Terlepas dari kehilangan-kehilangan ini, catatan sejarah menunjukkan bahwa Caligula tampaknya secara emosional tidak terpengaruh oleh kematian anggota keluarganya.
Awal Pemerintahan dan Transformasi
Pada usia 20 tahun, Caligula dipanggil oleh Tiberius ke Capri, di mana ia dan sepupunya Gemellus diangkat sebagai ahli waris. Setelah kematian Tiberius pada Maret 37 M, Caligula naik sebagai kaisar Roma
Ketika naik ke tampuk kekuasaan, senat dan rakyat Kekaisaran Romawi menyambutnya dengan meriah dan penuh harapan. Dia dianggap seperti cahaya terang di tengah gelap, karena beberapa kebijakannya.
Namun, harapan tersebut segera berakhir setelah sang kaisar menderita penyakit parah pada 37 Masehi, di usia 25 tahun. Titik ini adalah momen penting yang mengubah perilakunya secara signifikan.
Setelah sembuh, Caligula memanjakan diri dengan alkohol, mengklaim keilahian, dan menjadi semakin paranoid, yang berujung pada eksekusi Gemellus dan Macro karena ketakutan akan konspirasi.
Pemerintahan Caligula, yang ditandai dengan tindakan-tindakan yang tidak biasa ini, berakhir dengan pembunuhannya pada usia 28 tahun. Caligula dibunuh pada tanggal 24 Januari 41, sehari sebelum keberangkatannya ke Alexandria, oleh anggota Praetorian.
Perspektif Neuropsikiatri
“Tindakannya setelah sakit, yang ditandai dengan hiperseksualitas, sadisme, dan insomnia parah–tidur tidak lebih dari tiga jam semalam–melukiskan gambaran seorang penguasa yang bergumul dengan masalah kesehatan mental yang mendalam,” ungkap Chrisitina.
Salah satu teori menyatakan bahwa perubahan perilaku Caligula yang tiba-tiba disebabkan oleh keracunan. Dia diduga telah mengonsumsi timbal dalam dosis tertentu. Hal ini lazim terjadi di kalangan bangsawan Romawi karena kandungan timbal dalam anggur.
Riwayat kesehatan Caligula menunjukkan bahwa ia mungkin telah mengalami kerusakan saraf serius pada tahun 37 M. Hal ini menyebabkan terganggunya emosional, perilaku, dan kognitif yang berlangsung lama.