Siasat Nekat Aleksander Agung Melawan Kekaisaran Persia di Gaugamela

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 7 Maret 2024 | 09:00 WIB
Lukisan Jan Brueghel the Elder tentang serangan nekat Aleksander Agung ke baris pertahanan Darius III dalam Pertempuran Gaugamela. Pertempuran ini menjadi titik kemenangan mutlak Aleksander atas Kekaisaran Persia. ( Jan Brueghel the Elder/Louvre Museum, Paris)

Nationalgeographic.co.id—Pertempuran Gaugamela merupakan pertempuran yang menentukan bagi masa depan Kekaisaran Persia yang dipimpin Darius III. Kekaisaran Persia harus bertemu dengan kekuatan Makedonia yang dipimpin Aleksander Agung pada 5 November 331 SM.

Berbagai kekuasaan Kekaisaran Persia telah terlepas oleh kekuatan Aleksander Agung yang masih muda. Sejak awal kampanyenya pada 334 SM sampai sebelum Pertempuran Gaugamela, raja muda Makedonia itu telah merebut Asia Kecil (Turki modern) dan Mesir.

Sumber kuno mengatakan bahwa Kekaisaran Persia berkekuatan 250 ribu hingga satu juta pasukan. Para ahli sejarah memperkirakan mungkin jumlahnya tidak lebih dari 120 ribu orang. Bagaimanapun, jumlah ini lebih banyak dibandingkan kekuatan Aleksander Agung yang berjumlah sekitar 40 ribu atau 50 ribu orang.

Bagaimana pun, sejarah Kekaisaran Persia terbukti goyah dalam perang ini. Aleksander Agung dengan pasukan yang lebih sedikit terbukti memenangkan pertempuran. Namun, bagaimana bisa rombongan yang telah melakukan perjalanan ekspedisi panjang bisa memenangkan pertempuran?

Mengumpulkan dukungan dari negeri yang dijajah Kekaisaran Persia

Kekaisaran Persia di bawah wangsa Akhemeniyah terbentang dari Asia Kecil, Mesir, Asia Tengah, dan Lembah Sungai Indus. Kekuasaan yang luas ini adalah tantangan bagi kedaulatan Kekaisaran Persia karena harus mengelola masyarakat dari berbagai budaya.

Sejak Aleksander memenangkan pertempuran di Sungai Granikos pada 334 SM, ia menguasai berbagai koloni Yunani yang dikuasai Kekaisaran Persia di Turki. Dia dianggap sebagai pahlawan pembebas dan menyerukan kota-kota tersebut turut mendukung ekspedisinya.

Setelah memenangi Pertempuran di Issos di Turki pada 333 SM, Aleksander terus bergerak ke selatan, menguasai Kota Tirus, rombongannya disambut di Mesir. Tidak sungkan-sungkan, masyarakat Mesir pun menobatkan Aleksander Agung sebagai firaun yang menjadikan negeri ini terlepas dari Kekaisaran Persia.

Sambutan ramah masyarakat Mesir terhadap Aleksander Agung bisa dimaklumi. Sosok raja muda ini tengah berjuang melawan Kekaisaran Persia yang dianggap sebagai penjajah oleh Mesir. Selama ini, Mesir adalah penghasil gandum dan upeti terbesar untuk Istana Persia di Babilonia.

Aleksander Agung sendiri mengapresiasi kebudayaan Mesir yang kaya, termasuk keagamaannya. Di Yunani kuno, Aleksander Agung dinobatkan sebagai putra Zeus, dewa tertinggi Yunani. Bagi orang Yunani, dewa dari negeri mana pun sebenarnya serupa tetapi hanya berbeda secara penyebutan.

Dewa tertinggi di Mesir adalah Amun yang diyakini sebagai leluhur para firaun. Aleksander Agung bahkan membuktikan dirinya sebagai putra Amun ketika mengunjungi Kuil Siwa di gurun Libya. Dengan demikian, kekuatan Mesir mendukungnya menaklukkan Kekaisaran Persia.

Fenomena alam yang membakar semangat