Kerusuhan Berdarah Militer Amerika dan Australia di Perang Dunia II

By Hanny Nur Fadhilah, Minggu, 3 Maret 2024 | 16:00 WIB
Pertempuran Brisbane merupakan kerusuhan antara prajurit Australia dan Amerika selama sejarah Perang Dunia II. (Public domain)

Nationalgeographic.co.id – Pertempuran Brisbane merupakan kerusuhan antara militer Australia dan Amerika yang ditempatkan di sana selama sejarah Perang Dunia II.

Peristiwa berdarah ini terjadi selama dua malam (26-27 November 1942), di Brisbane, Australia. 

Dalam beberapa hari setelah serangan Jepang di Pearl Harbor, perencana militer AS mulai mempertimbangkan kemungkinan melanjutkan perang melawan Jepang dari pangkalan di barat daya Pasifik.

Pada tanggal 14 Desember 1941, Brigjen. Jenderal Dwight D. Eisenhower mengusulkan pembangunan instalasi militer di Australia, dan rencana tersebut disetujui tiga hari kemudian oleh kepala staf Angkatan Darat AS George Marshall.

Pada tanggal 22 Desember konvoi yang dipimpin oleh USS Pensacola menurunkan lebih dari 4.000 tentara di Hamilton Wharf di Brisbane.

Hampir satu juta tentara AS melewati Australia antara tahun 1941 dan 1945, sekitar 80.000 di antaranya ditempatkan di Brisbane pada puncak perang.

Populasi Brisbane pada bulan Desember 1940 diperkirakan mencapai 335.000. Kehadiran Amerika di kota ini akan mempunyai dampak demografis yang signifikan.

Awalnya pasukan AS disambut dengan hangat. Memang benar, banyak tentara Afrika-Amerika menceritakan bahwa selama penempatan mereka di Australia, mereka menerima perlakuan yang lebih baik dari warga Australia dibandingkan dari rekan senegaranya.

Awal keterlibatan AS di Sejarah Perang Dunia II

Pada bulan Maret 1942 Jenderal AS Douglas MacArthur diperintahkan ke Australia dari Filipina. Bulan berikutnya dia diangkat menjadi komandan seluruh pasukan Sekutu di teater Pasifik Barat Daya, dan pada bulan Juli dia memindahkan markas besarnya dari Melbourne ke Brisbane.

Operasi besar pertama MacArthur sebagai panglima tertinggi adalah pertahanan New Guinea setelah pasukan invasi Jepang mengancam Port Moresby.

Di bawah kondisi yang sangat keras dan bahkan kekurangan perbekalan yang paling mendasar, pasukan Australia yang kalah jumlah di bawah pimpinan Jenderal Sir Sydney Rowell bertempur dengan gagah berani, yang pada akhirnya menghentikan kemajuan Jepang sekitar 50 km dari Port Moresby.