Apa yang Membuat Salahuddin Ayyubi Dihormati Musuh-Musuhnya?

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 31 Maret 2024 | 11:00 WIB
Salahuddin al Ayubi atau Saladin adalah pemimpin Muslim termahsyur dalam sejarah Perang Salib. (Super Stock)

Nationalgeographic.co.id—Salahuddin Ayyubi, pemimpin Muslim Kurdi yang terkenal karena perannya dalam Perang Salib. Kepiawaiannya di medan perang tak hanya membuatnya dihormati oleh para pengikutnya, namun juga oleh musuh-musuhnya.

Seruan untuk Perang Salib Pertama, yang dimulai 40 tahun sebelum Salahuddin lahir, menjadi titik awal dari perpecahan yang membentuk dunianya. Perang Salib tersebut memicu perseteruan atas Yerusalem serta pendirian negara-negara Kristen di wilayah Palestina.

Di sisi lain, dunia Islam saat itu terbelah oleh konflik Sunni-Syiah dan berbagai kelompok lainnya yang saling bertengkar soal isu teologis maupun sekuler.

Tentara salib berhasil memanfaatkan situasi perpecahan di antara pemimpin-pemimpin Muslim dan absennya kekuatan militer yang terpadu. 

Kemunculan Salahuddin merupakan angin segar bagi umat muslim. Dengan kemampuannya yang luar biasa, ia berhasil mempersatukan umat muslim. Segera, Salahuddin menjadi tantangan besar bagi pasukan tentara salib.

Kairier Awal Salahuddin

Salahuddin, yang nama lengkapnya adalah al-Malik al-Nasir Salah al-Dunya wa'l-Din Abu'l Muzaffar Yusuf Ibn Ayyub Ibn Shadi al-Kurdi, putra Ayub, seorang tentara bayaran Kurdi yang terlantar, lahir pada tahun 1137 di benteng Takrit utara Baghdad. 

Salahuddin kemudian merangkak naik melalui jajaran militer dimana ia mendapatkan reputasi sebagai penunggang kuda yang terampil dan pemain polo berbakat. 

Dia mengikuti pamannya Shirkuh dalam kampanye militer, yang berhasil menaklukkan Mesir pada tahun 1169. 

Salahuddin kemudian mengambil alih dari kerabatnya sebagai gubernur Mesir untuk Nur ad-Din (kadang-kadang juga disebut Nur al-Din), gubernur independen Aleppo dan Edessa (r. 1146-1174). 

“...seorang pria pendek, dengan wajah bulat, jenggot hitam yang rapi dan mata hitam yang tajam dan waspada. Dia menempatkan anggota keluarganya pada posisi-posisi yang berkuasa dan tampaknya menantang otoritas tuannya,” kata sejarawan J. Phillips, mendeskripsikan Salahuddin muda.

Ketika Nur ad-Din meninggal pada Mei 1174, koalisi negara-negara Muslim yang ia bentuk hancur karena penerusnya berjuang untuk supremasi. Salahuddin mengklaim bahwa dia adalah pewaris sejati dan mengambil alih Mesir untuk dirinya sendiri.

Menyatukan Dunia Muslim