“Satu hal yang sangat diinginkan Crassus adalah rasa hormat dan kekaguman,” tulis Wyatt Redd di laman History Collection.
Sayangnya, di Roma, rasa hormat tidak bisa dibeli dan hanya bisa dimenangkan dengan ujung pedang. Jadi, Crassus melakukan apa yang dilakukan semua orang Romawi: menaklukkan musuh.
Untuk mencapati tujuannya, Crassus mengincar Parthia. Parthia adalah kerajaan kaya dan berkuasa yang terletak di wilayah Iran modern.
Bangsa ini sering berperang dengan Kekaisaran Romawi. Senator Romawi memberikan izin kepada Crassus untuk menyerang, namun banyak yang menganggap perang Crassus ilegal. Dan salah satu Tribune bahkan memberikan ritual kutukan padanya saat dia meninggalkan kota.
Jelas sekali, ini bukanlah awal yang baik untuk sebuah serangan militer. Ada banyak alasan untuk berpikir bahwa hal itu tidak akan berjalan baik.
Selain tidak memiliki pengalaman militer, Crassus juga berusia enam puluhan dan hampir tuli. Tapi Crassus beranggapan bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan uang. Dan ketika tiba di Suriah, dia mulai membeli pasukan tentara bayaran dan legiun Romawi.
Ia membawa pasukannya ke Armenia, raja setempat menasihatinya untuk mengambil rute yang lebih jauh ke Parthia, menghindari gurun.
Crassus mengabaikan nasihat ini dan memimpin anak buahnya ke gurun. Tindakan ini membawanya menuju ke salah satu kekalahan paling telak dalam sejarah Romawi.
Dalam perjalanan ke Parthia, Crassus bertemu dengan seorang kepala suku lokal bernama Ariamnes. Ia pernah membantu Kekaisaran Romawi di masa lalu dalam perang melawan Parthia.
Ariamnes menawarkan untuk membantu memandu pasukan Crassus melewati gurun dan Crassus menerimanya. Namun yang tidak diketahui oleh Crassus adalah Ariamnes sekarang bekerja untuk Parthia.
Ariamnes memimpin pasukan Romawi jauh ke padang pasir. Dalam beberapa hari, pasukan Romawi mengalami dehidrasi dan tidak terorganisir. Dan kemudian, tepat di luar kota Carrhae, pasukan Parthia muncul.