Pemberontakan Petani Paling Berdarah dalam Sejarah Abad Pertengahan

By Galih Pranata, Kamis, 15 Februari 2024 | 09:00 WIB
Lukisan karya Charles Lucy yang menggambarkan Lord Saye dan Sele, dua aristokrat yang ditawan dan diserahkan kepada Jack Cade dalam upaya pemberontakan petani paling berdarah sepanjang sejarah abad pertengahan. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Sebelum memulai tulisan ini, mari kita mulai dengan sebuah adagium yang menyebut bahwa "penindasan dan eksploitasi petani oleh aristokrasi merupakan ciri khas sejarah Abad Pertengahan."

Kita perlu memahami, dalam abad-abad yang sulit itu, di berbagai belahan dunia, petani kerap jadi sasaran dari ekaploitasi aristokrasi dan pemerintahan yang absolut. Mereka merampas serta-merta yang dimiliki orang kecil di wilayah-wilayah agraris. 

Namun, para petani dalam sejarah abad pertengahan tidak selalu tinggal diam. Dari waktu ke waktu, ketika mereka sudah merasa muak, para petani bangkit dalam pemberontakan berdarah yang menakutkan dan mengguncang masyarakat hingga ke akar-akarnya.

Salah satunya adalah Pemberontakan Cade, ya, Jack Cade, yang meletus pada tahun 1450. Jack Cade, seorang Irlandia yang pekerjaannya tidak diketahui dan latar belakang yang tidak banyak diketahui.

Dalam kisah ini, ia tinggal di Kent, Inggris yang kemudian "mengorganisir pemberontakan di kalangan petani dan pemilik kecil," tulis Khalid Elhassan kepada History Collection dalam artikelnya Odd Medieval Practices That Seem Too Strange to Be True, terbitan 28 September 2023.

Cade telah tinggal di Sussex sampai tahun 1449, ketika dia melarikan diri ke Prancis untuk menghindari tuduhan pembunuhan. Dia kembali ke Inggris dengan membuat pseudonim—nama samaran—pada tahun 1450, dan menetap di Kent.

Ia datang dari pelariannya di saat kondisi Kent tidak baik-baik saja. "Pada saat itu, banyak orang yang marah dengan pajak yang sangat tinggi dan kenaikan harga yang tajam baru-baru ini," imbuh Khalid.

Hal ini, ditambah dengan meluasnya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para penasihat kerajaan dan pejabat Raja Henry VI yang lemah dan malang, mengubah Inggris menjadi tong mesiu.

Cade mengagitasi para petani untuk memberontak karena sudah tersulut. Mulai muncul chaos di akar rumput. Pecahnya kekerasan kecil itu berkembang menjadi pemberontakan yang semakin memanas.

"Hal ini segera menjadi pemberontakan rakyat dalam jumlah besar dan pemberontakan petani yang mengguncang Inggris mulai meneror pemerintahan dan aristokrasinya," terusnya.

Pada bulan Juni 1450, Cade berada di garda terdepan, memimpin pemberontakan besar melawan aristokrasi dan pemerintah kerajaan. Dia menyebut dirinya John Mortimer, dan diidentifikasi sebagai saingan raja, keluarga kerajaan cabang York.

Jack Cade mengeluarkan manifesto, di mana dia menuntut pemecatan beberapa menteri kerajaan dan penarikan kembali Richard, Adipati York, dari Irlandia, tempat dia berada di pengasingan.

Tentara kerajaan yang dikirim untuk menekan pemberontak, berhasil dikalahkan di Kent. Hal ini memicu semangat baru, meningkatkan level pemberontakan, dan kelompok pemberontak jumlahnya meningkat pesat. Perlahan tapi pasti, mereka bergerak menuju London.

Mereka merebut ibu kota Inggris pada tanggal 3 Juli 1450. Dalam pemberontakan itu, mereka berhasil menawan bendahara kerajaan yang dibenci, James Fiennes, Lord Saye dan Sele, yang kemudian dieksekusi oleh para pemberontak.

Rencana awal Cade, agitasi ini hanya bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan dan aristokrasi atas determinasinya yang mengecewakan petani. Ia berupaya untuk menjaga agar pemberontakan berada dalam treknya. Pemberontakan dalam disiplin.

Namun, ketika para petani merangsek memasuki London dan menguasai wilayah penting di sana, banyak pemberontak mulai menjarah kota tersebut. Motif penggulingan kekuasaan berubah menjadi penjarahan dan kegilaan yang sulit terkendali.

Pelanggaran hukum menyebabkan warga sipil di London melawan pemberontak yang notabene didominasi kaum tani. Warga sipil London yang mengalami sejumlah kerugian dan resah akibat penjarahan pemberontak, mendorong meletusnya pertempuran berdarah. 

Warga London terasung akibat tindak semena-mena para petani dan berupaya mengusir anak buah Cade itu dari kota pada tanggal 6 Juli, setelah pertempuran hebat dan berdarah di Jembatan London.

Sejarah abad pertengahan mencatat pemberontakan Cade sebagai bagian dari pertempuran paling berdarah di jalan Kent. (Wikimedia Commons)

Pertempuran itu berlangsung hingga pukul delapan keesokan paginya, ketika para pemberontak mundur dengan banyak korban jiwa. Diperkirakan setidaknya 40 warga London dan 200 pemberontak tewas dalam pertempuran tersebut.

Dalam upaya mengakhiri pemberontakan, pemerintah mengeluarkan pengampunan kerajaan untuk mengembalikan petani ke kampungnya tanpa menghukum mereka atas pemberontakan itu.

Pihak kerajaan berupaya mengakhiri pertempuran berdarah yang mengerikan di London dengan membujuk sebagian besar pemberontak untuk membubarkan diri dari chaos di pusat kota dan memastikan mereka meninggalkan London.

Setelah bubar, pihak berwajib mencari dalang dari kerusuhan yang terjadi, dalang di balik wayang tani yang memberontak dan membuat banyak kehancuran. Tapi Cade melarikan diri, meski pada akhirnya berhasil terlacak keberadaannya seminggu kemudian.

Saat ditemukan, ia dalam kondisi terluka parah akibat pertempuran dengan pasukan kerajaan yang mengetahui Cade sebagai akal dari pemberontakan, hingga Cade ditangkap. Dia dibawa ke London, tetapi meninggal karena luka-lukanya dalam perjalanan.

Kematiannya menandai berakhirnya pemberontakan. Meskipun pemberontakan tersebut gagal, pemberontakan ini berkontribusi pada runtuhnya otoritas dan prestise kerajaan yang memicu terjadinya Perang Mawar, yang pecah beberapa tahun kemudian.

Sejarah abad pertengahan juga mencatat Jack Cade's Rebellion atau pemberontakan petani yang dipimpin oleh Jack Cade, sebagai pemberontakan petani paling berdarah sepanjang sejarah abad pertengahan.