Nationalgeographic.co.id – Sejarah Mesir Kuno dengan piramidanya yang tak tertandingi, Sphinx yang misterius, artefak yang menarik, dan hieroglif yang menawan telah membuat jutaan orang terpesona. Termasuk, Batu Rosetta yang dianggap sebagai tonggak sejarah besar dalam studi bahasa dan aksara kuno.
Namun ketidakmampuan para peneliti dan sejarawan untuk menguraikan Hieroglif terbukti menjadi tantangan besar dalam memahami sejarah, budaya, dan peradaban Mesir kuno.
Sejarawan di seluruh dunia dibuat bingung dengan ciptaan unik ini dan bergegas menemukan kunci yang bisa mengungkap kekayaan sejarah Mesir.
Kunci yang paling dinantikan ini adalah Batu Rosetta, yang ditemukan pada pergantian abad ke-18, pada tahun 1799.
Pierre-François Bouchard adalah tentara Prancis yang bertanggung jawab atas penemuan Batu Rosetta selama kampanye militer Napoleon Bonaparte di Mesir.
Pada tahun 1798, Napoleon bertujuan untuk mengganggu jalur perdagangan Inggris ke India dan meningkatkan pengaruh Prancis di Mediterania.
Sebagai bagian dari ekspedisi, sekelompok 167 ahli teknis, yang dikenal sebagai Komisi Ilmu dan Seni, lembaga ilmiah dan artistik Prancis menemani tentara Prancis ke Mesir.
Misi mereka adalah mempelajari dan mendokumentasikan monumen kuno, budaya, dan sumber daya alam negara tersebut.
Pada tanggal 15 Juli 1799, ketika tentara Prancis, dipimpin oleh Kolonel d'Hautpoul, sedang memperkuat pertahanan Benteng Julien dekat kota pelabuhan Rosetta, Letnan Pierre-François Bouchard membuat penemuan yang luar biasa.
Di antara puing-puing, Bouchard melihat sebuah lempengan dengan tulisan unik. Lempengan ini memuat prasasti dalam tiga aksara: hieroglif Mesir kuno, aksara Demotik, dan Yunani Kuno. Menyadari potensi signifikansinya, Bouchard segera memberitahukannya kepada atasannya.
Bouchard dengan cepat memindahkannya ke Kairo untuk diperiksa lebih lanjut oleh para sarjana. Ketika berita penemuan tersebut menyebar, batu tersebut mulai disebut sebagai “la Pierre de Rosette”.
Di tengah gejolak kampanye militer Napoleon di Mesir, pentingnya Batu Rosetta tak luput dari perhatian pemimpin Prancis itu sendiri.
Napoleon, yang tertarik dengan potensi implikasi batu tersebut terhadap pemahaman budaya dan sejarah Mesir kuno, secara pribadi memeriksanya sesaat sebelum keberangkatannya dari Mesir pada bulan Agustus 1799.
Meskipun tidak menyadari betapa pentingnya batu tersebut, Napoleon mengakui nilai batu tersebut sebagai peninggalan zaman kuno.
Batu Rosetta, lempengan besar basal hitam berukuran tinggi sekitar empat kaki dan lebar dua setengah kaki, ditemukan di dekat kota Rosetta (sekarang Rashid) di Delta Nil.
Di dalamnya terdapat prasasti yang ditulis dalam tiga aksara: hieroglif Mesir Kuno, aksara Demotik, dan Yunani Kuno. Prasasti tiga bahasa ini memberikan kunci yang pada akhirnya akan membuka rahasia hieroglif Mesir, yang tetap tidak dapat diuraikan selama lebih dari satu milenium.
Setelah ditemukan, batu tersebut langsung menarik perhatian para sarjana dan ahli bahasa yang ingin mengungkap maknanya. Namun, baru beberapa tahun kemudian kemajuan signifikan dicapai dalam penguraian naskah hieroglif.
Terobosan ini datang melalui upaya seorang ahli bahasa Perancis yang brilian bernama Jean-François Champollion. Champollion adalah seorang pria yang sangat tertarik dengan bahasa kuno dan mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk mempelajari hieroglif Mesir.
Dia dengan cermat memeriksa Batu Rosetta, bersama dengan teks dan prasasti kuno lainnya, dalam upayanya untuk mengungkap maknanya.
Dengan memanfaatkan keahliannya dalam bahasa dan linguistik komparatif, Champollion membuat penemuan inovatif ketika ia akhirnya berhasil menguraikan hieroglif.
Salah satu wawasan penting yang dimiliki Champollion adalah mengenali bahwa beberapa tanda hieroglif tidak hanya mewakili objek atau suara individual tetapi juga keseluruhan kata atau konsep.
Dengan membandingkan teks Yunani pada Batu Rosetta dengan tulisan Mesir yang terkait, Champollion mampu mengidentifikasi pola dan korelasi yang memungkinkan dia menguraikan makna dari banyak tanda hieroglif.
Penguraian hieroglif oleh Champollion merevolusi studi Mesir kuno, memberikan pencerahan baru tentang sejarah, agama, dan budayanya. Hal ini memungkinkan para sarjana untuk membaca dan menafsirkan beragam teks dan prasasti kuno, memberikan wawasan yang sangat berharga tentang kehidupan orang Mesir kuno.
Mereka mampu memahami gagasan, kepercayaan, masyarakat, agama, dan bahkan kehidupan sehari-hari masyarakat Mesir Kuno. Arti penting Batu Rosetta jauh melampaui perannya dalam menguraikan hieroglif.
Ini berfungsi sebagai penghubung nyata ke masa lalu, menghubungkan kita dengan peradaban kuno yang pernah berkembang di sepanjang tepian Sungai Nil.
Hal ini membawa kita pada makna hakiki sebenarnya dari prasasti batu Rosetta. Prasasti pada batu tersebut, yang memperingati perbuatan Raja Ptolemeus V pada tahun 196 SM, penting karena memberikan gambaran sekilas tentang lingkungan politik dan budaya Mesir kuno selama periode Helenistik.
Prasasti tersebut, yang terukir di permukaan Batu Rosetta, menjadi saksi momen penting dalam sejarah Mesir kuno setelah penobatan Raja Ptolemy V.
Dibuat sebagai sebuah dekrit, prasasti ini berfungsi untuk meresmikan dan meningkatkan pemujaan terhadap dewa di sekitar penguasa yang baru dilantik. mewujudkan perpaduan tradisi Mesir dan Helenistik yang menjadi ciri era Ptolemeus.
Penguraian Batu Rosetta tidak hanya merevolusi studi peradaban dan bahasa kuno, tetapi juga menunjukkan keampuhan linguistik komparatif.
Penguraian Batu Rosetta menjadi bukti kecerdikan manusia dan upaya abadi untuk mengungkap misteri masa lalu, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di bidang studi linguistik dan arkeologi.
Di bidang seni, daya tarik sejarah Mesir kuno menginspirasi banyak seniman untuk memasukkan motif, tema, dan simbolisme Mesir ke dalam karya mereka.
Lukisan, patung, dan seni dekoratif yang menampilkan firaun, piramida, hieroglif, dan dewa Mesir menjadi semakin populer, mencerminkan ketertarikan masyarakat terhadap dunia Mesir kuno yang eksotis dan misterius.
Singkatnya, penemuan Batu Rosetta mempunyai dampak transformatif terhadap pemahaman kita tentang sejarah kuno, linguistik, dan arkeologi.
Penguraiannya merevolusi studi Mesir kuno, membuka jalan baru bagi penelitian linguistik, mengilhami ketertarikan budaya terhadap dunia kuno, dan mendorong eksplorasi dan penemuan arkeologi.
Batu Rosetta tetap menjadi salah satu artefak paling ikonik dalam studi peradaban kuno, melambangkan pencarian abadi akan pengetahuan dan pemahaman tentang masa lalu.