besar berasal dari Inggris dan Irlandia. Ini termasuk petugas pemadam kebakaran yang memberi makan ketel uap agar kapal tetap berjalan dan insinyur (semuanya hilang) yang menjaga sistem mekanis tetap beroperasi.

Namun ada satu nama yang menarik untuk dituliskan. Ia adalah Charles Joughin, Kepala Baker Titanic. Ia jadi salah satu dari sedikit orang yang selamat dari peristiwa karamnya Titanic. Joughin masih hidup dan mengisahkan pengalaman dramatisnya.

Kala itu, dia sibuk mengisi sekoci, menaruh roti lunak ke dalam sekoci untuk persediaan tambahan selain biskuit keras yang sudah diisi sebelumnya, dan melemparkan kursi geladak ke samping sebagai alat pelampung.

Kondisi kapal sudah menghantam, menyebabkan kegaduhan luar biasa. Joughin mempersiapkan diri untuk hal yang terjadi selanjutnya dengan seteguk minuman keras. Dia terjebak dalam kerumunan saat berusaha menuju bagian belakang kapal.

Ia berhasil menemukan pagar di bagian belakang kapal, dan naik ke atasnya saat Titanic meluncur ke dasar laut. Dia turun begitu saja saat kapal mulai tenggelam. Kepalanya hampir tidak basah, dan tidak ada isapan yang menariknya.

Dia menginjak air sampai dia menemukan perahu yang bisa dilipat, dipindahkan ke sekoci lain. Meskipun cuaca sangat dingin dan basah, dia menarik dirinya menaiki tangga kapal penyelamat. Ia tak ikut karam dan mengapung dengan sekocinya.

Potret Charles Joughin, penyintas tragedi karamnya kapal Titanic dalam ingatan sejarah dunia. (Encyclopedia Titanica)

Selamat dari karamnya Kapal Titanic dengan cara yang paling dramatis, tidak menghalangi Joughin untuk berkarir di laut. Selepas ia kembali ke Liverpool, Joughin bertugas di kapal saudara Titanic, Olympic.

Pada awal Perang Dunia I, Joughin bergabung dengan marinir, bertugas sebagai pembuat roti di Kongres SS. Dalam perjalanan singkat dari San Francisco ke Seattle, kapal tersebut terbakar sekitar tiga puluh hingga lima puluh mil di lepas pantai.

Kapten dengan cepat mendaratkan kapal, menyelamatkan seluruh awak kapal, termasuk Joughin, yang kali ini melarikan diri dengan sekoci. Namun pelariannya bukannya tanpa drama.

Dia terpeleset dan jatuh ke air dan masuk ke sekoci tetapi tidak mengalami cedera. Meski mengalami dua bencana, dia tetap menjadi pembuat roti pelaut.

Pada bulan Desember 1941, dia bekerja di kapal lain yang tenggelam, kapal barang Oregon yang bertabrakan dengan kapal lain. Tujuh belas orang tewas dalam insiden tersebut, namun sekali lagi, Joughin berhasil lolos.

Setelah kembali lolos dari maut, ia sekali lagi bertugas di kapal yang dioperasikan oleh American Ekspor Lines, serta transportasi pasukan Perang Dunia II sebelum pensiun pada tahun 1944.

Setelah pensiun, ia pindah kembali ke New Jersey dan menikah dengan Ny. Annie Eleanor, penduduk asli Leeds yang pertama kali datang ke Amerika Serikat pada tahun 1888. Annie adalah seorang janda dua kali dan telah memiliki seorang putri.

Namun, kematian Annie pada tahun 1943 menjadi kehilangan besar yang tidak pernah bisa Joughin lupakan. Ia sangat terpukul karena kehilangannya itu. Sampai akhirnya dua belas tahun kemudian, Joughin mendapatkan undangan.

Ia diundang untuk berbagi kisah, menggambarkan pengalaman dramatisnya dalam salah satu bab buku Walter Lord, A Night to Remember. Namun, tulisannya itu menguatkan rindunya pada Annie. Kesedihan berlarut membuat kesehatannya menurun drastis.

Joughin menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit Paterson pada tanggal 9 Desember 1956 di usia 78 tahun, setelah dua minggu menderita pneumonia.

Ia dimakamkan bersama istrinya di Cedar Lawn Cemetery, di Paterson, New Jersey. Kisah fenomenalnya menjadi saksi tentang kerasnya kehidupan laut yang tak jarang menantang maut. Hidup Charles Joughin telah terukir, mewarnai ingatan sejarah dunia.