Nationalgeographic.co.id—Kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa mumi tertua Afrika berasal dari Mesir. Hal ini sangat dimaklumi karena kebanyakan berita mengenai penemuan mumi memang berasal dari Mesir.
Meski demikian, terdapat bukti yang menantang asumsi bahwa Mesir adalah rumah bagi mumi-mumi tertua di Afrika. Sebab, jauh di pegunungan gurun di barat daya Libya, para peneliti menemukan sisa-sisa mumi seorang anak yang telah lama meninggal, yang dikenal sebagai mumi Tashwinat.
Mumi Tashwinat ini berusia lebih dari seribu tahun lebih tua dari mumi-mumi Mesir. Jadi apa yang kita ketahui tentang mumi bayi purba ini?
Pada musim dingin tahun 1958, menurut cerita, arkeolog Fabrizio Mori sedang menjelajahi gua perlindungan alami yang dikenal sebagai Uan Muhuggiag, sebuah situs arkeologi yang pernah ditempati oleh para penggembala (peternak) pada waktu yang berbeda. Selama pemeriksaannya, Mori rupanya memperhatikan tanda-tanda permukiman kuno tersebut berupa seni cadas yang menggambarkan manusia, hewan, dan ternak, serta grafiti, dari periode yang berbeda.
Namun saat dia mulai menggali dasar pasir lembut gua, dia juga menemukan bungkusan aneh terkubur di dekat permukaan. Bungkusan yang terbuat dari kulit kambing atau kijang ini menutupi tubuh anak kecil yang telah dikeringkan dan dibungkus dengan lapisan dedaunan.
Anak itu telah menjalani semacam proses mumifikasi. Organ anak tersebut telah diambil setelah kematian melalui sayatan di perut dan dada, sebuah proses yang dikenal sebagai pengeluaran isi perut, dan diganti dengan tanaman herbal (mungkin untuk membantu mengawetkan tubuh).
Jenazah anak itu diposisikan dalam posisi janin. Ada kalung cangkang telur burung unta yang ditemukan di leher si anak.
Analisa jenazah menunjukkan anak tersebut berusia sekitar 3 tahun ketika meninggal. Analisis tambahan menunjukkan anak tersebut memiliki corak kulit gelap.
Berdasarkan penanggalan radiokarbon, anak mumi tersebut diperkirakan berusia antara 5.400 hingga 5.600 tahun. Ini merupakan penemuan yang luar biasa karena itu berarti Mumi Tashwinat berusia sekitar seribu tahun lebih tua dari mumi Mesir kuno tertua yang ditemukan oleh para arkeolog.
Mumi anak laki-laki dan saudara-saudaranya, yang hidup lebih dari 5.000 tahun yang lalu, dianggap sebagai penggembala ternak yang berkeliaran di sekitar Sahara dengan ternaknya.
Ketika anak itu masih hidup, Gurun Sahara masih terlihat sangat berbeda dari sekarang. Bukannya gurun gersang, orang-orang yang mengunjungi gua Uan Muhuggiag di Sahara justru mendiami lanskap yang jauh lebih hijau.
Periode tersebut kadang-kadang disebut sebagai “periode lembap Afrika”. Itu adalah periode ketika Sahara ditutupi rumput, pepohonan, dan danau, yang akan membantu menghidupi para peternak sapi yang tinggal di sekitar lokasi tersebut.