Nationalgeographic.co.id—Menurut World Wide Fund for Nature, kita akan menjumpai banyak satwa yang punah pada 2050. Salah satunya, gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) .
Hutan di Bumi Lancang Kuning adalah rumah bagi sebagian gajah sumatra. Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah gajah sumatra di habitat aslinya Provinsi Riau tersisa 200 hingga 300 ekor.Salah satu penyebab penurunan populasi gajah sumatra adalah habitat yang semakin menyusut. Meski demikian, manusia terus berbenah diri untuk dapat berkompromi dengan gajah. Hidup berdampingan dan memberi mereka peluang untuk hidup lebih baik.
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menorehkan prestasi gemilang di kancah internasional. Program Konservasi Gajah Sumatra yang dijalankan PHR meraih penghargaan bergengsi Green World Environment Awards 2024 sebagai Global Winner untuk kategori Fuel, Power & Energy/Conservation & Wildlife Projects.
Pencapaian global tersebut diraih PHR berkat program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang berfokus pada pelestarian habitat gajah dan mengatasi konflik terhadap manusia.
Pencapaian ini merupakan bukti nyata komitmen PHR dalam menjaga kelestarian lingkungan, khususnya melindungi gajah sumatra yang terancam punah. PHR WK Rokan merupakan satu dari 25 perusahaan penerima penghargaan dari total 500 kompetitor lain dalam penghargaan untuk praktik terbaik lingkungan dari seluruh dunia.
Penganugerahan tersebut diserahkan CEO The Green Organization Robert Wolen dan diterima oleh Manager Corporate Social Responsibility (CSR) PHR WK Rokan Pinto Budi Bowo Laksono di Sao Paolo, Brasilia pada Senin, 25 Maret 2024.
"Kami bersyukur atas pencapaian ini, penghargaan Green World Environment Awards yang kami diterima PHR dapat memotivasi kami untuk berkontribusi lebih baik lagi pada konservasi lingkungan di mana PT Pertamina Hulu Rokan beroperasi,” kata Pinto.
Penghargaan kelas dunia ini diraih PHR dalam program konservasi gajah di Provinsi Riau. PHR bersama mitranya Rimba Satwa Foundation (RSF) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau telah memasang GPS Collar sebanyak 5 untuk kelompok gajah di alam liar. Upaya pemantauan yang dilakukan PHR dapat mengetahui pergerakan gajah secara realtime, melalui sabuk GPS collar yang dikalungkan tersebut.
Kini, seiring dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi di desa, informasi kedatangan gajah dengan GPS Collar semakin mudah. Saat tim RSF mendeteksi gajah akan masuk ke permukiman atau kebun, mereka akan mengirimkan informasi tersebut kepada warga melalui grup WhatsApp. Kelebihan GPS Collar tak hanya sebagai peringatan dini, tetapi juga keakuratannya karena disertai informasi titik keberadaan gajah. GPS Collar menjadi pendeteksi dini dan strategi mitigasi interaksi negatif manusia dan gajah.
Kalung GPS yang dipasangkan di leher gajah berfungsi untuk memonitor pergerakan kawanan gajah melalui satelit dan memberikan data lokasi keberadaan kelompok gajah. Dengan demikian potensi konflik gajah dan manusia dapat dimitigasi lebih dini. Sementara itu, kamera pengintai dipasang di sejumlah titik di kawasan perlintasan gajah guna memberikan informasi visual.
Selain kalung GPS, PHR juga menyumbangkan 18 unit kamera pengintai ( yang diletakkan di berbagai lokasi strategis di habitat gajah. Kamera jebak digunakan untuk memantau perilaku dan kondisi fisik satwa. Untuk pemantauan fisik, tim dapat mengidentifikasi satwa tertentu dari tanda di tubuhnya.
Misalnya, saat ditemukan harimau atau gajah dengan kondisi kaki terputus, data visual yang terekam dapat digunakan untuk dasar penyelamatan. Sementara untuk perilaku, tim dapat mengetahui kebiasaan satwa di kawasannya, seperti makan, berkubang, istirahat, dan sebagainya.
Penghargaan Green World Environment Awards 2024 diberikan kepada perusahaan maupun organisasi dari seluruh dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan melalui beragam kreativitas dan berjasa besar bagi lingkungan. PHR merupakan satu-satunya perusahaan dari Indonesia yang menerima penghargaan ini.
Keberhasilan ini menjadi bukti nyata komitmen PHR dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, khususnya melindungi populasi gajah sumatra di habitatnya. Program konservasi ini diharapkan dapat terus memberikan dampak positif bagi habitat dan kelangsungan hidup gajah sumatra.
“Upaya yang kami lakukan pada intinya untuk menggugah dan mengajak partisipasi masyarakat untuk berbagi pola ruang terhadap satwa yang dilindungi tersebut,” ujar Pinto.
Sejak 2011, gajah sumatra termasuk dalam daftar merah The International Union for Conservation of Nature (IUCN), dengan status kritis atau sangat terancam punah (critically endangered). Hal ini disebabkan karena populasi gajah sumatra yang menurun lebih dari 80 persen dalam waktu sekitar 75 tahun terakhir.
Penurunan populasi gajah sumatra terutama disebabkan oleh hilangnya habitat, degradasi hutan dan fragmentasi habitat serta perburuan. Berbagai program kolaboratif dilaksanakan PHR untuk menjaga kelestarian alam.
Salah satunya, program agroforestri yang bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat, pemulihan fungsi hutan sebagai habitat satwa, dan pengurangan konflik antara gajah dan manusia di lanskap koridor Balai Raja - Giam Siak Kecil, Provinsi Riau.
“Hal inilah yang mendorong PHR untuk terus berupaya dalam melestarikan habitat gergasi rimba tersebut. Semoga anak cucu kita nanti masih bisa dapat melihat satwa dilindungi ini,” paparnya.
Program agroforestri merupakan program kemitraan RSF dan PHR. Program ini diharapkan dapat mengurangi interaksi negatif dengan gajah melalui pertanian. Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman yang rendah gangguan dari gajah, tetapi bernilai ekonomi tinggi. Saat ini, jenis yang ditanam adalah durian, matoa, kopi, alpukat, dan aren.
Warga juga turut memperbaiki habitat gajah dengan menambah volume tumbuhan yang menjadi pakan gajah. Mereka melakukan budidaya rumput odot (Pennisetum purpureum) yang disukai gajah. Rumput itu dipelihara di sebuah pekarangan kecil di belakang desa.
Saat ukurannya cukup besar, rumput-rumput itu kemudian ditanam kembali di koridor jalur gajah, tepi sungai, atau batas-batas kebun masyarkat. Tujuannya agar gajah tetap berada di jalurnya dan mendapatkan sumber makanan. Dengan cara ini, permukiman dan kebun warga tetap aman dari gajah, dan mereka dapat hidup berdampingan.
Ajang Green World Environment Awards 2024 merupakan penghargaan yang diberikan The Green Organization, sebuah lembaga nirlaba internasional, independen, dan tidak berafiliasi dengan kelompok politik manapun. Penghargaan ini sudah digelar sejak 1994 silam. Lembaga ini memiliki dedikasi untuk merekognisi, memberikan penghargaan, sekaligus mempromosikan berbagai upaya praktik pengelolaan lingkungan terbaik di seluruh dunia.
Sebagian hutan telah berubah menjadi perkebunan, tambang, atau permukiman. Di tengah ancaman itu, gajah sumatra mencoba bertahan untuk meneruskan spesiesnya. Ke manakah mereka harus bertahan? Sudah saatnya, kita memberi peluang dan berbagi ruang kepada sang gergasi rimba itu untuk hidup sejahtera.