Nationalgeographic.co.id—Ketika kita melihat sejarah Inggris Pra-Romawi, suku Catuvellauni benar-benar menonjol sebagai suku yang tangguh dan penuh teka-teki. Selain itu, warisannya juga bergema selama berabad-abad.
Terletak di jantung Britania Kuno, pengaruh mereka membentang jauh dan luas, membentuk lanskap geopolitik Zaman Besi Inggris.
Mulai dari asal-usul, hingga pertemuan mereka dengan Kekaisaran Romawi yang tangguh, kisah Catuvellauni penuh dengan semangat yang membara dan ketabahan. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada suku yang kuat ini?
Siapakah Suku Catuvellauni?
Suku Catuvellauni, yang namanya secara kasar diterjemahkan menjadi "Ahli Perang", "Pemimpin Perang", atau " Prajurit Benteng", muncul sebagai salah satu suku yang dominan di Inggris tenggara selama Zaman Besi, sekitar abad ke-1 sebelum Masehi.
Wilayah mereka meliputi sebagian besar wilayah yang sekarang dikenal sebagai Hertfordshire, Bedfordshire, dan sebagian wilayah Buckinghamshire, Cambridgeshire, Essex, dan Northamptonshire.
Benteng pertahanan mereka kemungkinan terletak di dekat St Albans modern, dengan posisi strategis untuk mengendalikan rute perdagangan dan akses ke tanah subur. Kota berbenteng ini disebut Verlamion, dan berkembang pesat selama beberapa dekade, sebelum penaklukan Romawi atas Inggris.
Menurut Aleksa Vučković, seorang penulis sejarah dari Serbia, di jantung masyarakat Catuvella terdapat struktur sosial yang kompleks dan diatur oleh para kepala suku serta druid.
“Para kepala suku memegang otoritas politik dan militer, yang menuntut rasa hormat dan kesetiaan dari rakyatnya,” kata Aleksa.
Sementara itu, para druid berperan sebagai pemimpin agama, memimpin ritual suci dan bertindak sebagai mediator antara dunia fana dan dunia ilahi. Menurut Aleksa, ”tokoh-tokoh spiritual ini memiliki pengaruh yang sangat besar, membentuk kepercayaan dan perilaku suku.”
Selain praktik keagamaan mereka, suku Catuvellauni juga mahir dalam membuat aneka kerajinan, mulai dari perhiasan, senjata, hingga tembikar yang sangat indah. Dalam sebuah penemuan arkeologi, banyak artefak yang ditemukan dianggap sebagai contoh klasik dari seni Inggris kuno yang megah.
Artefak-artefak ini tidak hanya memiliki tujuan praktis, tetapi juga melambangkan status dan identitas budaya di dalam suku tersebut.
Konflik Mendadak dengan Penjajah Romawi
Suku Catuvellauni tidak asing dengan konflik, sering terlibat dalam pertempuran dengan suku-suku tetangga untuk memperebutkan wilayah kekuasaan.
Ambisi ekspansionis mereka mencapai puncaknya di bawah kepemimpinan kepala suku terkenal Cassivellaunus, yang memerintah selama abad ke-1 SM.
Menurut Aleksa, Cassivellaunus paling diingat karena pembangkangannya terhadap Julius Caesar selama invasi Romawi pertama ke Britania pada tahun 54 SM.
“Dalam sebuah perlawanan yang luar biasa, ia menyatukan berbagai suku di Inggris, termasuk suku Catuvellauni, pada sebuah front persatuan melawan pasukan Romawi,” kata Aleksa.
Penaklukan ini membawa perubahan besar pada masyarakat mereka, karena pengaruh Romawi merasuk ke dalam setiap aspek kehidupan mereka, mulai dari pemerintahan hingga agama.
Salah satu kepala suku yang paling terkenal dari suku ini adalah Caratacus, pahlawan pemberani yang tidak mau tunduk pada kekuasaan Romawi. Setelah bertahun-tahun berperang, ia akhirnya ditangkap oleh Romawi dan dikirim ke Roma sebagai hadiah perang.
Namun, alih-alih dieksekusi, Caratacus diizinkan untuk hidup bebas di Roma bersama keluarganya. Apa yang membuat dirinya selamat adalah perkataannya kepada kaisar Claudius dan meninggalkan kesan yang begitu kuat kepada kaisar.
yang berhasil menyentuh Claudius:
"Jika tingkat kebangsawanan dan kekayaan saya diimbangi dengan kesuksesan yang sedang-sedang saja, saya akan datang ke Kota ini sebagai seorang teman dan bukan sebagai tawanan … Tetapi nasibku saat ini, yang sangat buruk bagiku, sangat baik bagimu,” Kata Catuvellauni kepada Claudius, dalam catatan Tacitus, sejarawan Romawi kuno.
“ … Jika aku sekarang diserahkan sebagai orang yang langsung menyerah, baik kekayaanku maupun kemuliaanmu tidak akan mencapai kecemerlangan. Juga benar bahwa dalam kasus saya, pembalasan apa pun akan diikuti dengan pelupaan. Di sisi lain, jika Anda menjaga saya dengan aman dan sehat, saya akan menjadi contoh abadi dari pengampunan Anda."
Akhir dari Britania Raya yang Merdeka
Penaklukan Romawi atas Britania, yang dipimpin oleh Kaisar Claudius pada tahun 43 Masehi, menandai era baru bagi suku Catuvellauni. Seperti banyak suku asli lainnya, mereka secara bertahap berasimilasi ke dalam sistem provinsi Romawi, mengadopsi adat istiadat, hukum, dan struktur pemerintahan Romawi.
Budaya mereka yang dulunya bangga dan independen ditaklukkan oleh Kekaisaran Romawi yang perkasa, meninggalkan jejak-jejak peninggalan mereka dalam bentuk nama-nama tempat, peninggalan arkeologi, dan catatan sejarah.
Namun, terlepas dari asimilasi mereka, semangat Catuvellauni tetap bertahan, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam ingatan kolektif Inggris.
“Keberanian mereka dalam menghadapi kesulitan, penguasaan keahlian mereka, dan warisan budaya mereka yang kaya terus menginspirasi ketertarikan dan kekaguman hingga hari ini,” kata Aleksa.
Maka, Aleksa menambahkan, “harus dikatakan bahwa dalam aspek luas sejarah Inggris kuno, suku Catuvellauni berdiri sebagai suku yang dinamis dan berpengaruh yang warisannya masih belum pudar.”
Meskipun kedaulatan mereka mungkin telah hilang ditelan waktu, kenangan mereka tetap hidup, sebuah bukti akan semangat yang tak lekang oleh waktu.